Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribun Jateng Hari Ini

Ada Dugaan Pungli di SMPN 2 Kersana Brebes, Suwondo Akui Sekolah Butuh Dana

Punggutan sebesar Rp 50.000 per bulan per siswa itu ditarik sekolah dengan dalih sebagai sumbangan.

Penulis: Wahyu Nur Kholik | Editor: Vito
TRIBUN JATENG/Wahyu Nur Kholik
MASUK HALAMAN - Sejumlah siswa memasuki halaman SMPN 2 Kersana Brebes, Senin (10/10/2025). Wali murid sekolah itu mengadu ke Bupati Brebes Paramitha Widya Kusuma melalui layanan Sambat Bupati (Sambu) menyusul adanya pungli yang dilakukan sekolah itu setiap bulan. 

TRIBUNJATENG.COM, BREBES - Wali murid SMPN 2 Kersana mengadu ke Bupati Brebes Paramitha Widya Kusuma melalui layanan Sambat Bupati (Sambu) menyusul adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan sekolah itu setiap bulan.

Punggutan sebesar Rp 50.000 per bulan per siswa itu ditarik sekolah dengan dalih sebagai sumbangan. Para wali murid mengaku keberatan dengan sumbangan itu, lantaran tidak melalui musyawarah komite.

"SMPN 2 Kersana masih ada pungli. Per Bulan Rp 50.000 tahun 2024 dengan alasan komite, dan bukti yang diterbitkan sekolah. Sementara di tahun 2025 masib ada, juga dengan alasan sumbangan, tetapi tidak ada bukti fisik, dan cuma berupa omongan dari pihak Tata Usaha (TU) sekolah," tulis satu wali murid SMPN Kersana, dalam aduan ke bupati. 

"Seminggu yang lalu akan diadakan ujian, per siswa harus bayar 3 bulan Rp 150.000, dengan ancaman kalau tidak bayar tidak boleh mengikuti ujian," sambung tulisan itu. 

Seorang wali murid yang enggan disebut namanya, mengatakan, anaknya diminta membayar uang sumbangan itu saat hendak mengikuti Asesmen Sumatif Tengah Semester. 

Saat itu, dia menambahkan,  tidak ada pemberitahuan atau rapat terlebih dahulu, tetapi anaknya diminta membayar uang sumbangan Rp 150.000.

"Uang ini katanya untuk sumbangan yang setiap bulannya Rp 50.000. Bukan uang komite, tapi uang sumbangan per bulan. Padahal sekolah sudah menyatakan tahun ini sudah tidak ada sumbangan," ujar wali murid yang minta dirahasiakan identitasnya.

Menurutnya, saat kelas VII atau pada 2024 lalu, anaknya juga diminta membayar uang komite Rp 50.000 per bulan. Saat itu, anaknya menerima bukti pembayarannya. 

Selain itu, sumbangan pada 2024 juga diawali dengan adanya rapat. Namun saat kelas VIII ini tidak ada bukti pembayaran dan rapat.

"Kalau waktu kelas VII lalu, anak saya mendapatkan bukti pembayaran uang komite. Tapi pas kemarin saat bayar tidak dapat. Kata anak saya tidak di kasih bukti apa-apa," tuturnya.

Hal yang sama juga disampaikan wali murid lain. Ia mengaku, saat ini anaknya duduk di kelas VII, dan anak diminta membayar uang sumbangan menjelang ujian. "Ya tanpa ada rapat atau apa, anak saya minta buat bayar uang sumbangan," jelasnya.

Wali murid lain juga menyampaikan yang sama. Hanya saja, sang anak yang duduk di kelas VIII bisa mengikuti ujian meski tidak membayar uang sumbangan tersebut. "Anak saya sih belum bayar, tapi bisa mengikuti ujian meskipun memakai karu ujian sementara," terangnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Kepala SMPN 2 Kersana Bidang Sarana Prasarana, Suwondo mengakui adanya penarikan sumbangan yang dibebankan kepada siswa.

Terpaksa

Menurut dia, pihak sekolah terpaksa meminta dana sumbangan dari siswa karena dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) yang diterima tidak seperti yang diharapkan.

Sementara, ia berujar, sekolah membutuhkan pengembangan sarana dan prasarana. Belum lagi, ada beberapa GTT dan PTT yang membutuhkan pembiayaan honor. "Ini alasan kami meminta sumbangan kepada siswa, dan itu sifatnya tidak memaksa," jelasnya.

Suwondo menuturkan, dana sumbangan siswa kelas VII sudah dirapatkan dengan wali murid pada saat mereka awal masuk pada 2024. Namun, sumbagan siswa kelas VII belum ada rapat, dan baru dilaksanakan rapat pada Sabtu (4/10) lalu.

"Kalau untuk kelas VIII dan IX sudah dimusyawarahkan tahun lalu, dan sekarang tinggal dilanjutkan. Sedangkan kelas VII memang belum, dan baru dilaksanakan Sabtu kemarin," ucapnya, kepada media, Senin (6/10).

Ia menyebut, sumbangan itu tidak ada kaitanya dengan ujian. Sebab, semua siswa tetap mengikuti ujian meski belum membayar sumbangan.

"Tidak benar kalau siswa yang belum membayar tidak bisa ikut ujian. Semua siswa tetap ikut ujian meski belum membayar sumbangan," tandasnya.

Sementara, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Brebes memanggil Kepala Sekolah SMPN 2 Kersana untuk dimintai klarifikasi.

"Adanya laporan ini, kami sudah memanggil sekolah pada 1 Oktober lalu untuk dimintai klarifikasi," ujar Kabid Pendidikan Dasar Dindikpora Kabupaten Brebes, Adhitya Perdana.

Menurut dia, dari hasil klarifikasi itu, pihak sekolah mengklaim jika laporan itu tidak benar. Iuran komite pada 2024 itu sudah melalui rapat dengan wali murid, dan dalam praktiknya tidak semua siswa membayar iuran, karena tidak ada paksaan.

"Dari hasil klarifikasi, iuran Rp 150.000 untuk ujian dan tidak semua siswa bayar. Sebab ada siswa yang tidak bayar tetap mengikuti ujian," terangnya. (Wahyu Nur Kholik)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved