Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Keracunan MBG

Efek Domino Banyak Siswa Keracunan MBG, Orangtua Semakin Khawatir, Makanan Jadi Mubadzir

Salah satu wali murid SDIT di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang yang enggan disebutkan namanya, mengaku was-was jika makanan.

kompas
ILUSTRASI MAKAN SIANG - Program makan bergizi gratis (MBG) sudah dimulai pada Senin (6/1/2025). Pemerintah sebelumnya sudah melakukan uji coba pada program yang menjadi andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut. (KOMPAS.COM) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kekhawatiran muncul dari sejumlah orang tua murid terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah.

Salah satu wali murid SDIT di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang yang enggan disebutkan namanya, mengaku was-was jika makanan yang disajikan tidak tahan lama dan berpotensi menimbulkan keracunan.

“Ya sebenarnya khawatir juga anak dapat MBG di sekolah, takut keracunan.

Baca juga: Penyebab Kuasa Hukum Keluarga Aulia Risma Kecewa atas Putusan Hakim di Kasus PPDS Undip

Baca juga: Brosur KUR Bank Mandiri Oktober 2025

Apalagi ada budaya menu makanan, seperti sayur pakai santan, atau sop yang tidak tahan lama,” ujarnya saat berbincang dengan tribunjateng.com, Rabu (1/10/2025) sore.

Menurut dia, jika pemerintah meniru konsep makan bergizi dari luar negeri, semestinya juga memperhatikan menu yang tidak mudah basi sekaligus disukai anak-anak PAUD, TK, hingga SD.

Ia menilai, menu yang tidak tepat justru bisa mubazir.

“Kalau meniru dari Korea atau China harusnya belajar juga menu apa yang tidak mudah basi, dan disukai anak PAUD, TK dan SD.

Tidak membuat menu yang malah jadi mubazir, misal burger, isinya telor dadar atau tempe. Inovasi menu yang buruk,” imbuhnya.

Ia juga menyoroti beberapa jenis makanan seperti mie ayam yang menurutnya tidak cocok untuk program MBG.

“Itu kan makanan yang harus dihidangkan saat panas. Kalau sudah 2-6 jam ya bisa basi atau keracunan,” tegasnya.

Demi keamanan, ia memilih membawakan wadah kosong (lepak) untuk anak-anaknya agar bisa memindahkan makanan jika tidak cocok dengan menu MBG.

“Makanya anak saya, yang besar kelas 1 SD dan anak kedua PAUD di sekolah swasta Ungaran, saya bawain lepak, atau tempat makan kosong.

Gunanya kalau tidak suka dengan menu MBG saya suruh pindah ke lepak itu,” jelasnya.

Lebih jauh, ia berpendapat sebaiknya sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengelola makanan melalui kantin.

“Mending kalau tidak bisa masak, serahkan saja ke sekolah, biar sekolah bisa mengupayakan dengan memberdayakan kantin, makanan bisa hangat, dan dimakan saat istirahat.

Ekonomi warga sekitar pun juga terjaga. Adanya MBG anak-anak juga tidak jajan, usaha kantin oleh warga sekitar juga tidak rugi,” pungkasnya. (*)
 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved