Kemenkum Jateng
Wamenkum RI Tekankan Pentingnya Partisipasi Bermakna dalam Pembentukan Undang-Undang
Wakil Menteri Hukum Republik Indonesia, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan pentingnya konsep meaningful participation atau partisipasi
Penulis: Adi Tri | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Wakil Menteri Hukum Republik Indonesia, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan pentingnya konsep meaningful participation atau partisipasi bermakna dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Training Legislatif Dasar bertema “Meaningful Participation” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) pada Jumat (10/10) di Ruang Seminar Fiat Justicia, Semarang.
Dalam paparannya, Wamenkum RI menjelaskan bahwa partisipasi bermakna merupakan perwujudan dari prinsip partisipasi publik sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020.

Putusan tersebut menegaskan adanya tiga hak utama masyarakat dalam proses legislasi, yaitu hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, serta hak untuk mendapatkan penjelasan atas masukan yang diberikan kepada pemerintah.
“Partisipasi bermakna bukan hanya formalitas, tetapi memastikan bahwa aspirasi masyarakat benar-benar menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan undang-undang,” ujar Prof. Edward.
Menurut Edy sapaan akrabnya partisipasi bermakna bukan sekedar formalitas dalam konsultasi publik, melainkan jaminan agar suara masyarakat benar-benar menjadi bagian penting dalam proses perancangan dan pembahasan undang-undang.
Ia juga menekankan pentingnya memahami tiga kekuatan dalam berlakunya undang-undang, yakni kekuatan hukum atau legal geltung, kekuatan filosofis atau philosophical geltung, serta kekuatan sosiologis atau sociological geltung.
“Pada aspek sosiologis inilah partisipasi publik berperan penting agar undang-undang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan tidak menimbulkan penolakan,” tambahnya.
Ia menambahkan bahwa pada tahap perancangan undang-undang, pemerintah perlu meminta masukan dari publik terkait substansi yang akan diatur. Sementara pada tahap pembahasan, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui masukan mana yang telah diakomodasi dan mana yang belum. Pemerintah berkewajiban memberikan penjelasan apabila terdapat usulan yang tidak dapat dimasukkan dalam rancangan undang-undang tersebut.
Lebih lanjut, Prof. Edward menjelaskan bahwa pembentukan undang-undang bukan saja merupakan produk akademik
“Undang-undang bukan semata produk akademik, namun demikian juga menuntut adanya keseimbangan antara kepentingan publik dan politik,” ungkapnya.
“Di sinilah peran pemerintah untuk menjadi jembatan dalam proses tersebut, ” lanjutnya.
Dalam kegiatan tersebut, turut hadir mendampingi Wamenkum RI, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah Heni Susila Wardoyo, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Tjasdirin, Kepala Divisi P3H Delmawati, Kepala Bagian Tata Usaha dan Umum Toni Sugiarto, Kepala Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual A. Yosi Setiawan, Kepala Bidang Pelayanan AHU Deni Kristiawan, serta Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Hukum Jawa Tengah Rinto.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum Undip, Prof. Dr. Retno Saraswati, dalam sambutannya menyampaikan bahwa lembaga legislatif memiliki amanah besar untuk mewujudkan tujuan negara melalui pembentukan hukum yang partisipatif dan aspiratif.
Acara ini dimoderatori oleh Dr. Gaza Carumna, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Undip, dan diakhiri dengan sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif antara mahasiswa dan narasumber.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.