Kisah Warga Korut yang Ingin Mengubah Nasib di Korsel, Jika Tidak Bisa Adaptasi Bisa Mati Kelaparan
Kisah seorang yang ingin mengubah hidup dari tinggal di Korea Utara ke Korea Selatan menjadi gambaran perbedaan ideologi kedua negara tersebut.
TRIBUNJATENG.COM, KOREA - Kisah seorang yang ingin mengubah hidup dari tinggal di Korea Utara ke Korea Selatan menjadi gambaran perbedaan ideologi kedua negara tersebut.
Saking bedanya pandangan, bahkan masyarakatnya harus melakukan adaptasi yang tidak biasa dari Korea Utara ke Korea Selatan.
Jika tidak bisa melalui adaptasi itu beberapa bahkan ditemukan mati kelaparan hingga tidak mendapatkan pekerjaan.
Jika sudah begitu kembali ke Korea Utara bukanlah menjadi solusi, pasalnya mereka bisa saja dianggap sebagai penghianat.
Baca juga: Pria Korea Bilang Wajah Wanita Indonesia Jelek, Diserbu Netizen +62: Im Sorry Please Stop It
Baca juga: Sinopsis Drakor Reply 1988 Episode 4 Drama Korea Tayang di NET Pukul 16.15 WIB
Baca juga: Sinopsis Drakor Reply 1988 Episode 3 Drama Korea Tayang di NET Pukul 16.15 WIB
Baca juga: Kronologi Viral Video TKA Korea Tendang Karyawan Lokal yang Lagi Makan, Perusahaan Memecatnya
Bagi Kim Ji-young, tiba di Korea Selatan pada usia 31 tahun setelah pelarian yang sulit dari Korea Utara terasa "seperti mimpi".
Namun kegembiraannya saat tiba di Korsel bersama ibu dan tiga orang sepupunya pada Maret 2013 lalu segera memudar seiring dengan masa penyesuaian yang sulit.
Setiap hari membawa tantangan baru dan keluarga itu tidak mengenal siapa pun.
"Ada banyak perbedaan budaya... kami harus memulai dari awal lagi," katanya.
Kim adalah satu dari ribuan pembelot yang berhasil melarikan diri dari kehidupan terisolasi di bawah kepemimpinan diktator.
Tetapi bagi mereka yang telah melarikan diri, memulai hidup baru di Korsel hanyalah langkah pertama.
Banyak dari mereka yang harus mempelajari hal-hal mendasar dalam kehidupan di tengah masyarakat berteknologi tinggi dan demokratis, mulai dari menggunakan kartu bank hingga memahami cara kerja perwakilan pemerintah.
Apa yang terjadi ketika mereka tiba?
Awalnya, para pembelot menjalani masa penyelidikan dan tanya jawab dengan dinas intelijen.
"Lalu ada tiga bulan di sebuah lembaga bernama Hanawon, sebuah fasilitas pendidikan pemukiman kembali yang dijalankan oleh pemerintah Korea Selatan," kata Sokeel Park, direktur Korea Selatan untuk Kebebasan di Korea Utara.
"Ini adalah sekolah berdurasi tiga bulan."