Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Pager Tani Desak Polda Jateng Stop Kriminalisasi 9 Petani dan Pejuang Lingkungan

Persatuan Gerakan Rakyat Tani (Pager Tani) Jawa Tengah melakukan aksi demonstrasi di depan Markas Polda Jawa Tengah kota Semarang, Senin (17/11/2025).

Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
dok. PAGER TANI
TUNTUTAN PETANI - Aliansi Pager Tani melakukan aksi demonstrasi di depan Markas Polda Jawa Tengah, kota Semarang, Senin (17/11/2025).  Mereka menuntut agar proses kriminalisasi terhadap sembilan petani di Jawa Tengah yang sedang berproses di meja polisi dihentikan. 

Abdul khawatir jika kriminalisasi ini terus dilakukan dengan menyasar  para petani maka reforma agraria yang seharusnya tanggung jawab dari negara yakni negara meredistribusikan hak atas tanah kepada warga negara justru malah tidak terwujud. 

Negara dalam hal ini telah melakukan pengabaian terhadap hak asasi manusia terutama kepada kaum tani  di Jawa Tengah.

Di samping itu,  dalam kasus di Jepara jika Kriminalisai ini dilanjutkan, maka negara juga telah melakukan pengabaian terhadap hak atas lingkungan.

Ia menyebut, sebebarnya setiap warga negara  yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungan itu dilindungi oleh undang-undang di antaranya Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata.

"Untuk itu, Kami meminta polisi untuk mengetahui bahwa warga  yang merupakan pejuang lingkungan itu tidak bisa digugat secara perdata dan tidak bisa dipidana," bebernya.

Namun, dalam praktiknya para petani yang sedang memperjuangkan hak-haknya tetap dilaporkan ke polisi seperti yang dialami oleh petani asal Dayunan, Pesaren, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Ropi'i .

Tokoh payuban Kawulo Alit Mandiri (KAM) Dayunan itu dilaporkan ke Polda Jateng oleh PT Soekarli dengan tudingan penyerobotan lahan.

"Saya dilaporkan karena menanam cengkeh dan hasilnya sudah pernah saya jual. Kemudian saya dilaporkan ke Polda Jateng 11 November lalu, padahal tanah itu sertifikatnya atas nama Bapak saya, jadi saya tidak pernah menyerobot atau mencuri di atas tanah saya sendiri," ucap Ropi'i.

Ia mengungkap, konflik ini bermula ketika PT Soekarli mengkalim secara sepihak tanah seluas 16 hektar yang terbagi ke  13  bidang tanah bersertifikat di Dayunan.

Tanah itu diklaim telah disewa lalu dibeli perusahaan tersebut tetapi selepas diperiksa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kendal ternyata tanah itu masih milik warga. Selepas itu, pada tahun 2014, warga mulai menduduki tanah nenek moyangnya yang telah dikelola oleh PT soekarli selama puluhan tahun.

"Tanah itu kini dikuasi oleh 76 Kepala Keluarga, meraka itu semua ahli waris, baik itu anak dan cucu, Jadi tidak ada orang lain kecuali ahli waris sah," paparnya.

Sejak itulah, konflik tersebut mulai terjadi. Warga Dayunan sampai ke meja pengadilan untuk mempertahankan haknya.

Di meja pengadilan, gugatan PT. Soekarli Nawaputra Plus terhadap para petani tersebut ditolak pada tahun 2015.

Akan tetapi pada proses Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung dimenangkan oleh perusahaan.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved