Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Blora

Revitalisasi Sekolah di Blora Memakai Sistem Pola Swakelola, Adakah Potensi Penyimpangan?

Sebanyak 58 satuan pendidikan di Blora mulai dari TK hingga SMP mendapatkan kucuran dana revitalisasi dari APBN 2025, sebesar Rp 38 miliar

Penulis: M Iqbal Shukri | Editor: muslimah
Tribun Jateng/M Iqbal Shukri
PROGRES PEMBANGUNAN - Suasana pengerjaan rehab ruang kelas di SD Negeri 1 Sarimulyo. 

TRIBUNJATENG.COM, BLORA - Sebanyak 58 satuan pendidikan di Blora mulai dari TK hingga SMP mendapatkan kucuran dana revitalisasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, sebesar Rp 38 miliar.

Pelaksanaan program revitalisasi satuan pendidikan itu dikerjakan secara swakelola. Di mana pihak Kepala Satuan Pendidikan (Kepala Sekolah) membuat Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP).

Kabid Sarpras Disdik Kabupaten Blora, Sandy Tresna Hadi, menjelaskan pengerjaan rehab dan pembangunan gedung dilakukan secara swakelola.

"Pengerjaannya swakelola, Kepala Sekolah selaku penanggungjawab membentuk P2SP yang terdiri dari Ketua (masyarakat yang mempunyai kapasitas di konstruksi), Bendahara (guru), Sekretaris (komite), Pelaksana (masyarakat), dan Tim Teknis Perencana dan Pengawas," jelasnya.

Baca juga: Alarm Dini Program Cek Kesehatan Gratis Bantu Warga Blora Kenali Penyakitnya Lebih Cepat

Tinggal Satu Atap Bersama Dosen Untag Semarang yang Tewas di Hotel, AKBP Basuki Ditahan 20 Hari

Lalu bagaimana  praktik pelaksanaan program revitalisasi di lapangan dengan pola swakelola?

SD Negeri 1 Sarimulyo, Kecamatan Ngawen, menjadi salah satu dari puluhan sekolah, yang menerima kucuran dana revitalisasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Kepala SDN 1 Sarimulyo, Siti Kumaidah, menjelaskan dana bantuan revitalisasi yang diterima SDN 1 Sarimulyo sebesar Rp 870.503.247.

"Biaya konstruksi itu Rp Rp813.850.291, biaya mebeler untuk UKS Rp Rp7.788.750, kemudian ada biaya manajemen yang meliputi perencanaan, pengawasan dan pengelolaan sejumlah Rp 48.864. 206."

"Sehingga totalnya menjadi Rp 870.503.247," jelasnya, saat ditemui di kantornya, Rabu (19/11/2025).

Bantuan dana revitalisasi itu digunakan untuk lima kegiatan. Di antaranya untuk rehab enam ruang kelas, rehab toilet, rehab ruang perpustakaan, rehab ruang tata usaha (kantor guru), dan pembangunan ruang UKS baru.

Siti Kumaidah, menjelaskan pola swakelola yang dilakukan dalam program revitalisasi. Mulai dari pembentukan P2SP, hingga proses pengerjaannya.

"Ini kita swakelola, bukan diborongke. Jadi seminggu sekali kita bayari tukang," ujarnya.

Adapun untuk pembentukan P2SP, disesuaikan dengan kriteria yang telah diatur dalam petunjuk teknis yang telah ditentukan.

Susunan Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) di SD Negeri 1 Sarimulyo, di antaranya Penanggung Jawab, Siti Kumaidah.

Ketua P2SP, Dwi Agung Dewantoro Putro (masyarakat berlatarbelakang konstruksi), Sekretaris, Wartono (komite sekolah), Bendahara, Letterina Andan Dewi (ASN atau guru), Kepala Pelaksana, Eko Juli Prasetya (masyarakat berpengalaman di bidang pengelolaan konstruksi bangunan), Keamanan, Suroto (komite).

Siti Kumaidah menjelaskan proses pembentukan P2SP. Pihaknya menunjuk Dwi Agung sebagai Ketua P2SP karena yang bersangkutan memenuhi kriteria yakni berasal dari unsur masyarakat yang paham dengan konstruksi. Diketahui Dwi Agung, merupakan warga Kauman, Blora.

"Saya menunjuk Pak Dwi Agung karena saya kenal dengan dia dan paham teknik konstruksi. Dia bukan komite, dan ketua tidak harus dari komite. Kan di aturannya tidak harus dari masyarakat sekitar sekolah, tidak harus dari warga sini (Sarimulyo)," jelasnya.

Saat ditanya terkait apakah latar belakang Dwi Agung pemborong atau kontraktor, Siti Kumaidah menjawab kurang paham secara detail background dari Dwi Agung.

"Kalau itu saya tidak begitu paham. Tapi yang saya ketahui beliau memahami (konstruksi) bangunan. Terpenting saya melangkah sesuai juknis yang ada," terangnya.

Menurut Siti Kumaidah, Dwi Agung jarang ke SD Negeri 1 Sarimulyo. Sebagai ketua P2SP memang tidak diharuskan untuk setiap hari di lokasi mengecek proses pembangunan.

Kendati demikian, saat awal-awal pengerjaan rehab gedung sekolah, Siti Kumaidah sempat menanyakan Dwi Agung yang jarang di lokasi pembangunan di SD Negeri 1 Sarimulyo.

Kemudian diketahui, Dwi Agung mengutus Tri Gunarso untuk mewakilinya di lokasi pembangunan. Tri Gunarso merupakan adik dari Dwi Agung.

"Awalnya, saya tidak kenal dengan mas Tri. Datangnya juga ketika sudah 2 Minggu pengerjaan berjalan. Saya kan juga komplain ke Mas Dwi Agung, kenapa kok gak pernah ke sini. Terus Mas Agung meminta adiknya, mas Tri itu untuk mewakili, dia kan juga paham konstruksi."

"Tapi kan tidak diwakilkan tupoksi nya, tetap tupoksi nya tidak bisa digantikan," terangnya.

Sementara itu, Tri Gunarso mengatakan kehadirannya di SD Negeri 1 Sarimulyo itu untuk mewakili kakaknya. Sebab kakaknya, sibuk mengurusi administrasi.

"Mas saya (Dwi Agung) yang masuk kepanitiaan, kalau saya tidak. Mas saya enggak komite, ya hanya rekanan. Kalau mau lebih jelasnya ya ke Bu Kepala Sekolah."

"Saya hanya diminta untuk ngejar progres agar segera selesai, dengan spek yang ada," terangnya.

Tri Gunarso mengatakan untuk jumlah pekerja ada 30 orang. Dengan mayoritas warga dari Kecamatan Ngawen.

Pihaknya mengatakan selain mengarahkan para pekerja, dirinya juga membelanjakan material-material yang dibutuhkan. 

Tri Gunarso juga sering berkoordinasi dengan Kepala Pelaksana, Eko Juli, untuk pengerjaan proyek pembangunan itu. Di lapangan keduanya berkolaborasi mengarahkan pekerja.

Eko Juli mengatakan sebelum-sebelumnya juga ikut Dwi Agung, untuk mengerjakan proyek yang dipegang Dwi Agung.

"Kalau saya warga Kunden," ujarnya.

Kabid Sarpras Disdik Kabupaten Blora, Sandy Tresna Hadi, mengatakan untuk pelaksana harus masuk dalam susunan kepanitiaan.

"(Pelaksana proyek harus masuk dalam kepanitiaan?) betul. (Jika pelaksana proyek tidak masuk kepanitiaan bagaimana?) ya artinya sudah ada penyimpangan berarti," jelasnya.

Lebih lanjut, Sandy menjelaskan tugas-tugas struktur kepanitiaan dalam pola swakelola, yang saat ini diterapkan pada program revitalisasi.

"Artinya pelaksana kan di panitia, ada ketua panitia. Terus ada kepala pelaksana, kepala pelaksana itu seperti kalau di pekerjaan pemborongan itu seperti mandor lah. Ibaratnya gitu. Dia mengatur tukang kan."

"Tapi kan kalau mandor dapat upah. Tapi kalau pelaksana panitia itu kan nggak dapat upah, nggak dapat honor. Tetapi dia tetap tugasnya adalah mengendalikan tukang kan gitu," terangnya.

Sandy, menegaskan bahwa nama-nama yang sudah tertulis dalam susunan kepanitiaan, di lapangan tidak boleh untuk diwakilkan.

"Ya, mestinya tidak boleh (tidak boleh diwakilkan meskipun yang mewakilkan ada dalam susunan kepanitiaan). Itu ada penyimpangan berarti."

"Kalau dia memang mewakili artinya dia di lapangan ya mestinya dia masuk di SK kan. Harusnya dia dilegalisasi saja masuk ke SK. Harusnya kan ada pembentukan panitia lagi kan begitu," jelasnya.

Untuk menghindari adanya penyimpangan, Sandy mengeklaim sudah meminta kepala sekolah untuk memasang susunan kepanitiaan di area sekolah.

"Kalau susunan panitia itu kemarin sudah saya minta sekolah itu untuk dipublikasi. Maksudnya kan ada semacam sekretariat atau papan informasi. Nah, struktur panitia ditempel saja di situ. Saya sudah minta seperti itu kepala sekolah sebenarnya," paparnya.(Iqs)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved