WIsata Religi
Kisah Masjid 'Saka Tunggal' Banyumas, Ada Sejak 1288 Dibangun Sebelum Era Walisongo
Dinamakan Masjid Saka Tunggal, karena hanya mempunyai saka tunggal (tiang penyangga satu). Tiang penyangga utama berada di tengah bangunan utama ma
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Masjid Saka Tunggal.
Nama aslinya Masjid Baitussalam.
Dinamakan Masjid Saka Tunggal, karena hanya mempunyai saka tunggal (tiang penyangga satu).
Tiang penyangga utama berada di tengah bangunan utama masjid.
Saka itu memiliki empat sayap.
Saka juga dlindungi dengan kaca guna melindungi sentuhan jahil tangan pengunjung.
Terdapat bagian tulisan tahun pendirian masjid tersebut.
Berdasarkan prasasti yang terukir di saka tunggal, tertulis masjid didirikan tahun 1288 M.
Luas ukuran Masjid sekira 12 x 18 meter.
Diklaim menjadi satu-satunya masjid di pulau Jawa yang dibangun jauh sebelum era Wali Songo.
Banyak yang mempercayai Masjid Saka Tunggal yang berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas menjadi salah satu masjid tertua di Indonesia.
Bentuk bangunan masjid sangat unik, lain dari pada masjid pada umumnya.
Beratapkan ijuk serta sebagian dindingnya dari anyaman bambu.
Kalau berkunjung kesana suasana sekitar masjid begitu kental nuansa pedesaan.
Kanan dan kirinya dikelilingi perbukitan tempat tinggal para kera liar.
Sejarah Masjid Saka tunggal senantiasa terkait dengan Tokoh penyebar Islam di Cikakak, bernama Mbah Mustolih yang hidup dalam Kesultanan Mataram Kuno.
Tidak heran bila unsur Kejawen masih melekat.
Dalam syiar Islam yang dilakukan, Mbah Mustolih menjadikan Cikakak sebagai tempat ditandai pembangunan masjid dengan tiang tunggal tersebut.
Beliau dimakamkan tak jauh dari Masjid Saka Tunggal.
Serangkaian tradisi masih sering dilaksakan di Masjid Saka Tunggal.
Seperti Zikir dan melantunkan kidung jawa.
Misalnya selama menunggu waktu salat Jumat, para jamaah masjid Saka Tunggal berzikir dan bershalawat dengan nada seperti melantunkan kidung jawa.
Sampai saat ini Masjid Saka Tunggal tidak menggunakan pengeras suara.
Meski demikian suara azan yang dilantunkan oleh empat muazin sekaligus, tetap terdengar begitu lantang dan merdu dari masjid ini.
Salah satu keunikan Saka Tunggal adalah empat helai sayap dari kayu di tengah saka.
Juru Kunci Masjid Saka Tunggal, Sulam (50) mengatakan empat sayap yang menempel di saka tersebut melambangkan 'papat kiblat lima pancer', atau empat mata angin dan satu pusat.
Papat kiblat lima pancer berarti manusia sebagai pancer dikelilingi empat mata angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi.
"Saka tunggal itu perlambang bahwa orang hidup ini seperti alif, harus lurus.
Jangan bengkok, jangan nakal, jangan berbohong.
Kalau bengkok, maka bukan lagi manusia," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (23/3/2023).
Menurut juru kunci, Saka guru yang menjadi tiang utama masjid sama sekali tidak pernah direnovasi.
Keaslian yang masih terpelihara terlihat dari ornamen di ruang utama, khususnya di mimbar khotbah dan imam.
Ada dua ukiran di kayu yang bergambar nyala sinar matahari.
Gambar seperti ini banyak ditemukan pada bangunan-bangunan kuno era Singasari dan Majapahit.
Kekhasan yang lain adalah atap dari ijuk kelapa berwarna hitam.
Atap seperti ini mengingatkan bangunan pura zaman Majapahit atau tempat ibadah umat Hindu di Bali.
Tempat wudu pun juga masih bernuansa zaman awal didirikan meskipun dindingnya sudah diganti dengan tembok.
Sejak tahun 1965 masjid ini sudah dua kali dipugar.
Selain dinding tembok, juga diberi dinding anyaman bambu serta lapisan atap seng, Meski sebagian dinding telah direhab dengan tembok, tetapi arsitektur masjid tetap tidak diubah.
Sehingga tidak ada perbedaan bentuk yang berarti dari awal berdiri hingga sekarang.
Sedangkan tiang dari kayu jati yang menopang bangunan utama masjid dengan ukuran masih terlihat begitu kokoh.
Selama ratusan tahun berdiri, warga dan jamaah di Cikakak sama sekali tidak mengganti bangunan utama yang ada di tempat itu
Kecuali hanya membangun tembok sekeliling masjid sebagai penopang.
Barang lainnya yang sampai sekarang masih tetap rapi dan dipelihara di antaranya adalah bedug, kentongan, mimbar masjid, tongkat khatib dan tempat wudlu.
Sebagaimana tertulis dalam papan peringatan di sekitar masjid, tertulis bahwa, Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Desa Cikakak, Kabupaten Banyumas merupakan Benda Cagar Budaya.
Disisi lain keberadaan Masjid Saka Tunggal identik dengan munculnya para kera liar.
Dikatakan dibangunnya masjid berbarengan pula dengan keberadaan kera-kera itu.
"Warga di sini sudah terbiasa dengan kera-kera meskipun kadang terganggu tapi dibiarkan begitu saja.
Keberadaan kera ini juga sebagai pembelajaran agar peka terhadap lingkungan dan alam," terangnya.
Sulam menuturkan jumlah kera yang berada di area Masjid ada sekira 100 ekor.
Tetapi karena banyak komunitas baru kera yang baru jumlahnya bisa mungkin 500 di luar Saka Tunggal, dan masih di Desa Cikakak.
Keberadaan Masjid Saka Tunggal kerap didatangi oleh tokoh-tokoh daerah, hingga nasional.
Biasanya mereka melakukan kunjungan kegiatan dan masuk masjid Saka Tunggal.
(Tribunbanyumas/jti)
Dibangun Pada 1546, Masjid Laweyan Jadi Masjid Tertua di Kota Surakarta |
![]() |
---|
Masjid Jami Nur Nganguk Wali Kudus, Dahulu Jadi Tempat Pertemuan Para Walisongo |
![]() |
---|
Menyerap Hikmah Sejarah Hidup Syekh Ahmad Mutamakkin di Museum Kajen Pati |
![]() |
---|
Ribuan Orang Ziarahi Makam Waliyullah Kyai Hasan Munadi Nyatnyono |
![]() |
---|
Pembangunan Wisata Religi KH Soleh Darat di Bergota Semarang Akan Mulai Maret Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.