Liputan Khusus
Liputan Khusus : Pasien Covid Kesulitan Cari Plasma Konvalesen, Inilah Penjelasannya
Beberapa pasien akut Covid-19 yang menjalani perawatan kemudian meninggal dunia, salah satunya disebabkan oleh keterlambatan memperoleh donor darah
Baca juga: Remaja Belum Lancar Mengemudi Bawa Kabur Mobil Saudara Tabrak 9 Orang di Bekasi
Baca juga: Netanyahu Tegaskan Serangan Israel Ke Gaza Akan Terus Berlanjut
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Beberapa pasien akut Covid-19 yang menjalani perawatan kemudian meninggal dunia, salah satunya disebabkan oleh keterlambatan memperoleh donor darah plasma konvalesen.
Selain karena darah hasil donor plasma konvalesen itu mahal harganya, juga sulit didapat alias sangat terbatas. Terapi plasma konvalesen terbukti efektif apabila diberikan di waktu dan kondisi yang tepat.
Banyak pasien sembuh berkat plasma konvalesen. Tribunjateng.com melakukan penelusuran mengapa stok terbatas, langka dan harga mahal.
PMI Kota Semarang menyebut, sejak awal pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu sudah mengalami kesulitan pendonor plasma konvalesen. Karena tidak semua penyintas covid (mantan pasien positif) bisa menjadi pendonor plasma konvalesen.
Menurut Kepala UUD PMI Kota Semarang, dr. Anna Kartika, minimnya data penyintas covid juga menjadi kendala tersendiri bagi PMI untuk mencari pendonor plasma konvalesen.
Selain itu, ada pula beberapa penyintas yang takut dengan jarum dan trauma setelah sembuh dari covid.
"Yang paling sulit bagi kami, tidak semua penyintas bisa memenuhi syarat sebagai donor plasma konvalesen. Karena titer antibodi covid dari pendonor banyak yang tidak masuk kriteria. Padahal, titer minimal 1:160, terutama untuk penyintas covid tanpa gejala," terangnya.
Sejak awal pandemi hingga saat ini, UUD PMI Kota Semarang sudah melayani kurang lebih 1.340 kantong plasma konvalesen yang didapat dari 600 pendonor. Sebanyak 1.340 kantong plasma konvalesen tersebut disebar di beberapa rumah sakit. Tidak hanya di Kota Semarang saja.
"Sebab, tidak semua PMI bisa melayani plasma konvalesen. Di Indonesia, hanya ada 42 PMI saja yang bisa melayani plasma konvalesen. Termasuk salah satunya UUD PMI Kota Semarang. Maka, kebutuhan plasma konvalesen tak hanya diberikan kepada pasien yang ada di rumah sakit dalam kota saja. Tapi termasuk luar kota juga," bebernya.
Baca juga: Siswi SMP Dirudapaksa Pencuri saat Sedang Asyik Main TikTok di Rumah
Rincian Biaya
Untuk bisa mendapatkan satu kantong plasma konvalesen di PMI, pasien perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.250.000 dengan volume 200 ml. Maka, apabila satu pasien butuh dua kolf (1 kolf=500cc), setidaknya harus mengeluarkan biaya total Rp 11.250.000.
"Biaya tersebut dikeluarkan sebagai pengganti bahan habis pakai. Seperti kit apheresis, kantong darah, satelit, dan lainnya. Termasuk pemeriksaan donor, ada Hb, titer antibodi, IMLTD, skrining antibodi, dan lainnya. Serta biaya-biaya yang keluar saat pengolahan plasma konvalesen," terang dr. Anna.
Donor plasma konvalesen tidak seperti donor darah biasa. Perlu diketahui, petugas PMI harus menggunakan alat apheresis. Yaitu alat yang hanya bisa mengambil plasmanya saja. Sedangkan komponen darah yang lainnya akan masuk kembali ke tubuh pendonor.
"Proses pengambilan plasma memakan waktu kurang lebih satu jam. Perlu dilakukan pemeriksaan awal sebelum pengambilan plasma. Untuk sekali donor, pendonor diambil plasmanya sekitar 400 hingga 600 ml.
Pendonor juga masih bisa donor kembali setelah dua minggu. Namun syaratnya harus terpenuhi. Plasma konvalesen hanya bisa disimpan pada suhu minus 30 derajat celcius dan dapat disimpan selama setahun," imbuhnya.
