Berita Jateng
Javas Bocah Asal Grabag Magelang Lakonkan Sirnaning Angkara Murka di Festival Dalang Anak 2025
Javas Adaby (13) tampak khusyuk di balik kelir. Jemarinya lincah memainkan tokoh-tokoh wayang, sesekali suaranya meninggi
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Javas Adaby (13) tampak khusyuk di balik kelir. Jemarinya lincah memainkan tokoh-tokoh wayang, sesekali suaranya meninggi ketika menggambarkan perang antar ksatria.
Lakon Sirnaning Angkara Murka ia bawakan dengan mantap, seolah bukan anak SMP yang baru belasan tahun belajar mendalang.
Dalang cilik asal Kabupaten Magelang, itu menjadi salah satu peserta Festival Dalang Anak 2025 tingkat Provinsi Jawa Tengah yang digelar di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Minggu (5/10/2025) malam.
Dengan iringan gamelan dan sinden, Javas menampilkan pertunjukan layaknya dalang profesional.
“Saya belajar dalang sejak kelas satu SD. Tiap minggu bapak antar saya ke Salatiga buat latihan di sanggar,” ujarnya.
“Dulu belajar sama almarhum Mbah Sarjono, sekarang diteruskan sama murid beliau.” tambahnya.
Javas kini berlatih di Sanggar Pada Rasa, Salatiga, dan sudah beberapa kali tampil di berbagai lomba.
Sebelum melangkah ke tingkat provinsi, ia lebih dulu meraih juara pertama seleksi Karesidenan Kedu.
Meski tampil di panggung besar, Javas mengaku tidak gugup karena sudah terbiasa mendalang di depan penonton.
“Orang tua mendukung penuh. Saya ingin terus belajar supaya bisa jadi dalang yang baik,” tutur Javas, yang tampil dengan pakaian adat lengkap, blangkon dan jarik batik yang kebesaran di tubuhnya.
Ketua Harian Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Jawa Tengah, Widodo Broto Sejati, mengatakan festival ini rutin digelar setiap tahun sebagai upaya menjaga regenerasi dalang di Jawa Tengah.
Dewan juri terdiri dari Bambang Sulanjari dari Pepadi Jateng, Bambang Suwarno dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Ki Ngabehi Edy Sulistyono dari Pawiyatan Pedalangan Mangkunegaran.
“Pesertanya hasil seleksi berjenjang dari kabupaten, lalu eks karesidenan. Pemenang provinsi akan mewakili Jawa Tengah di tingkat nasional November nanti,” jelasnya.
Dalam festival tersebut, 12 dalang anak dari berbagai daerah menampilkan lakon berbeda dengan durasi 40 menit.
Dewan juri menilai kemampuan mereka berdasarkan empat aspek catur (dialog dan monolog), sabet (gerak wayang), iringan karawitan, serta penguasaan lakon.
“Standar penilaiannya sama seperti dalang profesional. Anak-anak ini kami bimbing agar tak hanya bisa tampil, tapi juga memahami makna di balik setiap kisah,” ujar Widodo.
Festival ini diharapkan untuk mewadahi minat anak-anak terhadap pedalangan yang mulai meningkat.
Banyak yang mengenal wayang dari YouTube, lalu belajar melalui sanggar.
“Di Pati kemarin lombanya sampai tengah malam karena pesertanya banyak sekali. Daerah Solo Raya paling ramai, sementara di Korwil Pekalongan masih perlu dorongan,” ujarnya.
Dia menyebut bahwa pedalangan bukan sekadar kesenian, melainkan media pendidikan karakter.
“Nilai-nilai luhur bangsa tersimpan dalam seni pedalangan. Seorang dalang itu guru bangsa. Maka dalang harus memberi teladan, bukan hanya di panggung, tetapi juga dalam keseharian,” ujarnya. (Rad)
Gubernur Lutfhi Bakal Tindak Tegas Tengkulak Bawang yang Timbun dan Bikin Harga Jadi Naik |
![]() |
---|
Gubernur Luthfi Dorong Kolaborasi Berbagi Instansi Untuk Menekan Inflasi di Jawa Tengah |
![]() |
---|
Sekda Jateng Minta Faktultas Kedokteran Jadi Penggerak Percepatan Pemenuhan Dokter |
![]() |
---|
BKIM Jateng Luncurkan SOCA, Aplikasi Digital Terpadu untuk Layanan Kesehatan Modern |
![]() |
---|
Lepas Kontingen Pornas Korpri, Sekda Jateng Tekankan Integritas dan Sportivitas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.