Opini
Kredit Murah, Napas Panjang bagi UMKM
Jasa keuangan bisa melakukan relaksasi kepada masyarakat di desa-desa, termasuk perbantuan keuangan UMKM yang di Jawa Tengah hampir Rp4,2 juta
Penulis: Adi Tri | Editor: abduh imanulhaq
Oleh: Pujianto, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Banyumas (Aspikmas)
GUBERNUR Jawa Tengah, Ahmad Luthfi meminta Industri Jasa Keuangan (IJK) untuk memfasilitasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), kelompok usaha masyarakat, dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Hal ini sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap pergerakan perekonomian berbasis desa.
“Jasa keuangan bisa melakukan relaksasi kepada masyarakat di desa-desa, termasuk perbantuan keuangan UMKM yang di Jawa Tengah hampir Rp4,2 juta,” kata Luthfi.
Dengan upaya itu, lanjut dia, maka bisa membantu menumbuhkan perekonomian dari desa hingga kota. Selain UMKM, perkonomian di desa-desa juga digerakkan melalui Koperasi Desa Merah Putih.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2025 sebesar 5,28 peren, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Pertumbuhan yang bagus tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan lagi.
Maka evaluasi kinerja IJK Semester I 2025 ini, diharapkan dapat menjadi panduan dalam rangka menumbuhkembangkan perekonomian di Jawa Tengah.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah lama menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Ketika sektor besar goyah diterpa krisis, UMKM justru sering menjadi penopang yang tangguh. Namun di balik ketahanannya, masih banyak pelaku UMKM yang terseok-seok karena satu hal mendasar: keterbatasan akses terhadap pembiayaan yang murah dan berkelanjutan.
Di sinilah peran kredit murah menjadi sangat vital. Kredit dengan bunga rendah bukan sekadar instrumen ekonomi, melainkan jembatan menuju kemandirian usaha. Bagi pelaku UMKM, selisih kecil pada bunga pinjaman bisa menjadi penentu antara bertahan atau gulung tikar. Sayangnya, hingga kini akses terhadap pembiayaan murah masih menjadi tantangan klasik.
Kita memang memiliki berbagai skema pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), koperasi, hingga lembaga mikro keuangan. Namun tidak semua UMKM bisa menikmati fasilitas itu. Banyak pelaku usaha mikro yang terkendala syarat administrasi, tidak punya agunan, atau belum memiliki catatan keuangan yang rapi. Ironisnya, justru kelompok inilah yang paling membutuhkan dukungan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejatinya telah mendorong perluasan akses kredit dengan subsidi bunga KUR. Langkah ini patut diapresiasi, namun perlu dilanjutkan dengan pendekatan yang lebih adaptif. Misalnya, penggunaan data transaksi digital dan rekam jejak e-commerce sebagai alternatif penilaian kredit (credit scoring). Dengan cara ini, pelaku usaha kecil yang belum “bankable” pun bisa memperoleh pembiayaan sesuai kapasitasnya.
Selain itu, bunga rendah saja tidak cukup. Kredit murah harus disertai dengan pendampingan usaha dan literasi keuangan. Banyak kasus di mana pinjaman justru menjadi beban karena kurangnya perencanaan penggunaan dana. Ketika kredit disalurkan tanpa edukasi, risiko gagal bayar meningkat dan justru memperkuat stigma bahwa UMKM tidak layak dibiayai.
Bank dan lembaga keuangan perlu memandang kredit bagi UMKM bukan semata bisnis, tetapi investasi sosial jangka panjang. Setiap rupiah yang disalurkan kepada usaha kecil berarti membuka lapangan kerja baru, menggerakkan rantai pasok lokal, dan memperkuat daya tahan ekonomi nasional.
Dalam konteks pemulihan ekonomi pascapandemi dan tekanan global, kredit murah bukan sekadar stimulus, melainkan strategi pembangunan inklusif. Negara maju menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berkelanjutan selalu bertumpu pada pemberdayaan pelaku kecil. Indonesia tidak boleh berjalan sendiri tanpa memastikan UMKM mendapat ruang napas yang cukup untuk berkembang.
Kredit murah harus ditempatkan sebagai hak ekonomi rakyat kecil, bukan sekadar fasilitas kebijakan. Karena di tangan para pelaku UMKM-lah denyut kehidupan ekonomi Indonesia sesungguhnya berputar. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.