Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kyai Cabuli Santriwati di Semarang

Uang BMT Ditilep Pimpinan Ponpes di Semarang, Slamet Merugi Hingga Rp 130 Juta

Warga Tandang Kecamatan Tembalang ini mengalami kerugian hingga Rp 100 juta akibat investasi di lembaga keuangan BMT Khasanah yang dikelola Muh Anwar.

|
Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
Slamet Prihatin (baju biru) tertipu dengan pimpinan pondok pesantren di Kota Semarang. Ia kehilangan uang Rp 130 juta akibat investasi di BMT dan pembayaran uang sekolah anaknya ditilep oleh sang kiai, di kantor AJI Semarang, Rabu (6/9/2023). 

"Merujuk UU Perlindungan Anak yang mana tokoh agama melakukan kekerasan seksual selain mendapatkan ancaman 15 tahun akan mendapatkan tambahan hukuman sepertiga sehingga ancaman hukuman bisa maksimal bisa 20 tahun," paparnya.

Psikolog UPTD PPA DP3A Kota Semarang, Iis Amalia mengatakan, kasus ini bermula saat korban Mawar (bukan nama sebenarnya) usia 15 tahun mengalami kasus kekerasan seksual sebanyak 3 kali.

Korban adalah anak santri dari tersangka.

Orangtua korban biasa belajar agama ke tersangka sehingga korban dititipkan ke tersangka untuk mengaji dan sekolah.

"Tersangka dikenal sebagai walisantri yang mencarikan sekolah."

"Jadi setiap santri nanti akan dicarikan sekolah sebelum itu mereka mondok dulu di pesantren tersebut yang berada di Lempongsari dan Rejosari," katanya.

Korban Mawar mendapatkan kekerasan seksual berupa persetubuhan di lingkungan pondok pesantren dan sebuah hotel di kota Semarang di rentang 2020 sampai 2021.

Selepas itu, korban diberangkatkan sekolah ke Kabupaten Malang.

Korban baru berani speak up selepas mendengar ternyata ada korban lainnya yakni FA, ST, TI, IR, dan TK,

"Korban yang dilaporkan satu karena korban lainnya tidak berani melaporkan mungkin karena ada tekanan-tekanan tertentu," tuturnya.

Baca juga: Jelang Laga Timnas Indonesia Vs Turkmenistan, Shin Tae-yong Kembali Panggil Pemain PSIS Semarang

Ia mengatakan, modus tersangka membawa embel-embel agama yakni dengan dalih ketika korban tidak menuruti kemauan tersangka maka dicap durhaka.

Sedangkan ke korban perempuan dewasa, biasanya dengan modus mujahadah dengan cara bersetubuh.

"Hasil pemeriksaan kami, para korban alami depresi kecemasan, trauma," jelasnya.

Pihaknya menyakini korban lebih banyak hanya saja banyak korban yang memilih diam.

"Kami datangi beberapa korban tetapi mereka tidak bersedia takut ancaman, takut ketahuan oleh keluarganya," imbuhnya.

Mantan jemaah Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi Semarang, Slamet Prihatin (56) mengatakan, pesantren tersebut berdiri sejak 5 tahun lalu.

"Ada dua di Rejosari Semarang Timur dan Lempongsari Gajahmungkur."

"Informasinya pesantren tidak ada izinnya," tandasnya. (*)

Baca juga: Sinergi Kilang Cilacap dengan Lanal Wujudkan Sungai Bersih

Baca juga: Kronologi Bupati Sukoharjo Diteror Pria Misterius Menenteng Pedang Tulisan Arab

Baca juga: Tingkatkan Kenyamanan, Harris Hotel Sentraland Semarang Lakukan Pembaruan Pengalaman Menginap Tamu

Baca juga: Wali Kota Tegal Harap Pj Gubernur Jateng Lanjutkan Pembangunan di Era Ganjar Pranowo

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved