Berita Kudus

15 Karya Seni Berbagai Daerah Dipamerkan di Kampung Budaya Piji Wetan Kudus

Penulis: Saiful Ma sum
Editor: deni setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PAMERAN KARYA SENI - Pengunjung melihat beberapa karya seni yang dipamerkan dalam Pameran Residensi Tapa Ngeli Folktarium Muria yang digelar Kampung Budaya Piji Wetan Kabupaten Kudus, Selasa (22/4/2025). Pameran ini berlangsung selama tujuh hari, dibuka Senin (21/4/2025) hingga Minggu (27/4/2025) di Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - 15 karya dari seniman residensi se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memeriahkan Pameran Residensi Tapa Ngeli Folktarium Muria yang digelar Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW) Kabupaten Kudus.

Pameran dengan mengangkat ikon Muria, Santri, dan Kretek tersebut berlangsung selama tujuh hari, dibuka Senin (21/4/2025) hingga Minggu (27/4/2025) di Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

Pameran tersebut juga merupakan gagasan jangka panjang para seniman untuk menghidupkan kembali narasi-narasi folklore yang ada di Kawasan Muria.

Baca juga: Tampang Sindikat Curanmor Asal Kudus Yang Nekat Curi Motor Remaja yang Sedang Olahraga di Blora

Baca juga: Guru dan Siswa SMP Negeri 2 Kaliwungu Kudus Bubuhkan Komitmen Gerakan Anti Perundungan

15 karya dari para seniman berbagai daerah seperti Yogyakarta, Purworejo, Jepara, Kudus, dan daerah lainnya dipajang di beberapa lokasi terbuka yang dinamai dengan istilah Folktarium Muria.

Karya yang dipamerkan adalah hasil residensi atau praktik dari belasan seniman yang telah menetap dan berbaur dengan warga Piji Wetan selama dua bulan terakhir.

Sekaligus menjadi hasil visualisasi dari perjumpaan warga untuk menggambarkan kehidupan masyarakat di Lereng Muria dalam tiga tema besar, Muria, Santri dan Kretek.

Koordinator Kampung Budaya Piji Wetan, Muchamad Zaini mengatakan, pameran ini pertama kali digelar di Kabupaten Kudus.

Tak hanya karya seni rupa, juga berbagai instalasi seni, penanda situs budaya hingga kebudayaan warga dipamerkan di 15 titik.

Menurut dia, pameran ini tak hanya menawarkan narasi, juga upaya menghidupkan kembali folklore atau budaya di Muria melalui berbagai pendekatan dari perspektif seniman.

Setiap sudut desa, pembaca dan masyarakat diajak untuk menyelami bagaimana kebudayaan di Muria masa lampau.

Mereka juga dikenalkan bagaimana cerita sejarah, mitos, dongeng dan legenda yang berkembang menjadi narasi di Kampung Budaya Piji Wetan.

"Semua itu divisualisasikan melalui karya dan pertunjukan di Folktarium Muria ini," terangnya.

Lebih lanjut, para seniman juga menyuguhkan pertunjukan seni dan ruang diskusi terbuka dalam rangka membangun narasi kebudayaan dan pendidikan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap keberadaan nilai-nilai lokal yang semakin terpinggirkan.

Dimana tahun ini dinilai menjadi fase penting untuk memetakan karya yang nantinya, bisa didokumentasikan melalui buku, pengarsipan, dan kolaborasi berbagai pihak.

Ke depannya, Muchamad Zaini berharap, Kampung Budaya Piji Wetan mengawali langkah untuk pembangunan berkelanjutan yang memadukan pendidikan, pariwisata, dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Tentunya dengan tetap mengakar pada nilai-nilai sufistik yang diwariskan Sunan Muria, serta kearifan lokal masyarakat desa setempat.

Kurator Pameran Residensi Tapangeli, Karen Hardini menyebut, pameran ini menjadi momentum perjumpaan antar para seniman dan kolektif seni dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan DIY. 

Di antaranya A.O.D.H, Budi Kusriyanto, Divasio Putra Suryawan (Dipo), Febri Anugerah, Feri Arifianto, Fitri DK, Medialegal, Jaladara Collectiva, Kolektif Arungkala, Kolektif Matrahita, Kudus Street Art (KSA), Lembana Artgroecosystem, Mellshana, MIVUBI X Marten Bayuaji, dan Umar Farq.

Menurut dia, setiap seniman mempunyai pendekatan dan gagasan artistik yang beragam, mulai dari elemen, konsep hingga karakter yang kaya akan warna.

Karya-karya tersebut ditampilkan guna menunjukkan sebuah identitas, memori tubuh, arsip sampai pada perawatan kisah situs dan ritus setempat.

Karya-karya pameran dimuculkan dalam bentuk arsip, audio-video, instalasi, lukisan, seni performa, musik noise, media alternatif, batik, seni media baru berbasis game, seni lingkungan (environmental art), dapur performatif, happening art atau seni peristiwa, mural dan grafiti (seni ruang publik), hingga museum dan koleksi benda-benda milik warga.

Peserta pameran menyelami Kudus pada Februari hingga April 2025.

Masing-masing membuat karya yang merepresentasikan Kudus sebagai subjek budayanya, sedangkan seniman merupakan sarananya.

Baginya, Pameran Residensi Tapangeli menjadi peristiwa yang melengkapi potongan besar Folktarium Muria untuk menarasikan ulang cerita rakyat di kawasan Muria.

"Lewat pameran ini, kami dapat memperpanjang ikatan atau jalinan akar budaya masyarakat Muria-Kudus, sebagai identitas  yang terus dijaga," tutur dia.

Baca juga: Kelanjutan Sekolah Rakyat di Kudus, Pemkab Diundang Desk Kementerian Sosial

Baca juga: Bupati Kudus Usulkan 5 Program Prioritas Berhubungan dengan Ketahanan Pangan

Satu di antara peserta pameran adalah para seniman Jaladara Collectiva mengangkat tema 'peran perempuan dalam rewang'atau gotong royong yang ada di Piji Wetan Kudus.

Tema karya seni yang dipamerkan berjudul "Pawon", Perigi di Balik Panggung Perayaan.

Jaladara ingin menunjukkan bagaimana andil penting perempuan dalam rewang sebagai bentuk solidaritas, pengetahuan, dan keputusan sosial.

Seniman Jaladara, Anis Machfudoh menerangkan, pameran kali ini merupakan lanjutan dari Residensi Tapa Ngeli yang telah diikuti pada akhir Januari 2025.

Jaladara Collectiva menyajikan instalasi dari berbagai alat dapur sebagai bentuk perwujudan kerja kolektif perempuan.

Alat-alat dapur yang biasanya berada di belakang atau dapur, diatur sedemikian rupa untuk ditampilkan di ruang publik.

Dimana Rewang yang identik dengan dapur atau area belakang yang terkadang tidak disorot akhirnya bisa tampilkan di depan umum.

"Selama pameran residensi berlangsung, kami belajar mengenai banyak hal."

"Salah satunya mengenai peran perempuan di daerah Muria tepatnya di Piji Wetan."

"Kami melihat bahwa tradisi rewang yang dilakukan ibu-ibu Piji Wetan menjadi suatu ruang kolektif yang penting."

"Melalui tradisi rewang, pengetahuan diwariskan dengan sebuah solidaritas," katanya.

Selain instalasi, Jaladara juga membuat karya zine atau majalah mini yang berisi berbagai hal tentang tradisi rewang, di antaranya cerita perempuan Piji Wetan dalam menjalankan rewang, glosarium seputar dapur, juga visual rewang.

Kemudian, ada pula pertunjukkan interaktif antara kolektif Jaladara dengan ibu-ibu Piji Wetan.

Seperti memasak, membuat dan menyeduh kopi, serta menginang yang mulai ditinggalkan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Mutrikah menyebut, Kampung Budaya Piji Wetan menggagas program sebagai ruang kreatif. Wadah menggali dan mentransfer cerita rakyat kontemporer kepada masyarakat.

Pihaknya mengapresiasi pameran ini berlangsung, berharap ke depannya jadi pionir kebudayaan lokal di kaki Gunung Muria.

Lebih lanjut, melalui pameran ini, jadi ruang edukasi penguatan seni lokal.

Dengan harapan, kegiatan serupa dapat didukung penuh oleh pemerintah desa, kecamatan, hingga pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat. 

Serta didukung masyarakat luas, pelaku seni hingga pelajar.

"Budaya merupakan inspirasi masa depan dan milik semua orang."

"Karyanya berupa kearifan lokal produk seni dan budaya."

"Mudah-mudahan, pameran ini jadi satu daya tarik wisata, hingga meningkatkan kunjungan wisata di Kabupaten Kudus."

"Dengan cara melestarikan seni dan budaya, untuk kesejahteraan masyarakat," ujar dia.

Mutrikah mengapresiasi atas terselenggaranya pameran spektakuler dengan melibatkan para seniman dari berbagai daerah.

Menegaskan bahwa karya seniman merupakan produk luar biasa, potensi kearifan lokal yang dimiliki Kudus dan daerah lainnya.

"Tidak dipungkiri bahwa Sunan Kudus dengan peninggalan menaranya bisa menginspirasi masyarakat dari berbagai zaman."

"Tidak hanya zaman dulu, tapi masyarakat era sekarang juga," tutur dia. (*)

Baca juga: 2 Bocah SD di Purbalingga Jadi Korban Begal, Motor Hasil Curian Dijual Pelaku Rp3 Juta di Bandung

Baca juga: Wakil Wali Kota Tegal Serahkan Bantuan Sembako kepada Penyandang Disabilitas Ganda

Baca juga: Pria Warga Wonosobo Ditemukan Meninggal di Sungai Siantap, Awalnya Pamit Pergi Mancing

Baca juga: Sosok Fachri Albar, 2 Kali Ditangkap Terkait Narkoba

Berita Terkini