Berita Jateng
BNPB Gelar Rakor Bersama 35 Kabupaten dan Kota di Jateng, Fokus Tingkatkan Kesiapsiagaan Bencana
BNPB menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama bupati dan wali kota dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama bupati dan wali kota dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, Selasa (18/11/2025), di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang.
Rakor digelar menyusul rentetan bencana yang menimpa sejumlah wilayah di provinsi ini.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati, menekankan urgensi setiap daerah memiliki peta risiko bencana sebagai standar mandatori minimum dari Kementerian Dalam Negeri.
Standar ini mencakup informasi mitigasi, pencegahan, dan prosedur kedaruratan yang harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
“Standar mandatori itu mencakup peta risiko, informasi yang bisa disampaikan kepada masyarakat, pencegahan dan mitigasi, serta bagaimana jika terjadi kedaruratan bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien,” ujar Raditya.
Dalam rakor, BNPB menanyakan kawasan mana saja yang peta risikonya belum siap, sehingga segera dibuat dengan melampirkan proyeksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca juga: Puncak Musim Hujan Diperkirakan Masih Sampai Desember,Ahmad Luthfi Minta Bupati/Walikota Siaga Penuh
Dengan begitu, daerah dapat mengetahui potensi risiko banjir dan longsor akibat curah hujan tinggi.
Raditya menyebut, 50 persen wilayah Indonesia belum memiliki peta risiko bencana.
Di Jawa Tengah, Kajian Risiko Bencana (KRB) yang habis masa berlaku terdapat di enam kabupaten/kota: Cilacap, Purworejo, Wonogiri, Grobogan, Temanggung, dan Kota Semarang.
Sementara empat kabupaten/kota belum memiliki KRB sama sekali: Klaten, Kota Surakarta, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.
“Kajian risiko bencana menjadi dasar agar masyarakat memahami risiko di wilayahnya,” tambahnya.
Raditya juga menekankan peran Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan BPBD bersama masyarakat dalam membentuk desa tangguh bencana.
Warga dibekali edukasi, simulasi, dan gladi agar bisa melakukan evaluasi secara mandiri.
Selain itu, setiap kabupaten/kota wajib memiliki Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang mencakup perencanaan, literasi, mitigasi, normalisasi sungai, penguatan tanggul, dan pengendalian penggunaan lahan.
Selain itu, BNPB melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah rawan curah hujan tinggi, termasuk Jawa Tengah dan Banjarnegara, untuk mengurangi intensitas hujan ekstrem.
Baca juga: Mengurai Akar Kemiskinan: Tahun Pertama Luthfi dalam Mengangkat Martabat Warga Jawa Tengah
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menegaskan tujuan rakor adalah untuk memetakan daerah berisiko tinggi seperti rawan longsor, banjir, dan letusan gunung berapi.
Langkah ini dilakukan agar bupati/wali kota dapat menyiapkan pencegahan dan tanggap darurat di wilayah masing-masing.
“Basisnya ada di desa-desa yang kami jadikan Desa Tangguh Bencana. Saat ini sudah ada 8.566 desa yang disiapkan,” kata Gubernur.
Ahmad Luthfi meminta pemerintah kabupaten/kota memastikan kesiapan SDM, sarana-prasarana, logistik, dan sistem peringatan dini hingga tingkat desa.
Ia juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor tanpa ego sektoral.
“Anggaran on-call harus siap dan cepat digunakan. Semua harus bekerja dalam satu komando, tujuannya keselamatan masyarakat,” tegas Gubernur.
Provinsi siap memberikan bantuan cepat melalui BPBD Jateng, yang saat ini memiliki anggaran Bantuan Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 20 miliar.
Gubernur menegaskan, seluruh kepala daerah wajib memimpin langsung penanganan bencana di wilayahnya tanpa menunggu instruksi provinsi.
“Penanggulangan bencana adalah urusan bersama, bukan hanya BPBD. Semua unsur, mulai kementerian hingga pemerintah kabupaten/kota, harus terlibat aktif,” pungkas Ahmad Luthfi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.