Anak Berkebutuhan Khusus Membatik - Siswa SLB Mutiara Bangsa Kendal Ini Bisa Temukan Ketenangan
Membekali keterampilan bagi siswa berkebutuhan khusus untuk kehidupan lanjutan, dibentukprogram mingguan, yakni membatik di SLB Mutiara Bangsa Kendal.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Tidak ada keterbatasan yang membatasi karya.
Begitu kiranya penggambaran para siswa berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Mutiara Bangsa Kabupaten Kendal.
Ahmad Priyadi (26) misalnya, siswa yang juga asisten di SLB Mutiara Bangsa Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal itu.
Saat ditemui Tribunjateng.com, Rabu (22/1/2020), Ahmad sedang asyik mencanting batik di ruang aula atas SLB tersebut.
• 1 Februari, Latihan Perdana PSIS di Stadion Citarum Semarang
• 12 Tahun Berlalu, Pasar Rejosari Makin Tidak Jelas, Diusulkan DPRD Salatiga Gunakan Hak Interpelasi
Tampak goresan-goresan ujung canting membuat pola pohon cengkeh.
Pada kain putih itulah, tangan Ahmad terampil secara santai meski sebagai siswa berkebutuhan khusus.
Kata Ahmad, lewat kesibukan mencanting dirinya belajar arti sebuah ketenangan dan kefokusan terhadap sesuatu.
Lewat batik itulah Ahmad bisa menghasilkan pundi-pundi Rupiah untuk membantu operasional SLB dan bekal hidupnya.
"Saya baru 4 tahun belajar mencanting. Ini sibuk saya," jelasnya, Rabu (22/1/2020).
Ahmad merupakan satu di antara 32 siswa SLB Mutiara Bangsa Kabupaten Kendal.
Ia termasuk siswa yang cerdas, meski kategori berkebutuhan khusus.
Ia siswa terampil dalam bidang mencanting yang digalakkan manajemen SLB.
• Tarif Parkir di Kota Tegal Bikin Kesal Pengendara, Aturan Cuma Rp 1.000, Jukir Mintanya Rp 2.000
• Mahasiswi di Kudus Diciduk Polisi Karena Nyabu, Alasannya Lagi Stres Kerjakan Skripsi
Hana Dwi Prasetyaningsih, koordinator membatik SLB Mutiara Bangsa Kabupaten Kendal itu mengatakan, membekali keterampilan bagi siswa-siswinya untuk kehidupan lanjutan, pihaknya membentuk program mingguan bersama, yakni membatik.
Di rumah sederhana itu 6 tenaga pendidik secara engan teliti mengajarkan siswanya mencanting.
Berangkat dari penggunaan pewarna sintesis, anak didiknya diajarkan pula penggunaan pewarna ramah lingkungan.
"Awalnya kami kesulitan buang limbahnya. Ketemu dengan orang Limbangan Kendal belajar 1 bulan pewarna alami."
'Ada kayu mahoni, buah dan akar pace, kelakar mangrove, buah joho, manggis dan beberapa benda alam lainnya."
"Karena tidak semua jenis pewarna alam bisa konsisten dengan kain," jelas Hana.
• Launching Festival Kuliner Kota Semarang, Jalan Depok Ditutup Jumat Sore
• Awas Antraks, Dispertan Salatiga Gerak Cepat, Nunuk Dartini: Sapi Masuk Salatiga Harus Diperiksa
Program membatik biasa dilakukan setiap Kamis siang.
Tema yang diambil guna motifnya kerapkali dari flora fauna di lingkungan sekitar.
SLB yang berdiri sejak 2012 lalu itu mengharuskan semua siswanya belajar membatik.
Pihaknya berharap dapat menjadi bekal para siswa berkebutuhan khusus dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.
"Kami ada beberapa klasifikasi kelas seperti kelas tuna rungu, tuna netra, grahita, down syndrome, autism, hingga kelas bermain."
"Mereka masuk 5 hari dalam sepekan, Senin hingga Jumat," jelasnya.
• Tahun Ini Ditarget 2 Juta Pengunjung, Disparpora Batang Kencangkan Promosi Wisata
• Pernikahan Dini di Karanganyar Bikin Geleng Kepala, Belum Sebulan Ada 30 Pengajuan Dispensasi Nikah
Empat Negara
Dalam kurun waktu 2 tahun proses pembelajaran, siswa SLB Mutiara Bangsa Kabupaten Kendal mampu menghasilkan puluhan produk batik.
Sejumlah pameran hingga ke luar kota juga pernah diikuti.
Bermodalkan pameran dan getok tular antar warga, karya batik anak SLB kini sudah sampai di 4 negara yakni Belgia, Amerika, Belanda, dan Jepang.
Batik terlarisnya yang diminati para turis adalah Indigo Vera.
Sebuah produk kain batik yang diwarnai menggunakan daun indigo, sejenis tanaman perdu yang tumbuh di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal.
• Penjual Es Puter Semarang Terancam Hukuman Mati, Tertangkap Edarkan Sabu Total 100 Gram Lebih
• Kisah Nyata: Pernikahan Hanya Berumur 12 Hari, Suami Suka Tidur di Depan TV dan Suami Ngaku Trauma
Harga yang dibanderol pun bervariatif.
Untuk kelas nasional, 1 potong kain batik dihargai mulai Rp 75 ribu hingga Rp 500 ribu.
Sedangkan skala internasional berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta.
Hasil dari jual batik itu, kata Hana, dikembalikan lagi kepada SLB serta digunakan sebagai bantuan operasional sekolah (BOS).
Mengingat sekolah tersebut merupakan sekolah swasta di perdesaan, yang jauh dari perkotaan.
"Jadi Mutiara Bangsa Kabupaten Kendal ini motonya second home untuk anak-anak."
"Mimpinya lewat batiklah anak-anak punya harga diri. Bisa menjalani hidup dengan batik."
"Batik ekspresi alam, semua anak dengan cirinya masing-masing mempunyai ekspresi sendiri yang dituangkan dalam karya batik."
"Semoga tetap istiqomah," ujarnya. (Saiful Ma'sum)
• Wanita Lulusan S2 Dihina karena Nikahi Sopir Truk, Ternyata Gaji Suami 5 Kali Lebih Besar
• Putri Delina Unggah Video Terakhir Bersama Ibunda di Malam Tahun Baru, Lina: yang Penting Momennya