Royalti wajib dibayarkan oleh individu atau badan usaha yang memanfaatkan lagu atau musik secara komersial maupun non-komersial di ruang publik seperti Kafe, restoran, bar, Hotel, mal, pusat perbelanjaan, Bioskop, karaoke, tempat hiburan, Transportasi publik seperti pesawat, kapal, kereta, Lembaga penyiaran (TV, radio), Konser atau pertunjukan musik, Event komersial lainnya.
Artinya, jika sebuah tempat memutar musik, baik secara langsung maupun melalui rekaman di hadapan publik, maka pemilik tempat tersebut harus membayar royalti.
Royalti berlaku untuk Pemutaran lagu dari rekaman CD, playlist digital, streaming, penampilan langsung (live performance) dari musisi, lagu latar (background music) di hotel, restoran, toko, pemakaian musik dalam iklan, film, game, atau konten digital, bahkan untuk cover lagu yang ditayangkan di media digital seperti YouTube, pencipta lagu tetap berhak atas royalti.
Proses pembayaran royalti dengan cara pemilik usaha mendaftarkan jenis penggunaan musiknya ke LMKN.
Kemudian LMKN menghitung besaran royalti berdasarkan data tersebut.
Setelah itu, pemilik usaha membayar royalti melalui rekening resmi.
Lalu, LMKN menyalurkan royalti ke para pencipta dan pemegang hak melalui LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) seperti WAMI, KCI, RAI, dan lainnya.
Jika tidak membayar royalti maka pengguna bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta dan dapat dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata.
Dalam UU Hak Cipta Pasal 113 disebutkan bahwa pelanggaran ini bisa dikenai denda hingga Rp500 juta dan penjara hingga 10 tahun.
Perlu diketahui, tidak semua lagu dikenakan royalti yakni musik-musik yang masuk dalam kategori public domain (hak ciptanya telah habis masa berlakunya).
Selain itu lagu oleh pencipta yang menggratiskan penggunaannya secara bebas (creative commons) tidak perlu dibayar royaltinya, selama penggunaannya sesuai dengan lisensi yang tersedia. (waw)