Sosok Syaikhona Kholil Bangkalan yang Kini Jadi Pahlawan Nasional: Pengembaraan hingga Ajarannya
Sosok Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan kini resmi menyandang gelar Pahlawan Nasional
TRIBUNJATENG.COM - Sosok Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan kini resmi menyandang gelar Pahlawan Nasional.
Mulai dari awal menimba ilmu hingga sejumlah tokoh nasional yang berguru kepadanya.
Jejaring keilmuan Syaikhona membentang dari pesantren-pesantren Jawa hingga ke Haramain, Makkah dan Madinah.
Tak heran muncul ajaran "ngetan" dan "masantren" yang terkait dengan Syaikhona Kholil.
Baca juga: Sosok Marsinah Aktivis Buruh yang Jasadnya Ditemukan Penuh Luka, Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Ulama kharismatik dari Madura ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK/Tahun 2025, dan penganugerahan dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada 10 November 2025.
Dalam upacara tersebut, Presiden Prabowo memimpin prosesi mengheningkan cipta dan menyampaikan penghormatan kepada para pahlawan yang telah berkorban demi kemerdekaan Indonesia.
"Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia," ujar Prabowo.
Dari sepuluh tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tahun ini, nama Syaikhona Kholil menjadi salah satu yang paling menonjol.
Sosoknya dikenal luas sebagai guru para pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan tokoh penting dalam sejarah Islam Nusantara.
Bagaimana Asal Usul dan Latar Belakang Keluarga Syaikhona Kholil?
Syaikh Kholil lahir sekitar 25 Mei 1835 atau 9 Shafar 1252 Hijriah di Kemayoran, Bangkalan, Madura.
Ayahnya adalah Kiai Haji Abdul Latif, putra Kiai Hamim bin Kiai Abdul Karim.
Menurut sejumlah catatan, Kiai Abdul Karim merupakan keturunan dari Sayyid Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati.
Sementara ibunya, Syarifah Khodijah, juga berasal dari garis keturunan yang sama melalui Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman.
Sejak kecil, Kholil tumbuh dalam lingkungan pesantren. Ayahnya sendiri menjadi guru pertamanya dalam bidang ilmu fikih dan nahwu.
Fikih membekalinya dengan pemahaman hukum Islam, sedangkan ilmu nahwu menjadi dasar penguasaan tata bahasa Arab.
Setelah dinilai cukup matang dalam ilmu dasar, ayahnya mengirim Kholil untuk belajar ke berbagai pesantren di Jawa Timur, termasuk Pesantren Langitan di Tuban, Cangaan di Bangil, Keboncandi, dan Sidogiri.
Ke Mana Syaikhona Kholil Mengembara Menuntut Ilmu?
Pada usia 24 tahun, setelah menikah dengan Nyai Asyik binti Lodra Putih, Syaikh Kholil melanjutkan perjalanannya menuntut ilmu ke Makkah.
Ia menumpang kapal laut menuju Tanah Suci dengan berpuasa sepanjang perjalanan.
Di sana, ia berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, dan Syekh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani.
Sekembalinya ke tanah air, Syaikh Kholil mendirikan pesantren di Jengkebuwen, Bangkalan.
Dari sinilah lahir generasi santri yang kelak berperan besar dalam sejarah bangsa.
Syaikhona Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau 24 April 1925 M, dan dimakamkan di Desa Martajasah, Bangkalan.
Mengapa Syaikhona Kholil Disebut Guru Para Pahlawan Nasional?
Ketua Tim Pengusul Yayasan Kajian Akademik dan Biografi Syaikhona Kholil, Muhaimin, menjelaskan bahwa Syaikhona memiliki peran besar dalam membentuk jaringan ulama dan santri di Nusantara.
Dalam seminar bertajuk Syaikhona Kholil: Pejuang Kultural, Guru Para Pahlawan Nasional pada 14 Oktober 2021, Muhaimin menyebut bahwa Syaikhona adalah sosok ulama yang tidak hanya berperan dalam bidang agama, tetapi juga sosial, pendidikan, dan politik.
"Eksistensi dan kontribusi Syaikhona Muhammad Kholil dalam bidang agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik dan sebagainya sangat besar," kata Muhaimin.
Ia juga menegaskan bahwa jejaring keilmuan Syaikhona membentang dari pesantren-pesantren Jawa hingga ke Haramain, Makkah dan Madinah.
Santri-santri Syaikhona kemudian menjadi tokoh besar dalam sejarah Indonesia.
Di antara mereka adalah pendiri Nahdlatul Ulama dan bahkan Presiden pertama RI, Sukarno.
Catatan manuskrip peninggalannya menunjukkan bahwa Syaikhona menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada para santrinya, dengan mengajarkan bahwa mencintai bangsa adalah bagian dari iman.
Apa Itu Ajaran "Ngetan" dan "Masantren" yang Dikenal dari Syaikhona?
Peneliti Belanda Snouck Hurgronje dan peneliti Jepang Hiroko Horikoshi mencatat tentang ajaran "ngetan" dan "masantren" yang terkait dengan Syaikhona Kholil.
Istilah "ngetan" di kalangan masyarakat Sunda berarti berkelana ke timur untuk belajar agama di pesantren-pesantren Jawa Timur dan Madura.
Hal ini menunjukkan bahwa Syaikhona menjadi magnet keilmuan pada abad ke-19, tempat para santri dari berbagai daerah menimba ilmu agama, terutama ilmu nahwu dan fikih.
"Orang-orang Priangan punya istilah waktu itu ngetan, yang berarti berkelana ke timur, yakni nyantri ke pesantren-pesantren terkenal di Madiun, Surabaya, dan Madura. Belajar ilmu Nahwu di Madura tak lain adalah belajar kepada Syaikhona Muhammad Kholil," jelas Muhaimin. (Kompas.com)
| Penculik Bilqis Bocah 4 Tahun Ternyata Pernah Jadi Honorer di Pemprov |
|
|---|
| Warga Kendal Bersiap Hadapi Musim Hujan: Longsor di Utara, Banjir di Kota, Angin Kencang di Pesisir |
|
|---|
| Kondisi Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta yang Akibatkan 96 Orang Luka, ke TKP Bawa 7 Peledak |
|
|---|
| Aktivis 98 Sebut Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto dan Marsinah Bersamaan Bentuk Absurditas Sejarah |
|
|---|
| Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kurikulum 2013 Kelas 9 SMP/MTs Halaman 113 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251110_PAHLAWAN.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.