Warga Terdampak Pembangunan Kampung Bahari Tambaklorok Semarang Resmi Tempuh Kasasi
Dalam surat panggilan tersebut, Suhaili bersama warga lainnya diharuskan datang mengikuti sidang konsinyasi.
Penulis: m zaenal arifin | Editor: suharno
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Beberapa warga Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah yang terdampak pembangunan Kampung Bahari menolak menghadiri panggilan sidang konsinyasi dari Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang akan digelar Kamis (1/11/2018) besok.
Alasannya, beberapa warga tersebut telah mendaftarkan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung melalui PN Semarang atas gugatan besaran nilai ganti rugi lahan yang diberikan pada 17 Oktober 2018 kemarin dengan nomor registrasi 374/Pdt.P/2018/PN.Smg.
Gugatan kasasi diajukan oleh Ahmad Suhaili, Muchlasin, Achmadi dan Achmad Busairi.
"Ada panggilan dari PN Semarang untuk datang dalam sidang konsinyasi Kamis (1/11/2018). Tapi saya menyatakan menolak dan tidak akan datang. Karena saya ada upaya hukum lanjutan yaitu kasasi," kata Suhaili, Rabu (31/10/2018).
Baca: Diduga Selingkuh, Anggota DPRD Kota Semarang dari PKS Dipecat
Surat panggilan sidang konsinyasi disampaikan juru sita PN Semarang dengan nomor 12/Pdt/Kons/PN.Smg tertanggal Senin (29/10/2018).
Dalam surat panggilan tersebut, Suhaili bersama warga lainnya diharuskan datang mengikuti sidang konsinyasi.
"Saya akan berjuang sampai mendapatkan ganti rugi yang layak. Karena besaran ganti rugi yang diberikan tidak sesuai," ucapnya.
Suhaili meminta, juru sita PN dan Pemkot Semarang tidak melakukan bongkar paksa sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap.
Jika tetap dilakukan pembongkaran di tengah berjalannya upaya kasasi, katanya, itu merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah terhadap warga.
"Kami masih ada upaya hukum lanjutan, jadi tidak boleh bangunan kami dibongkar paksa. Meski sudah ada putusan konsinyasi," jelas Suhaili.
Baca: Puas Berorasi di Balai Kota Semarang, Buruh Geser ke Kantor Gubernur Jateng
Diketahui, DPU Kota Semarang telah mengajukan konsinyasi dengan menitipkan uang ganti rugi lahan yang terdampak pembangunan Kampung Bahari Tambaklorok ke PN Semarang.
Dari 14 warga yang diajukan, 4 di antaranya akhirnya menerim uang ganti rugi. Sehingga tersisa 10 warga yang masih keukeuh menolaknya.
Diungkapkannya, sejak awal proses pembebasan lahan warga, sudah banyak masalah.
Selain masyarakat yang terkena dampak tidak pernah diundang sosialisasi, justru berbagai pertemuan terkait hal itu yang diundang adalah warga yang tidak terdampak.
Keberatan yang disampaikannya berkaitan dengan dua hal, yaitu pelaksanaan pembangunan jalan menuju Kampung Bahari Tambaklorok yang tidak sesuai dengan detail enginering design (DED) dan nilai ganti rugi yang tidak sesuai.
Terkait pembangunan jalan, ia menjelaskan, rencana awal jalan akan dibangun dengan lebar 7 meter.
Kemudian ada pemberitahuan lagi jika pembangunan jalan menjadi 12 meter.
Setelah sekian lama, beredar informasi jika lebar jalan menjadi 20 meter dan dikenakan sisi kiri jalan semua.
Sedangkan terkait ganti rugi lahan, tokonya yang sudah berdiri 38 tahun di tepi jalan Tambaklorok tersebut hanya diharga Rp 688 juta.
Harga itu dirasa sangat kecil mengingat besarnya bangunan toko dan merupakan bangunan yang terdampak langsung jalan.
"Jelas itu kurang dan sangat kecil. Warga yang lain bangunan kecil dan terdampak hanya bagian saja dapat Rp 500 jutaan. Lha toko saya itu besar. Harusnya ganti rugi itu yang masuk akal," imbuhnya.
Baca: Satpol PP Tertibkan 20 Bangunan Semi Permanen di Dermaga Tambaklorok
Kuasa hukum warga Tambaklorok, Jucka Rajendra Septeria Handry mengatakan, gugatan didaftarkan atas nama empat warga yang menolak uang ganti rugi.
Mereka yaitu Ahmad Suhaili, Muchlasin, Achmadi, dan Achmad Busairi.
"Dalam hal ini DPU sebagai instansi yang membutuhkan tanah, ada tahapan yang tidak dipenuhi yaitu sosialisasi. Sehingga klien kami yang minim pengetahuan hukum, justru dimanfaatkan dan dirugikan," ujarnya.
Rajendra menambahkan, warga belum pernah menerima hasil kesepakatan dalam musyawarah maupun secara resmi menerima berita acara kesepakatan dalam musyawarah yang dilakukan DPU Kota Semarang terkait ganti rugi lahan.
Bahkan, hingga saat ini warga dengan tegas menyatakan tidak menerima besaran ganti rugi lahan yang ditawarkan DPU Kota Semarang.
Akan tetapi, sebagian besar bangunan rumah dan toko yang terdampak jalan, sudah dibongkar dan rata tanah.
"Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, disebutkan jika tidak terjadi kesepakatan mengenai besaran ganti kerugian maka warga dapat mengajukan keberatan," jelasnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, Iswar Aminudin mengatakan, proses pembebasan lahan telah dilakukan sesuai prosedur.
Bahkan, besaran ganti rugi lahan juga sudah sesuai dengan nilai appraisal.
"Ganti rugi sudah sesuai appraisal. Sehingga nilainya sudah sesuai. Kalau warga keberatan dan mengajukan ke Pengadilan, apalagi kami juga sudah mengajukan konsinyasi, biar pengadilan saja yang memutuskan," katanya. (*)