Wabah Virus Corona
Bagaimana Nasib Karyawan Pabrik di Jawa Tengah Saat Ini? Ini Tanggapan Disnakertrans Jateng
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertans) Jawa Tengah, Sakina Rosselani, mengatakan, sudah banyak mendapatkan laporan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Sejumlah perusahaan di Jateng sudah menyampaikan keluhan dan persoalan yang dihadapi belakangan ini kepada Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah.
Kondisi berat itu disampaikan kepada Disnakertrans, terutama disebabkan oleh dampak pandemi Corona-19.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertans) Jawa Tengah, Sakina Rosselani, mengatakan, sudah banyak mendapatkan laporan dari banyak perusahaan di Jawa Tengah.
Laporan yang masuk di antaranya kekurangan bahan baku, tidak bisa ekspor karena negara tujuan lockdown, dan lainnya.
"Ada juga yang mengatakan tidak bisa mendatangkan tenaga ahli, karena rata-rata berasal dari luar negeri dan tidak diizinkan masuk.
• MUI Jateng Isyaratkan Peniadaan Salat Jumat Lagi Pekan Ini
• Antisipasi Mudik Lebaran 2020, Jokowi akan Terapkan Darurat Sipil
• BERITA LENGKAP: Pemerintah dan DPR Sepakat Dana Pilkada untuk TanganiCovid-19
Permintaan turun dan tidak bisa ekspor ke negara China, maka butuh waktu untuk mengalihkan tujuan ekspor," jelasnya.
Saat ini sebanyak 160 Petugas Fungsional Pengawas Tenaga Kerja dan instansi terkait, sedang melakukan pendataan perusahaan yang berdampak langsung kepada pekerjanya.
Namun perusahaan yang masih melakukan operasional, memberlakukan beberapa strategi.
"Strateginya, pembagian shift kerja, pekerja dirumahkan, pekerja tidak lembur, dan mengurangi jam kerja," imbuhnya.
Sakina menegaskan hampir semua sektor perusahaan mengalami dampak penurunan penjualan. Terutama untuk perusahaan yang rutin melakukan ekspor ke China, maupun negara yang sedang dalam masa lockdown.
"Bila perusahaan terus mengalami penurunan permintaan, maka salah satu opsinya pekerja akan dirumahkan.
Tapi pengupahan tetap harus dilakukan selama masa karantina, yang sudah tertuang dalam SE Menteri Ketenagakerjaan RI tanggal 17 Maret No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kegiatan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19," papar Sakina.
Banyak pekerja yang khawatir dengan kondisi saat ini akan berdampak pada THR yang diberikan saat hari Idulfitri nanti.
Namun, Sakina memastikan akan terus melakukan komunikasi dengan pengusaha dan pekerja untuk mendorong pengusaha dapat memenuhi kewajibannya.
"Maksud kami semua pihak harus saling membantu. Antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Sehingga nanti akan ada win-win solution untuk pemberian THR," tuturnya.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, telah melakukan beberapa langkah strategis menghadapi dampak Covid-19.
Di antaranya relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21), relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor), relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25), dan terakhir relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Dengan harapan beberapa relaksasi tersebut bisa meringankan beban pengusaha di tengah pandemi Covid-19 yang sudah mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Tentunya, kami juga akan kawal terus hak-hak yang harus diterima pekerja selama masa tanggap darurat Covid-19," terang Sakina.
Sebagaimana Surat Edaran Menaker RI kepada seluruh Gubernur di Indonesia. Surat bernomor M/3/HK.04/III/2020 itu, berisi tentang perlindungan pekerja atau buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan Covid-19.
Ada dua poin yang ditekankan oleh pemerintah terkait dunia industri. Pertama mengupayakan pencegahan penyebaran dan penanganan kasus terkait Covid-19 di lingkungan kerja.
Yang kedua, melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait pandemi Covid-19.
Di dalam poin kedua, berisi empat perintah yang harus dilaksanakan oleh perusahaan kepada pekerjanya selama masa pandemi Covid-19.
Pertama, bagi buruh atau pekerja yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP) Covid-19 berdasarkan keterangan dokter, sehingga tidak dapat masuk kerja selama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
Kedua, bagi pekerja atau buruh yang dikategorikan kasus suspek Covid-19 dan dikarantina atau diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karatina/isolasi.
Ketiga, bagi pekerja atau buruh yang tidak masuk kerja karena sakit Covid-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Terakhir, bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. (tim)