Fokus
Fokus: Awas! Predator Anak di Sekitar Kita
Tahun 2023 dibuka dengan kabar yang membuat hati kita sesak. Sedikitnya, 21 anak laki-laki di Kabupaten Batang menjadi korban percabulan. Pelakunya, p
Penulis: rika irawati | Editor: m nur huda
Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Rika Irawati
TRIBUNJATENG.COM - Tahun 2023 dibuka dengan kabar yang membuat hati kita sesak. Sedikitnya, 21 anak laki-laki di Kabupaten Batang menjadi korban percabulan. Pelakunya, pemuda yang biasa mengajar mengaji sekaligus melatih bermain rebana berinisial AM (29).
Polres Batang memperkirakan, jumlah korban bisa terus bertambah. Polisi, Pemkab Batang, serta pemerintah kelurahan membuat posko pengaduan. Posko ini memudahkan orangtua korban melaporkan tindak asusila yang mungkin dialami buah hati mereka.
Polres dan Pemkab Batang juga menerjunkan tim melakukan pendampingan psikologis untuk para korban. Apalagi, para korban masih belia. Bahkan, ada yang berusia 4 atau lima tahun. Dikhawatirkan, pengalaman ini akan panjang mengendap dalam pikiran mereka sehingga menimbulkan trauma.
Kasus tersebut, kini masih dalam penyelidikan Satreskrim Polres Batang. Kapolres Batang AKBP M Irwan Susanto mengatakan, pihaknya mempertimbangkan penggunaan Perppu No 1 Tahun 2016 untuk menjerat AM. Peraturan tersebut mengancam pelaku dengan hukuman kebiri.
Belum tuntas kasus ini ditangani, kabar lain tentang percabulan anak datang dari Kabupaten Banyumas. Empat kakek di Kota Satria itu tega menyetubuhi anak 12 tahun. Bahkan, sang anak kini tengah hamil 3 bulan.
Keempat pelaku merupakan tetangga korban. Mereka merayu korban dengan imbalan uang, nominalnya Rp3.000 hingga Rp20 ribu. Tindakan asusila ini dilakukan para pelaku sejak 2022. Saat ini, kasus tersebut masih dalam penanganan Polresta Banyumas.
Tak hanya predator seksual. Predator anak juga mengancam lewat penculikan dengan motif lain. Kasus Malika, misalnya, penculik mengeksploitasi Malika menjadi pemulung. Sementara, di Semarang, motif pelaku penculikan masih didalami.
Para pelaku yang merupakan orang dewasa, tentu sudah mengetahui konsekuensi dari perbuatan mereka. Mereka bertanggung jawab penuh atas keputusan yang mereka ambil, keputusan melakukan atau tidak.
Sementara, anak-anak yang menjadi korban, secara mandiri, belum mampu penuh melindungi diri sendiri dari para predator itu. Ini menjadi tugas bersama untuk menjaga. Tak hanya orangtua, guru, tetapi juga menjadi lingkungan anak tersebut.
Juga, pemerintah yang membuat sistem perlindungan anak. Sejumlah kota dan kabupaten berlomba meraih predikat 'Ramah Anak'. Sayangnya, tak banyak program pencegahan kekerasan dan perundungan pada anak yang nyata dirasakan anak-anak di wilayah tersebut. Program itu seolah hanya menjadi sistem di atas kertas agar nilai meraih predikat 'Ramah Anak', tinggi.
Aplikasi Jogo Konco atau Jaga Teman, misalnya. Aplikasi milik Pemprov Jawa Tengan ini dibuat untuk memudahkan anak melapor tindak kekerasan yang mereka atau teman mereka alami kepada lembaga perlindungan anak.
Namun, aplikasi yang diluncurkan pada Festival Anak Jawa Tengah 2022 di Banyumas, 27 Juli 2022 itu tak familiar di kalangan anak-anak atau pelajar yang merupakan sasaran. Bahkan, mungkin, aplikasi ini hanya diketahui oleh anak-anak yang mengikuti acara peluncuran.
Upaya melindungi anak dari kejahatan seksual atau kekerasan lain, harus benar-benar menjadi prioritas. Jika anak adalah anugerah terindah, sudah seharusnya kita menjaga dangan sungguh-sungguh kehidupan mereka. (*tribun jateng cetak)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.