UIN SAIZU Purwokerto
Ketahanan Keluarga sebagai Jalan Moderasi, Belajar dari Komunitas Trikarso
Ketahanan Keluarga sebagai Jalan Moderasi, Belajar dari Komunitas Trikarso
Hal ini merefleksikan Islam kultural sebagaimana dijelaskan oleh Greg Fealy dan Sally White, yakni bentuk ekspresi Islam yang membumi dalam tradisi lokal dan bersifat akomodatif (Fealy & White, 2008: 6).
Pusat kegiatan masyarakat Trikarso tidak hanya di masjid, tetapi juga di kebun jamur, dapur, dan balai desa. Di sanalah mereka berdiskusi, belajar, dan berbagi.
Islam yang dijalani adalah Islam yang menghidupi, bukan sekadar yang diyakini. Praksis inilah yang disebut taqwa sosial: mengintegrasikan iman dengan tindakan nyata.
Model ini menarik karena berangkat dari kekuatan internal warga dan keteladanan harian. Misalnya, ketua kelompok tani jamur memberi pelatihan gratis bagi warga baru dan membagikan bibit tanpa pamrih.
Di lain sisi, keluarga-keluarga di Trikarso juga mempraktikkan gotong royong dan prinsip syura dalam pengambilan keputusan rumah tangga dan komunitas.
Moderasi Beragama sebagai Hasil, Bukan Instruksi
Salah satu kelemahan pendekatan negara dalam membumikan moderasi beragama adalah menjadikannya sebagai proyek top-down.
Masyarakat dijadikan objek dari program, bukan subjek yang berdaya. Di Trikarso, kita justru menyaksikan moderasi tumbuh dari bawah: dari relasi keluarga yang sehat, komunitas yang suportif, dan ekonomi lokal yang adil.
Nilai-nilai Islam seperti ikhlas, tawakal, syura, dan rahmah terwujud dalam kegiatan konkret: berbagi bibit jamur, gotong royong membangun kumbung, hingga menjaga harga agar tetap adil. Tanpa label "program keagamaan", warga menunjukkan keteladanan dan keberlanjutan nilai.
Amartya Sen menyebut pendekatan semacam ini sebagai capability approach (pendekatan kemampuan), yakni menilai kemajuan dari sejauh mana orang memiliki kebebasan nyata untuk hidup sesuai nilai yang mereka anggap penting (Sen, 1999: 18).
Di titik ini, peran negara seharusnya bukan menjadi pengatur utama, tetapi fasilitator proses. Pendekatan partisipatif dan pendampingan berbasis komunitas lebih efektif dalam menghidupkan nilai moderasi karena lahir dari realitas, bukan dari konsep.
Islam Bekerja, Bukan Sekadar Berkata
Di Trikarso, agama bukanlah sistem simbol, tapi jalan hidup yang bekerja. Kerja adalah ibadah, dan ibadah adalah kerja. Doa tak hanya diucapkan di sajadah, tetapi dijalankan di ladang. Solidaritas, kejujuran, dan pembagian hasil yang adil menjadi ijtihad sosial harian.
Model keberagamaan ini sejalan dengan Islam berkemajuan versi Muhammadiyah, dan juga sejiwa dengan nilai rahmatan lil ‘alamin. Namun warga Trikarso tidak menyebutnya demikian. Mereka melakukannya sebagai kelaziman yang dilandasi iman.
Dengan itu, Trikarso membuktikan bahwa moderasi bisa lahir dari ladang, dapur, dan obrolan panen. Paulo Freire menyebut, “Social transformation is only possible when theory and practice come together in critical consciousness” (Transformasi sosial hanya mungkin terjadi ketika teori dan praktik bersatu dalam kesadaran kritis), (Freire, 2005: 66).
Kopma KSM UIN Saizu Sabet Juara 1 dan 3 Lomba Business Plan di Ajang Bergengsi Tingkat Nasional |
![]() |
---|
UIN Saizu dan Asosiasi AI Indonesia Bahas Peluang dan Tantangan Kecerdasan Buatan |
![]() |
---|
Dua Mahasiswa Tadris Matematika UIN Saizu Ukir Prestasi Jadi Pemakalah di IC-MaGeStiC 2025 |
![]() |
---|
Tingkatkan Layanan, Klinik Pratama Isyfina Medika UIN Saizu Gelar Pendampingan Akreditasi Borang |
![]() |
---|
Mahasiswa KPI UIN Saizu Terbitkan Buku Taktik Jitu: Membangun Personal Branding Perusahaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.