TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Tim Dosen UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto melakukan penelitian kolaborasi terkait Perubahan Lingkungan Hidup Kabupaten Pemalang pada Era Kolonial.
Penelitian ini mengungkap bab kelam sejarah lingkungan di Kabupaten Pemalang.
Menurut Sidik Fauji, salah satu peneliti, wilayah Pemalang yang dahulu dikenal subur dan kaya sumber daya alam, berubah drastis akibat kebijakan kolonial Belanda pada periode 1870 hingga 1942.
Baca juga: Gebyar Tadris 2025 FTIK UIN Saizu: Menelusuri Jejak Angka dan Bahasa dalam Warisan Budaya
Menurut laporan hasil riset ini, Pemalang pada masa kolonial menjadi sasaran eksploitasi besar-besaran, terutama lewat kebijakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) dan investasi swasta asing di sektor perkebunan.
Hutan-hutan dibabat, sawah digantikan oleh tanaman tebu, dan sungai tercemar limbah industri gula.
“Petani dipaksa menanam tebu, kopi, dan komoditas ekspor lainnya."
"Padahal sebelumnya mereka menanam padi untuk kebutuhan sendiri."
"Akibatnya, banyak yang mengalami kelaparan,” imbuh Ilham Nur Utomo, salah satu anggota tim peneliti dari UIN Saizu.
Pabrik Gula dan Kerusakan Lingkungan yang Terstruktur
Kebijakan Undang-Undang Agraria 1870 membuka peluang besar bagi masuknya modal asing.
Sejumlah pabrik gula dibangun di Pemalang, seperti Pabrik Gula Comal, Petarukan, Banjardawa, dan Sumberharjo.
Baca juga: Teliti Green Philanthropy, Dosen UIN Saizu Ungkap Peran Zakat dan Wakaf dalam Demokrasi Lingkungan
Meski menciptakan infrastruktur seperti rel kereta dan irigasi, pembangunan ini tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk efisiensi distribusi hasil tebu ke pelabuhan ekspor.
“Lahan subur berubah menjadi kawasan industri."
"Sungai yang dulunya jernih kini keruh akibat limbah pabrik,” jelas Shintawati Dyah Purwaningrum, peneliti teknik lingkungan yang turut menganalisis arsip kolonial.
Ia mencatat adanya laporan banjir besar pada awal 1900-an yang disebabkan penggundulan hutan dan alih fungsi lahan.