OPINI
OPINI Haris Zaky Mubarak : PPKM dan Urgensi Ketahanan Sosial
PEMERINTAH telah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 2 Agustus 2021
Oleh Haris Zaky Mubarak, MA
Direktur Jaringan Studi Indonesia
PEMERINTAH telah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 2 Agustus 2021 menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Para pedagang yang merasa terhambat mencari nafkah secara tegas menolak PPKM. Begitu juga pekerja swasta yang menolak PPKM karena berdampak masifnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai akibat ketidakmampuan perusahaan tak sanggup membayar gaji mereka.
Situasi tampak makin rumit saat masyarakat menyaksikan secara langsung longgarnya pintu masuk orang asing, bahkan saat PPKM pun masih ada saja pekerja asing Cina yang mudah masuk kerja pada sektor yang harusnya mendapatkan pembatasan sosial.
Pemerintah Indonesia dianggap pilih kasih karena lebih mengutamakan pekerja asing daripada warga negaranya sendiri. Karena di tengah tingginya PHK terhadap pekerja dalam negeri, kegelisahan masyarakat terhadap tekanan ekonomi dan ketahanan hidup keluarga jelas menjadi hal yang tak dapat ditutup-tutupi.
Jika tidak bekerja dan berjualan maka bagaimana mampu memberikan biaya hidup anak dan istri. Kondisi inilah yang membuat terjadinya gejolak dan sikap pembangkangan sebagian masyarakat terhadap aturan PPKM. Karena itu, Pemerintah harus cepat dalam memberikan antisipasi supaya kebijakan PPKM ini tak berdampak buruk bagi ruang ketahanan hidup masyarakat secara umum.
Tekanan Ekonomi
Derasnya gelombang PHK akibat dampak besar dari pandemi Covid-19 memberikan implikasi yang serius bagi peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Dalam data terbaru BPR RI, jumlah pengangguran di Indonesia telah mencapai 8,75 Juta orang per Februari 2021.
Jika dianalisis, angka pengangguran ini meningkat drastis 26,26 % dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yakni sebesar 6,93 juta orang. Hal ini jelas tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena jika kenaikan angka ini terus menerus dibiarkan, maka berpotensi memunculkan krisis sosial politik yang besar di tengah masyarakat seperti halnya kerusuhan massal, peningkatan kriminalitas hingga melemahnya legitimasi pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Krisis sosial politik dapat terjadi bila kondisi psikis masyarakat berada dalam situasi tak menentu dan disertai rasa putus asa yang sangat tinggi.Terlebih saat masyarakat merasa cemas dengan kondisi pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai. Tekanan meningkatnya beban hidup jelas akan membuat masyarakat menjadi mudah terprovokasi dan berbuat anarkis yang merugikan masyarakat umum.
Di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini, Pemerintah harus memastikan ketahanan sosial masyarakat. Utamanya memberikan pelayanan terbaik, menyangkut ketersediaan obat, oksigen dan juga ketersediaan rumah sakit. Di sisi lain, Pemerintah harus siap memberikan bantalan ekonomi secepat mungkin melalui bantuan sosial, stimulus ekonomi, optimalisasi pemberian subsidi, dan pembukaan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya.
Di tengah pandemi Covid-19 yang menghadirkan banyak krisis multidimensi, pemerintah juga harus mempercepat aliran distribusi vaksinasi ke seluruh daerah Indonesia sebagai ikhtiar utama dalam menyelesaikan wabah pandemi Covid - 19.
Membangun ketahanan imunitas masyarakat melalui vaksinasi tentu mempercepat pemulihan ekonomi secara nasional. Apalagi jika didukung dengan target vaksinasi massal Covid-19 sebesar 3 juta dosis per hari, maka vaksinasi ini akan mempercepat pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia, apalagi hal itu didukung dengan konsistensi “3T” (testing, tracing, treatment) dan optimalisasi protokol kesehatan secara masif kepada masyarakat maka upaya tersebut akan menciptakan ekosistem ketahanan hidup masyarakat .
Jaring Pengaman Sosial
Tujuan dari PPKM adalah untuk menekan terjadinya mobilitas sosial yang tinggi dari masyarakat. Melalui pembatasan mobilitas, maka diharapkan kenaikan kasus Covid 19 dapat mereda.
Data kesehatan terbaru menunjukkan, kebijakan PPKM mampu mengurangi kepadatan mobilitas sosial masyarakat sebesar 30% yang berarti dapat mengurangi potensi terjadinya kenaikan kasus pandemi Covid-19.
Apalagi angka ini masih belum mencapai target penurunan mobilitas yang diharapkan oleh pemerintah, mengingat PPKM baru dapat dikatakan berhasil jika menekan mobilitas sosial masyarakat hingga di atas 50%. (Kemenkes RI, 2021).
Namun meskipun tujuan PPKM ini baik, tapi tak dapat dielakkan jika pemberlakuan PPKM ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsumsi masyarakat sehingga berdampak serius bagi turunnya angka pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Ketatnya penerapan PPKM dalam mengatasi penyebaran Covid-19, membawa Bank Indonesia ikut menurunkan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dari yang awalnya 4,1 -5,1% menjadi 3,8%. (Bank Indonesia, 2021).
Dalam analisa Bank Indonesia, sektor usaha yang sangat terpengaruh dampak besar pandemi adalah sektor pariwisata, transportasi, ritel, UMKM serta pedagang kaki lima (PKL) yang memberi respon yang negatif bagi ekskalasi ekonomi pada lapisan kelas menengah dan kelas bawah Indonesia.
Meski demikian, Bank Indonesia memperkirakan dampak buruk dari PPKM terhadap perekonomian tidak lebih dalam jika dibandingkan dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah pada 2020 yang lalu, karena beberapa sektor esensial saat ini masih diperbolehkan beroperasi dengan menerapkan secara ketat aturan protokol kesehatan.
Selama diberlakukannya PPKM, pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat terdampak. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga harus dapat menyalurkan sejumlah bantuan sosial sebagai jarring pengaman sosial bagi ketahanan hidup masyarakat.
Hingga saat ini total ada sebanyak 12 program bantuan yang disalurkan pemerintah. Beberapa di antaranya melalui program bantuan yang sudah ada sebelumnya, seperti bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), diskon tarif listrik PLN, Paket Sembako, dan bantuan sosial tunai (BST).
Terbaru, pemerintah akan membagikan bantuan subsidi gaji (BSU) sebesar Rp. 1 juta yang sempat terhenti pada awal tahun, termasuk melanjutkan program Kartu Prakerja.
Awasi ketat
Selain itu, anggaran kesehatan mengalami kenaikan dari Rp.172,84 T menjadi Rp. 193,93 T.Selanjutnya, pemerintah juga melakukan realokasi dukungan UMKM dan korporasi dari yang awalnya Rp.193,74 T menjadi Rp. 171,77 T, serta menaikkan insentif usaha dari Rp. 56,73 T menjadi Rp.62,83 T.
Secara umum, strategi perlindungan sosial dan insentif ini dilakukan demi membantu ketahanan ekonomi masyarakat, terutama kalangan masyarakat yang sangat terdampak dengan adanya kebijakan PPKM. Karena itu, pemerintah perlu terus mengawasi penyerapan bantuan sosial tersebut agar benar-benar diterima masyarakat yang terdampak.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati memprediksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2021 akan mampu tumbuh sekitar 3 ,1-3,3 persen. (Kemenkeu RI, 2021). Hal ini mengacu pada data ekonomi periode ini yang menunjukkan perbaikan,walaupun pada kuartal pertama sempat berada pada level minus 0,78 persen. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada semester II ini sangat bergantung kepada kenaikan kasus dan efektivitas dari kebijakan PPKM.
Secara detail, pemerintah harus memperkuat jaring pengaman sosial bagi masyarakat. Tak hanya pada formulasi skema, dalam tataran pengawasan praktis juga perlu diperhatikan serius oleh pemerintah. Termasuk mempersiapkan APBN yang efektif bagi ruang pemulihan ekonomi dan efektivitas penanganan Covid-19.
Harapannya, stabilitas nasional akan dapat dipertahankan dan kita dapat segera keluar dari jeratan krisis wabah pandemi Covid-19. (*)
Baca juga: OPINI Haris Zaky Mubarak : Pasar Tradisional Era New Normal
Baca juga: OPINI Haris Zaky Mubarak : Arti Pancasila di Tengah Pandemi
Baca juga: OPINI Beni Setia : Sungai dan Kita
Baca juga: OPINI Djoko Subinarto : Laptop Merah Putih