Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Ardi Pratama : Biodiesel B35 Dorong Resiliensi atau Picu Inflasi?

Lembar pertama kalender 2023 telah habis. Kertas putih bertuliskan Januari telah dirobek dan berganti ke lembar berikutnya, Februari.

zoom-inlihat foto OPINI Ardi Pratama : Biodiesel B35 Dorong Resiliensi atau Picu Inflasi?
Tribunnews
Biodiesel

Oleh Ardi Pratama 

Kepala Seksi Kehumasan KPwBI Purwokerto

Lembar pertama kalender 2023 telah habis. Kertas putih bertuliskan Januari telah dirobek dan berganti ke lembar berikutnya, Februari.

Seperti biasa, seorang pemuda millenial yang senantiasa mengawali hari dengan menatap layar telepon pintarnya menggulung layar mencari berita untuk memenuhi nafsu akalnya.

Gerakan naik-turun jempol yang tidak genap lima kali jumlahnya terhenti pada satu informasi yang membuat waktu seakan berhenti sejenak.

Dalam informasi itu tertulis bahwa Indonesia resmi menggunakan campuran 35 persen biodiesel pada BBM jenis solar per 1 Februari 2023 atau populer dengan istilah B35.

Adanya B35 menandai langkah berani Indonesia untuk meningkatkan penggunaan campuran nabati pada jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi yaitu Solar.

Menggantikan B20 yang sebelumnya akrab di masyarakat dan telah cukup lama eksis tanpa masalah berarti, kebijakan B35 sudah pasti memicu tanya di tengah-tengah masyarakat.

Kita tahu bahwa campuran biodiesel pada bahan bakar Solar diperoleh dari hasil olahan minyak kelapa sawit yang merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia.

Tapi, kita juga tahu bahwa minyak kelapa sawit ini dibutuhkan masyarakat sebagai minyak goreng yang sehari-hari dikonsumsi masyarakat Indonesia dan merupakan bahan dapur yang wajib ada terutama menjelang Ramadhan yang kurang dari 60 hari lagi.

Melihat fakta ini, tentu masyarakat bertanya-tanya. Apakah B35 ini benar-benar sesuai dengan kita?

Apakah B35 ini akan menyaingi pasokan minyak sawit yang harusnya bisa dipakai sebagai bahan minyak goreng? Apakah harga minyak goreng akan menjadi mahal karena pasokannya berkurang?

Pengambilan kebijakan B35 oleh pemerintah tentu bukanlah sebuah keputusan asal-asalan. Sesuai namanya, B35 atau Biodiesel 35 % ditujukan untuk jenis BBM solar yang merupakan bahan bakar mesin diesel.

Di Indonesia, total konsumsi jenis bahan bakar Solar merupakan yang tertinggi mengalahkan total konsumsi bahan bakar jenis bensin RON 88 s.d. RON 95 sekalipun.

Fakta ini didukung oleh data Ditjen Minyak dan Gas Bumi yang dikemas dalam Statistik Minyak dan Gas Bumi yang dirilis tahunan. Berdasarkan data tahun 2021, kilang-kilang minyak dalam negeri memproduksi setidaknya 130,5 juta barel High Speed Diesel atau Minyak Solar 48.

Sementara itu, masih terdapat impor untuk jenis minyak yang sama sebanyak 3,2 juta kiloliter. Data tersebut menunjukkan betapa tingginya kebutuhan Indonesia terhadap bahan bakar jenis Solar.

Keputusan pemerintah menerapkan B35 sejalan dengan hal tersebut. Pemerintah bersama dengan ilmuwan-ilmuwan terbaik bangsa ini ingin memberikan solusi agar Indonesia dapat memiliki resiliensi terhadap bahan bakar minyak jenis Solar dengan cara memanfaatkan sumber bahan bakar nabati yang dimilikinya.

Tidak berhenti pada cita-cita agar Indonesia memiliki resiliensi yang baik dalam aspek bahan bakar, pemerintah juga ingin meningkatkan nilai tambah pada produk-produk hilirisasi minyak kelapa sawit.

Melalui kebijakan B35 ini, sejumlah praktisi di berbagai belahan dunia juga dikonfirmasi kaget dan menganggap Indonesia sebagai negara yang berani mengambil langkah ekstrim mengingat belum ada negara lain yang menerapkan campuran biodiesel sampai dengan 35 % untuk bahan bakar komersial.

Di sisi lain, sekitar 1 tahun yang lalu sempat terjadi fenomena kenaikan harga minyak goreng cukup fantastis di berbagai daerah di Indonesia. Kenaikan harga minyak goreng yang mencapai Rp25.000,-/liter tersebut selanjutnya diketahui sebagai dampak kelangkaan pasokan.

Minyak kelapa sawit yang biasanya digunakan sebagai bahan baku produksi minyak goreng belakangan lari ke luar negeri akibat permintaan yang naik drastis disusul dengan kenaikan harga dalam negeri yang tinggi.

Selain itu, kapasitas produksi kebun-kebun kelapa sawit juga sempat menurun pada waktu-waktu tersebut yang membuat krisis minyak goreng terjadi berlarut-larut.

Berangkat dari fakta ini, Indonesia semestinya paham bahwa implementasi kebijakan B35 harus diiringi dengan kapasitas produksi minyak kelapa sawit agar harga minyak goreng yang merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia tidak lantas melambung tinggi tersaingi kebutuhan bahan baku B35.

Berbicara tentang kapasitas produksi kelapa sawit tentu erat kaitannya dengan luasan lahan kelapa sawit di Indonesia. Dilansir dari data Kementerian Pertanian, luasan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 16,4 juta hektare.

Angka tersebut meningkat lebih dari 1 juta hektare atau sekitar 6 % dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 15,1 juta hektare. Melihat data ini, kita tentu tidak perlu khawatir akan kecukupan pasokan bahan baku minyak kelapa sawit.

Jika dilihat trennya, jumlah luasan kebun kelapa sawit akan terus meningkat pada tahun 2023 hingga tahun-tahun mendatang. Dengan demikian issue kenaikan harga minyak goreng seharusnya dapat diantisipasi dan tidak menjadi momok untuk masyarakat.

Selain peningkatan luas lahan produktif kelapa sawit, ada keyakinan bahwa pemerintah akan memperketat kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sehingga pasokan minyak sawit ke dalam negeri akan diprioritaskan oleh para produsen kelapa sawit.(*)

Baca juga: Siapa Telpon Ambulans untuk Bawa Hasya yang Ditabrak Pensiunan Polri? Ojol: Tanda Tangan pun Saya

Baca juga: Bisnis Susu Sapi Perah di Kudus Kian Menjanjikan, Zaenal Kembangkan Sapi Perah hingga 29 Ekor

Baca juga: Duloh Sempat Berhubungan Badan dengan Noneng Mertua Wowon Sebelum Membunuhnya

Baca juga: Pemkab Karanganyar Dukung Gerakan Pemasangan Patok Serentak, Antisipasi Konflik Tanah

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved