Dia merasa acara keluarga diperlakukan seolah-olah sama dengan bisnis nonton bareng berbayar.
“Kalau memang ada bukti kami jual tiket, silakan."
"Tapi ini cuma kumpul keluarga."
"Rasanya berat sekali kalau dipaksa bayar segitu,” imbuhnya.
Kini, kasus Endang menjadi salah satu contoh bagaimana regulasi hak cipta siaran pertandingan masih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat kecil.
Bagi Endang, yang awalnya hanya ingin mengisi kebersamaan keluarga, perjalanan ke Polda Jateng terasa seperti drama yang tak pernah dia bayangkan.
10 Kasus di Jawa Tengah
Sementara itu, kuasa hukum Indonesia Entertainment Group (IEG), Ebenezer Ginting dari Ginting & Associates Law Office menegaskan bahwa konten Liga Inggris hanya boleh ditayangkan secara pribadi di rumah.
Jika digunakan di ruang usah kafe, bar, atau tempat komersial lain diperlukan lisensi khusus.
“Klien kami adalah pemegang lisensi eksklusif Liga Inggris."
"Artinya, masyarakat boleh menikmati di rumah secara privat."
"Tapi kalau dipakai sebagai ikon usaha seperti nonton bareng atau diputar di zona komersial, itu melanggar."
"Ada lisensi khusus yang harus dibayarkan,” kata Ebenezer.
Baca juga: Kata Ariel NOAH soal Royalti, Soroti 2 Pasal Bertentangan di UU Hak Cipta hingga Musisi Bingung
Baca juga: Tugu Biawak Viral di Wonosobo Dapat Penghargaan Hak Cipta dari Kemenkumham
Dia menambahkan, pelanggaran hak cipta tidak bergantung pada ada-tidaknya tiket.
“Terlepas ada ticketing atau tidak, selama memutar Liga Inggris di zona komersial, unsur sengaja maupun tidak, itu sudah melanggar undang-undang,” tegasnya.
Menurut catatan IEG, saat ini ada sekira 100 laporan polisi (LP) terkait pelanggaran hak siar di berbagai daerah Indonesia.