Berita Wonosobo
Potret Kerukunan 3 Agama di Desa Kaliputih Wonosobo, Tanamkan Nilai-nilai Toleransi Sejak Dini
Praktik-praktik moderasi beragama di Kabupaten Wonosobo dapat tercermin pada sebuah desa di Kecamatan Selomerto
Penulis: Imah Masitoh | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Praktik-praktik moderasi beragama di Kabupaten Wonosobo dapat tercermin pada sebuah desa di Kecamatan Selomerto.
Kerukunan antar umat beragama tergambar jelas di kehidupan nyata masyarakat Desa Kaliputih, Kecamatan Selomerto, Wonosobo.
Perbedaan agama yang dianut masyarakatnya tidak menjadikannya perpecahan. Terbukti tiga agama berbeda di dalamnya, Islam, Kristen, dan Buddha mampu hidup berdampingan sedari dulu.
Bahkan, rumah ibadah masing-masing agama berdiri di tengah permukiman warga yang belum tentu penganutnya. Ada empat masjid, dua gereja, dan satu wihara di desa tersebut. Beberapa diantaranya memiliki jarak berdekatan antar rumah ibadah.
Seperti halnya Gereja GKJ di Dusun Banjaran desa setempat, berdiri di tengah rumah-rumah warga yang mayoritas beragama Islam.

Salah seorang warga bernama Sutarjo yang rumahnya hanya beberapa langkah dari gereja mengungkapkan, warga di tempatnya begitu toleran.
"Baik-baik saja tidak ada masalah. Bahkan misalnya gereja ada kegiatan orang-orang di sini membantu, ataupun saat acara perayaan kita juga diundang. Begitu sebaliknya saat umat muslim ada acara tertentu," ucapnya, Selasa (19/12/2023).
Hal serupa juga tergambar di Dusun Kaliputih desa setempat, Masjid Al-Hikmah sebagai tempat ibadah umat muslim hanya berjarak sekitar 86 meter dari Gereja Pantekosta Kaliputih sebagai peribadatan umat kristiani.
Persentase penganut agama Islam dan Kristen hampir seimbang di Dusun Kaliputih. Mereka hidup berdampingan dalam keseharian.
Imam Masjid Al-Hikmah sekaligus Ustadz TPQ Al-Hikmah dusun setempat, Hatomas Musyafa mengatakan, nilai-nilai toleransi sudah ditanamkan sejak dini di Dusun Kaliputih.
"Di TPQ ini toleransi diutamakan dan ditanamkan dari usia dini, saya tekankan kepada anak-anak. Alhamdulilah agama Islam di Kaliputih toleransinya nomor satu bisa jadi contoh yang lain," terangnya.

Cerita kehangatan kerukunan antar warga di Dusun Kaliputih juga disampaikan seorang pendatang asal Gunung Kidul Yogyakarta bernama Maryam Sumartinah yang beragama Kristen. Maryam menginjakan kaki di Desa Kaliputih pada tahun 1986.
Selama 37 tahun lamanya ia mengaku tidak pernah terjadi adanya gejolak konflik agama di Dusun Kaliputih yang ditempatinya hingga saat ini.
Beberapa usaha yang dirintisnya sejak dahulu bahkan mampu memberdayakan warga setempat dengan latar belakang agama yang berbeda.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati Putih yang didirikannya memiliki anggota baik beragama Kristen, Islam, ataupun Buddha. Mereka memiliki tujuan bersama mengangkat sektor pertanian desa setempat dengan produk rempah-rempah yang diolahnya.
"Kita saling menghormati, tidak ada milah-milah. Saat hari raya saling mengucapkan. Kalau orang muslim ada sedekah kita juga ada berbagi kasih dengan berbagi bingkisan paket saat hari raya. Kita semua sama, yang membedakan saya ke gereja mereka ke masjid atau wihara," jelasnya.
Sementara itu, lokasi rumah ibadah umat buddhis di Desa Kaliputih berada di Dusun Jlegong, berjarak sekitar 1 kilometer dari kantor desa setempat.
Selain agama Buddha, di Dusun Jlegong sebagian masyarakatnya beragama Islam. Dusun ini terkenal dengan produsen kripik RMD yang sudah terkenal di Wonosobo.
Kepala Desa Kaliputih, Parminto menjelaskan, desanya memiliki kemajemukan agama yang harus selalu dijaga kerukunannya.
Penduduk desanya yang mayoritas tani, sudah paham betul terkait praktik-praktik moderasi beragama di masyarakat.

Ia menjelaskan sekitar 10 persen penduduk Desa Kaliputih beragama Buddha, 25-30 persen beragama Kristen, dan sisanya beragama Islam.
"Kristen kisaran 40 an keluarga, Buddha 10 keluarga, dan selebihnya muslim. Desa Kaliputih ada 4 dusun, Dusun Diwek muslim semua, sementara Dusun Kaliputih, Dusun Banjaran, dan Dusun Jlegong beragam agama," jelasnya.
Kades Kaliputih mengatakan, masyarakat desanya menjalankan aktivitas sosial sehari-hari tanpa melihat latar belakang agama masing-masing. Dalam berbagai hal masyarakat membaur satu sama lain hingga tidak terlihat perbedaan diantara mereka.
Tidak perlu berbicara dalam lingkup desa, beberapa keluarga di Desa Kaliputih juga menganut keyakinan yang berbeda dalam satu keluarga.
"Antara agama Buddha dengan Kristen dan Islam seolah olah tidak ada bedanya. Umat kristiani pakai jilbab ya biasa, yang muslim ngga pakai peci ya ngga papa, mengucapkan salam kepada non muslim ya biasa," ucapnya.
Menariknya, di Desa Kaliputih hanya ada satu pemakaman yang digunakan seluruh masyarakat desa tanpa terkecuali. Jika ada salah satu warga yang meninggal prosesi pemakaman juga dibantu satu sama lain termasuk umat muslim, buddhis, ataupun kristiani.
Kebersamaan juga ditunjukkan saat hari-hari besar keagamaan, secara bergantian mereka turut serta membantu dalam hal keamanan selama berjalannya peribadatan. Begitu juga contoh lain saat Idulfitri, seusai salat ied di masjid, umat nasrani dan buddhis akan menjemput di depan masjid dan sepanjang jalan untuk saling bersalam-salaman.
Tidak hanya kegiatan keagamaan, tradisi budaya juga menjadi media perekat antar umat beragama di Desa Kaliputih.
Tradisi Grebeg Sura yang berlangsung setahun sekali pada bulan Muharram dirayakan bersama dengan kirab gunungan hasil bumi. Gunungan tersebut dikirab sepanjang jalan hingga desa sekitar untuk dibagikan ke warga sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Desa Kaliputih kepada Tuhan.
"Pelaksanaan Grebeg Sura, tidak harus tanggal satu Sura. Kita cari hari yang sekiranya tidak ada kegiatan peribadatan agama di desa. Sehingga semua warga bisa mengikuti," imbuhnya.
Selain itu acara Agustusan juga melibatkan semua warga desa, baik kepanitiaan ataupun peserta semua berpartisipasi.
Tingginya nilai moderasi beragama di Desa Kaliputih, menjadikannya tempat tujuan berbagai daerah guna melihat langsung potret kerukunan umat beragama di sini.
"Pernah ada momen kita kedatangan tamu dari Kabupaten Kulon Progo mereka ingin tahu. Kita sambut dengan sebuah lagu yang memiliki syair menggambarkan keberagaman dan persatuan di sini," ungkapnya.
Kepala Desa menambahkan, pemerintah desa senantiasa terus menjaga kerukunan umat bergama di desanya dimulai dari hal-hal kecil. Antara lain menggelar acara bersama dengan melihat momentum yang tidak sampai menggangu aktivitas keagamaan, melestarikan gotong royong yang sudah mengakar, pemberian bantuan kepada masing-masing rumah ibadah tanpa membeda-bedakan. (ima)
Bendera One Piece Banyak Dicari, Pedagang Musiman di Wonosobo Pilih Tak Jual karena Risiko |
![]() |
---|
PGRI Wonosobo Sampaikan Aspirasi 5 Hari Sekolah, Harap Ada Kebijakan yang Seragam |
![]() |
---|
Lembaga Keagamaan Wonosobo Tolak Penerapan Sekolah 5 Hari, Khawatir Ganggu Jadwal Ngaji |
![]() |
---|
Menuju Kabupaten Sehat, Wonosobo Fokus Perbaiki Indikator dan Lengkapi Data Dukung |
![]() |
---|
Perolehan Bulan Dana PMI Wonosobo 2025 Naik 20 Persen, Capai Rp1,9 Miliar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.