Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

Hampir Pensiun Belum Tersentuh PPPK, Kisah Guru Madrasah Purbalingga dengan Gaji Rp400 Ribu Sebulan

Perjuangan guru madrasah berharap gaji yang layak di Purbalingga, karena upahnya hanya Rp400 ribu sebulan padahal sudah mendekati masa pensiun.

TRIBUNJATENG/Farah Anis Rahmawati 
AUDIENSI PGSI — Suasana di ruang rapat paripurna DPRD Purbalingga saat menerima audiensi dari PGSI terkait kesejahteraan guru madrasah swasta di Purbalingga, Rabu (12/11/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA — Perjuangan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Purbalingga, untuk memperjuangkan kesejahteraan guru madrasah swasta bukanlah hal baru. 

Sejak tahun 2011, para guru yang tergabung dalam PGSI tersebut telah berupaya untuk menyuarakan nasib mereka yang hingga kini belum juga tersentuh oleh kebijakan pengangkatan ASN ataupun PPPK. 

Hari ini, di ruang rapat paripurna DPRD Purbalingga, para guru-guru tersebut kembali menyuarakan nasib mereka. Setelah sebelumnya mengadakan audiensi pada Rabu (29/10/2025). 

Baca juga: Kabar Gembira, Insentif Guru Madrasah TPQ dan Pesantren di Kota Tegal Naik Rp2,2 Juta

Sekretaris PGSI Kabupaten Purbalingga, Suparmo mengatakan, hingga saat ini belum ada satupun guru madrasah swasta di Purbalingga yang tercover dalam pegawai ASN ataupun PPPK.

Padahal, sebagian besar dari mereka sudah puluhan tahun mengabdi di dunia pendidikan. 

"Kami hadir kembali disini untuk menyampaikan kondisi rill di lapangan. Banyak teman-teman yang sudah puluhan tahun mengajar, bahkan ada yang hampir pensiun, tapi belum ada satupun yang diangkat," ungkapnya saat dijumpai usai audiensi, Rabu (12/11/2025). 

Selain status kepegawaian, PGSI juga menyoroti minimnya pemerataan bantuan kesejahteraan guru (kesra) dan Progam Indonesia Pintar (PIP) bagi siswa madrasah. 

Ia menyebut, kuota PIP dibawah Kementrian Agama (Kemenag) jauh lebih sedikit dibanding dibawah Dinas Pendidikan. 

"Bahkan, banyak kasus anak SD dapat PIP tapi begitu masuk MTs malah hilang. Begitupun dengan anak MI yang mau masuk ke SMP. Padahal kan kita sama-sama lembaga pendidikan, jadi kami sangat berharap dua sistem ini dapat disatukan dan adanya pemerataan supaya ada keadilan," ucapnya. 

Audiensi Rutin 

Perjuangan PGSI sendiri, menurutnya telah rutin dilakukan hingga tingkat nasional di setiap tahunnya. Namun, hingga saat ini belum ada angin segar yang didapatkan. 

"Kita rutin menyampaikan aspirasi ke Komisi VIII dan X DPR RI bahkan hingga ke Istana Presiden. Tapi belum ada angin segar yang kami dapatkan, meski sudah berjuang sejak 2011," katanya. 

Meskipun hasil perjuangan tersebut membuahkan beberapa hasil berupa sertifikasi dan inpassing bagi guru, menurutnya masih banyak guru yang belum tersentuh bantuan.

Khususnya bagi mereka yang belum mendapatkan sertifikasi. 

"Sertifikasi atau PPG di Kemenag itu maksimal sudah mengajar empat tahun baru bisa didaftarkan. Itupun kalau terdaftar di simpatika emis atau dapodik, data itu nanti untuk bisa mendaftarkan. Itu pun baru di tahun ini dengan kuota yang begitu luar biasa , sedikit," ungkapnya. 

Saat ini pihaknya mencatat, ada sebanyak 2.461 guru madrasah swasta di Purbalingga yang masuk dalam beberapa kategori.

Namun sebagian besar belum menerima tunjangan apapun karena belum mendapatkan sertifikasi atau inpassing, dengan rata-rata penghasilan dibawah Rp3 juta per bulan. 

Bahkan, menurutnya masih banyak guru MI yang hanya menerima honor Rp400 ribu, Rp600 hingga Rp1 juta di tingkat MTs. 

"Ini tentu sangat memprihatikan. Sehingga kami berharap agar ini dicarikan solusi bersama, karena pengabdian kami juga sudah sampai puluhan tahun. Bahkan hampir pensiun pun kami belum tersentuh PPPK ataupun ASN, tentu perasaanya luar biasa, padahal kami sama-sama mendidik anak bangsa, namun perhatiannya berbeda," ujarnya. 

Suparmo menambahkan, untuk memperjuangkan nasib para guru madrasah swasta, pihaknya berencana akan menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Bupati Purbalingga pada 25 November mendatang. 

"Kami sudah dua kali menyampaikan terkait hal ini kepada Bupati, tapi belum ada kabar. Harapan kami nanti ada solusi, sekecil apapun yang penting diperhatikan," harapnya. 

Ia juga mengatakan bahwa , upaya ini dilakukan bukan karena para guru madrasah kekurangan uang, tetapi ialah terkait bagaimana eksistensi madrasah di tahun-tahun yang akan datang. 

"Rejeki memang bisa datang dari mana saja, tapi memang idealnya secara profesional guru itu harus fokus mengajar agar bisa melahirkan anak-anak yang berkualitas," katanya. 

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPRD Purbalingga, Miswanto menyatakan, pihaknya akan menindaklanjuti hal tersebut dengan menyampaikan rekomendasi kepada Ketua DPRD untuk dibahas dalam Rapat Badan Anggaran bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). 

"Kami akan perjuangkan agar ada alokasi anggaran bagi guru madrasah, baik dalam bentuk bantuan kesejahteraan dari APBD ataupun peningkatan akses terhadap progam PIP," ujarnya.

Baca juga: Guru Madrasah Purbalingga Tuntut Kesejahteraan di DPRD: Puluhan Tahun Mengabdi, Nasib PPPK Tak Jelas

Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Purbalingga, Sarjono juga menegaskan pentingnya perhatian Pemkab terhadap madrasah. 

Ia menilai, madrasah juga memiliki peran vital dalam mencerdaskan anak-anak di Purbalingga, sehingga tidak semestinya terjadi dikotomi antara sekolah negeri dan swasta.

"Madrasah itu lembaga yang mendidik anak-anak kita. Maka pemberian kesejahteraan guru, bantuan sarana sekolah, hingga bantuan kepada siswa harus merata. Kami ingin APBD 2026 dan seterusnya dapat menunjukkan keberpihakan kepada guru swasta yang masih sangat membutuhkan," tutupnya. (*)
 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved