Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Cara Chiko Peroleh Foto Para Korban Video Pornografinya, 4 Siswi SMA di Semarang Korban Paling Parah

Kasus pornografi yang melibatkan Chiko Radityatama alumnus SMAN 11 Semarang masih terus bergulir. Para korban telah melapor

Penulis: Msi | Editor: muslimah
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
KORBAN KONTEN CHIKO - Kuasa hukum korban Chiko pembuat konten Skandal Smanse memberikan keterangan terkait proses hukum kasus ini, di Kota Semarang, Rabu (22/10/2025). Untuk saat ini total ada 15 korban yang telah melapor dan mulai diperiksa Polda Jateng. 

 

Ringkasan Berita:
  • Penyidik mendalami sebanyak empat korban yang terhitung menjadi korban paling parah
  • Empat korban ini wajahnya dipasang ke tubuh orang lain yang telanjang menggunakan aplikasi
  • Sementara untuk korban guru belum melapor

 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus pornografi yang melibatkan Chiko Radityatama alumnus SMAN 11 Semarang masih terus bergulir. Para korban telah melapor dan menjalani pemeriksaan.

Terbaru terungkap sejumlah fakta. Diantaranya bagaimana cara Chiko mendapatkan foto para korban. Ada empat foto dan video yang dinilai paling parah.

Baca juga: Chiko Pelaku Konten Porno AI SMA 11 Semarang Anak Polisi, Polda Jateng: Tak Ada Pengaruhnya

Daftar 15 Daerah yang Dananya Mengendap di Bank Belum Terserap, Bagaimana Jateng?

Kuasa hukum korban mengungkap cara Chiko terduga pelaku kasus pornografi bisa memperoleh foto dari para korban.

Chiko memperoleh foto tersebut dari acara sekolah hingga mengambilnya di media sosial.

Chiko sebelumnya mengedit foto dan video porno menggunakan wajah para pelajar dan guru SMA 11 Semarang dan pelajar SMA dari sekolah lain di Semarang.

Konten berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) ini lantas disebar terduga pelaku ke media sosial hingga menyebabkan para korban merasa dirugikan.

"Kami menduga terduga pelaku memperoleh foto-foto korban untuk diedit dari media sosial tapi adapula dari acara sekolah," kata Kuasa Hukum Korban, Bagas Wahyu Jati kepada Tribun, di kota Semarang, Rabu (22/10/2025).

Ia menyebut, foto korban yang diperoleh terduga pelaku dari acara sekolah saat panitia membagikan dokumentasi foto tersebut ke dalam Google Drive.

Saluran Google Drive tersebut dibagikan agar bisa diambil oleh semua pelajar.

"Kami menduga terduga pelaku mengambil foto dari link tersebut," katanya.

Sementara foto dari pelajar luar SMA 11 Semarang diperoleh terduga pelaku dari media sosial Instagram.

Bagas mengatakan, korban dari luar SMA 11 Semarang mengakui saling mengikuti dengan terduga pelaku di media sosial.

"Namun, adapula korban yang tidak mengenal para pelaku," katanya.

4 Editan paling parah

EDIT PAKAI AI - Chiko alumnus SMAN 11 Semarang mengedit video dan foto tak senonoh menggunakan AI
EDIT PAKAI AI - Chiko alumnus SMAN 11 Semarang mengedit video dan foto tak senonoh menggunakan AI (Istimewa)

Kasus Chiko saat ini masih diselidiki Direktorat Reserse Siber (Ditsiber) Polda Jawa Tengah. Para korban diperiksa penyidik seputar hubungan dengan terduga pelaku dan proses awal mengetahui kasus ini.

"Iya, total korban yang sudah diperiksa sebanyak 7 orang dari total 15 korban yang kami dampingi," kata Bagas Wahyu.

Penyidik membagi pemeriksaan para korban sebanyak dua kali masing-masing pada Senin, 20 Oktober dan Rabu 22 Oktober 2025. Pemeriksaan dilakukan dilakukan di Mako Ditsiber Polda Jateng, Gajahmungkur, Kota Semarang.

Para korban yang berani bersuara dalam kasus ini berusia antara 16-18 tahun terdiri dari pelajar dari SMA Negeri 11 Semarang maupun dari SMA lain di kota Semarang.

Terdapat satu korban saat ini sudah berpindah domisili di Yogyakarta.

Sementara,  guru sekolah yang turut menjadi korban dalam kasus ini sejauh ini belum ikut melapor.

"Korban mayoritas dari SMA 11 Semarang tapi adapula korban dari SMA lain di Kota Semarang," jelas Bagas. 

Ia menyebut, dari para korban yang sudah diperiksa, penyidik mendalami sebanyak empat korban yang terhitung menjadi korban paling parah.

Empat korban ini wajahnya dipasang ke tubuh orang lain yang telanjang menggunakan aplikasi.

"Penyidik fokus pada empat korban ini yang diedit seakan-akan telanjang baik di foto maupun video," ungkapnya.

Kuasa Hukum korban lainnya, Jucka Rhajendra mengatakan, dalam kasus ini telah menyerahkan puluhan  barang bukti pendukung yang telah diserahkan kepada penyidik Ditsiber di antaranya link akun asli yang gunakan oleh terduga pelaku.

Barang bukti itu menunjukkan, terduga pelaku telah membuat akun palsu menggunakan identitas orang lain sejak tahun 2021. Kemudian konten pornografi diposting sejak tahun 2023 sampai 2025.

"Kami ada bukti tangkapan layar, rekam layar dan link asli dari kasus penyebaran konten video pornografi," katanya.

Ia menyebut, para korban pada awalnya kecewa dengan pihak sekolah yang lebih memberikan ruang kepada terduga pelaku daripada para korban.

Perbedaan perlakuan itu dapat dilihat dengan Chiko yang melakukan permintaan maaf di ruang kepala sekolah.

Sementara suara para korban sama sekali tidak didengar. Selepas itu, beberapa korban menghimpun korban lainnya hingga menunjuk kuasa hukum.

Namun,sebelum melakukan pelaporan para korban sudah diminta keterangan oleh polisi.  Proses permintaan keterangan kepada korban di

"Soal pelaporan kasus ini berawal dari patroli siber Ditsiber Polda Jateng lalu turun surat perintah penyelidikan yang ditindaklanjuti penyidik dengan meminta keterangan secara langsung dari para korban, jadi kami tinggal menindaklanjutinya bersama para korban," katanya.

Ia berharap, Ditsiber Polda Jateng bisa memproses kasus ini secara professional dan transparan. Kemudian, dari para korban menginginkan terduga pelaku mendapatkan sanksi baik secara pidana maupun sosial.

"Korban ingin terduga pelaku di-DO (drop out) dari kampusnya," bebernya.

Terduga pelaku memang tercatat sebagai mahasiswa fakultas hukum Universitas Diponegoro Semarang.

Para korban khawatir jika pelaku tidak disanksi tegas maka menjadi pembenaran bagi para pelaku lainnya.

"Kalau kasus ini dilakukan pembiaran bisa muncul pelaku-pelaku lainnya," katanya.

Sementara, Direktur Reserse Siber (Dirressiber) Polda Jateng, Kombes Himawan Sutanto Saragih membenarkan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap para korban konten pornografi tersebut. "Iya betul, kasus ini masih kami tangani, untuk detailnya ke Kabid Humas," katanya. 

ORASI - Siswa SMAN 11 Semarang melakukan orasi di halaman sekolahnya, Senin (20/10/2025). Mereka mengungkapkan kekecewaan terhadap Kepala SMA 11 terkait penanganan kasus penyebarluasan konten pornografi.
ORASI - Siswa SMAN 11 Semarang melakukan orasi di halaman sekolahnya, Senin (20/10/2025). Mereka mengungkapkan kekecewaan terhadap Kepala SMA 11 terkait penanganan kasus penyebarluasan konten pornografi. (Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko)

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula dari tautan viral di X (dulu Twitter) yang menampilkan ribuan foto dan video siswi SMA yang telah dimodifikasi dengan kecerdasan buatan (AI).

Para pemeran foto dan video tak senonoh itu diubah wajahnya menggunakan para pelajar dari sebuah SMA tersebut.

Citra melanjutkan, kasus itu masuk sebagai kasus kekerasan seksual berbasis elektronik lantaran pelaku dengan sengaja mengubah wajah maupun anggota tubuh korban dengan muatan seksual lalu menyebarkannya ke media sosial.

"Harusnya pelaku bisa kena UU ITE dengan ancaman 6 tahun dan UU TPKS bisa 12 tahun," paparnya.

Belakang diketahui, terduga pelaku bernama Chiko alumni SMA tersebut angkatan 2025.

Chiko telah meminta maaf atas perilakunya itu. Melihat fakta ini, Citra menyayangkannya.

Ia menilai, pelaku meskipun sudah meminta maaf tetapi kasus pidananya harus tetap jalan.

"Kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar hukum dengan meminta maaf. Seharusnya proses pidana harus terus jalan," bebernya.

Kendati demikian, Citra mengakui, kasus ini merupakan delik aduan.

Karena itu, proses pidananya harus menunggu laporan dari korban.

"Perlu mendorong korban untuk berani speak up karena mereka juga berhak mendapatkan perlindungan dan pemulihan akibat dari kasus ini," ucapnya.

Citra mendesak kepolisian dan pemerintah harus proaktif terhadap kasus ini.

Polisi bisa menindaklanjutinya dengan ikut menjamin keamanan korban sehingga berani melapor.

Di samping itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak harus melakukan pemulihan psikis para korban.

"Korban bisa didorong untuk berani berbicara dalam kasus ini dan hak-hak pemulihan korban juga harus dipenuhi," ucapnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved