TRIBUNJATENG.COM - Warga Kabupaten Pati Jawa Tengah tidak peduli dengan permintaan maaf Bupati Sudewo yang disampaikan Kamis (7/8/2025),
Mereka akan tetap menggelar aksi demonstrasi pada tanggal 13 Agustus 2025 mendatang.
Jumlah massa yang akan hadir juga diperkirakan sampai 50 ribu orang, sesuai tantanggan Bupati Sudewo.
Baca juga: Menjawab Tantangan Bupati Pati: 100 Ribu Warga Pati Siap Turun ke Jalan Protes PBB Naik 250 Persen
Baca juga: Bupati Sudewo Akhirnya Melunak, Siap Terima Masukan Soal Kenaikan PBB P2 di Pati
Penggalangan donasi logistik untuk persiapan demonstrasi pada 13 Agustus yang menolak kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati terkait kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen masih berlangsung hingga Kamis (7/8/2025) sore.
Demonstrasi dipastikan tetap digelar meski Bupati Pati Sudewo sudah meminta maaf.
Berdasarkan pantauan, posko ambulans di depan gerbang Kantor Bupati Pati masih terparkir di sisi barat, sementara sejumlah simpatisan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu terlihat berkumpul di lokasi tersebut.
Bantuan dari masyarakat terus berdatangan, baik berupa air mineral, makanan ringan, maupun hasil bumi.
Dus-dus air mineral yang ditumpuk setinggi 1,5 meter tampak mengitari gerbang, memanjang hampir 40 meter.
"Kami 24 jam di sini dan setiap waktu banyak bantuan logistik warga Pati yang terus berdatangan," kata Supriyono (45) alias Botok, Koordinator Lapangan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Supriyono menegaskan bahwa permintaan maaf Bupati Pati, Sudewo, yang menyatakan akan mengaji ulang kebijakannya tidak menyurutkan niat massa untuk turun ke jalan.
"Pernyataan Pak Sudewo tadi pagi tidak mengendorkan semangat kawan-kawan. Kami tetap berdemonstrasi.
Selain tuntutan untuk menurunkan pajak PBB, kami juga menuntut Sudewo dilengserkan, karena sudah tidak layak memimpin Pati," tegas Supriyono.
Ia menambahkan bahwa aksi mereka ini murni didasari ketidakpuasan terhadap kebijakan Bupati Pati yang menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen.
Mereka berharap regulasi yang dinilai mencekik warga Pati tersebut dapat dibatalkan.
"Tidak ada unsur politik dan kepentingan lain. Kami hanya minta kebijakan itu digugurkan," kata Supriyono.