Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Magelang

Preman hingga Staf Bupati Diduga Intimidasi 3 Korban Salah Tangkap dan Kekerasan Polres Magelang

Tiga dari lima korban dugaan salah tangkap, kekerasan dan doksing oleh anggota Polres Magelang

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
KOMPAS.com/Egadia Birru
FAKTA TERBARU - Anggota KPAI Diyah Puspitarini. KPAI menemukan satu fakta baru dalam kasus salah tangkap usai demo ricuh di Polres Magelang Kota pada 29 Agustus 2025. KPAI menduga ada unsur pelecehan terhadap korban, tak sekadar penyiksaan. 

Ringkasan Berita:
  • 3 Korban Salah tangkap Polres Magelang Kota Cabut Kuasa Hukum
  • Mereka mencabut kuasanya karena mendapatkan intimidasi secara berulang-ulang selepas mereka memilih melaporkan kasus itu ke Polda Jateng.
  • Staf bupati hingga preman intimidasi keluarga korban

 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tiga dari lima korban dugaan salah tangkap, kekerasan, dan penyebaran data pribadi (doksing) oleh oknum anggota Polres Magelang Kota memutuskan mencabut kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.

Langkah itu diambil setelah para korban diduga mengalami tekanan dan intimidasi berulang kali dari sejumlah pihak.

"Iya, ada tiga korban cabut kuasa hukumnya dari kami yakni korban berinisial AAP, IPO dan SPRW," kata mantan kuasa hukum para korban dari LBH Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya kepada Tribun, Senin (3/11/2025).

Sebelumnya, LBH Yogyakarta memberikan pendampingan kepada enam korban dari total 53 orang yang terlibat dalam kasus dugaan salah tangkap dan kekerasan tersebut.

Namun, hanya lima korban yang berani melaporkan kejadian itu ke Polda Jawa Tengah.

“Sehari sebelum pelaporan, satu korban mengurungkan niatnya karena mendapat intimidasi,” jelas Royan.

Baca juga: Tampang Wastoni Kades di Kendal yang Warganya Ditemukan Tewas Membusuk dan Anaknya Cuma Minum Air

Dari lima laporan yang masuk, kasus pertama dilayangkan oleh korban berinisial DRP (15) pada 16 September 2025.

Sementara empat korban lainnya, yakni IPO (15), AAP (17), SPRW (16), dan MDP (17), melapor pada 15 Oktober 2025.

Namun, belakangan tiga korban mencabut kuasa hukumnya dan mundur dari proses hukum.

Dengan demikian, hanya dua korban — DRP dan MDP — yang tetap melanjutkan laporan ke Polda Jawa Tengah.

Royan menduga, keputusan para korban untuk mundur tak lepas dari adanya tekanan yang terus mereka terima setelah melapor ke Polda Jateng.

Keluarga korban AAP mencabut kuasa hukumnya yang pertama kali karena tidak kuat diteror oleh sejumlah orang.

Kemudian keluarga IPO diduga didatangi oleh salah satu staf pejabat dari pemerintah Kabupaten Magelang.

Keluarga MDP mengalami teror   dengan didatangi oleh para preman.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved