Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Dijuluki Profesor Mangrove, Sururi Tiap Tahun Sukarela Bantu 40 Mahasiswa Penelitian Skripsi

Bagi kalangan akademisi lingkungan di kota Semarang terutama yang konsen di bidang mangrove tidak asing dengan Sururi (62) warga Kelurahan Mangunharjo

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muh radlis

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Bagi kalangan akademisi lingkungan di kota Semarang terutama yang konsen di bidang mangrove tidak asing dengan Sururi (62) warga Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang.

Dia dikenal sebagai profesor mangrove, sebutan itu disematkan lantaran kegigihan Sururi dalam menyelamatkan pesisir di wilayahnya.

Ketika Tribunjateng.com menyambangi rumahnya, Ayah enam anak itu sedang bersantai di ruang tamu rumahnya.

M Nuh Pemenang Lelang Motor Listrik Jokowi Rp 2,550 M Tidak Ditangkap, Ternyata Bukan Pengusaha

2,5 Jam Mencari Rumah Bu Imas, Anggota DPR Ini Tak Kuasa Menahan Sedih saat Sampai, Ini Janjinya

Keringat Keluar Saat Tidur Malam? Bukan Karena Suhu Panas, Bisa Jadi Sebagai Tanda Sakit Ini

Tetap Memeluknya saat Meregang Nyawa, Terungkap untuk Siapa Seikat Bunga yang Dibawa Okta

Di ruangan tersebut tampak ratusan plakat penghargaan atas nama Sururi.

Di pojok ruangan tepat di atas dan samping rak buku terdapat 14 sampel bibit mangrove dari jenis Bruguiera, Avicennia dan Rhizopora.

"Menurut saya sebutan profesor mangrove itu berlebihan, meskipun saya sudah berkecimpung di dunia pesisir selama 30 tahun.

Saya lebih suka dikenal sebagai petani mangrove saja," terang Sururi (62) kepada Tribunjateng.com, Kamis (21/5/2020).

Sosok sederhana tersebut, sudah mulai menanam bibit mangrove sejak tahun 1997 hingga sekarang.

Semangat tersebut dilakukan Sururi lantaran melihat kondisi wilayah perkampungannya mulai terkikis oleh abrasi pantai yang terhitung parah di tahun 1995.

Menurutnya, ketika kondisi itu dibiarkan saja maka diprediksi wilayah pesisir di Mangunharjo akan hilang.

"Sebagai petani tambak di tahun 1997 saya kehilangan mata pencarian karena abrasi itu sehingga saya memilih tanam mangrove agar abrasi tidak makin parah," terangnya.

Bahkan ketika itu, jarak antara rumahnya di Rt 1 Rw 1 Mangunharjo dengan pesisir hanya berjarak 500 meter.

Prihatin akan kondisi tersebut dia lantas memilih menanam mangrove.

Sururi tidak sendiri,dia didampingi Profesor Sudharto dari Universitas Diponegoro.

Berbagai kendala dihadapi dalam upaya melawan abrasi pantai tersebut.

"Banyak kendala baik dari tanggapan warga yang memandang sebelah mata sampai teknis penanaman mangrove," jelasnya.

Hasil kerja keras Sururi mulai tampak di tahun 2002 yang ditandai mulai terjadinya penyusutan pantai.

Tahun berikutnya ketika mulai dipasang sabuk pantai, pohon magrove bisa lebih hidup.

Ketika tanaman mangrove terus menunjukan progres semakin baik, Sururi kembali mengalami kesulitan di tahun 2007.

Pasalnya saat itu terhentinya dukungan dana dari pemerintah.

Setelah terus berupaya, beruntung niatnya untuk menyelamatkan pesisir mendapatkan dukungan dari satu perusahaan besar melalui program CSR.

"Dari saat itu hingga sekarang perusahaan itu membantu saya sehingga saya akui porsi peran dari CSR sangat besar dibandingkan dari pemerintah," ungkapnya.

Setelah bertahun-tahun bekerja keras menyelamatkan pesisir, lanjut Sururi, pesisir pantai Mangunharjo sudah ditanami mangrove sepanjang 2.700 meter dari total garis pantai tersebut sepanjang 3.400 meter.

Manfaatnya wilayah di empat kelurahan masing-masing Mangunharjo, Mangkang Wetan, Mangkang Kulom dan Randu Garut bebas dari ancaman abrasi pantai.

"Sekira 80 persen wilayah pesisir Mangunharjo sudah ada tanaman mangrove. Kami akan terus menanaman hingga seluruh wilayah tersebut dapat ditumbuhi mangrove," jelasnya.

Sururi menilai keputusannya untuk menanam mangrove di wilayah pesisir adalah keputusan tepat.

Dulu jarak rumahnya dengan pesisir tinggal 500 meter. Deburan ombak begitu jelas terdengar.

Kini setelah ditanami mangrove jarak rumahnya dengan pantai sudah sejauh 1,2 kilometer.

"Mungkin kalau tidak ditanami mangrove wilayah sini akan seperti Demak yang hilang wilayah pesisirnya karena tergerus abrasi.

Tentu yang akan menjadi korban adalah warga pesisir itu sendiri," katanya.

Dari sepak terjang itulah, Sururi dekat dengan para akademisi dan mahasiswa dari berbagai Universitas dalam dan luar negeri.

Menurut Sururi, pernah diminta sharing pengalamannya di hadapan para mahasiswa.

Dalam forum itu, dia berbagi pengalaman terkait ekosistem mangrove di Magister Ilmu Lingkungan Undip Semarang.

Tidak hanya itu, kawasan mangrove di Mangunharjo menjadi obyek penelitian oleh para mahasiswa berbagai Universitas.

"Setahun paling banyak 40 mahasiswa melakukan penelitian mangrove di sini," katanya. (iwn)

Sebelum Sandang Bintang 2 di Pundak, Kapolda Jateng Mutasi Banyak Kombes

Dalam 3 Hari 122 Manusia Karung Terjaring Razia, Kebanyakan Warga Luar Kota Semarang

Kerja Sama dengan Gojek, 4 Pasar Tradisional di Karanganyar Layani Pembelian Lewat Aplikasi

Ayah dan Anak Terduga Teroris Jaringan JAD di Batang Ditangkap Densus 88

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved