Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

KHR Asnawi Disebut Sosok Perintis Kemerdekaan dan Penggerak Nasionalisme, Ini Beberapa Buktinya

Menurut Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Kudus, Abdul Jalil, KHR Asnawi merupakan sosok penggerak dan perintis kemerdekaan dan penggerak nasionalisme.

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/RIFQI GOZALI
Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Kudus, Abdul Jalil. 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Sosok KHR Asnawi dinilai sebagai sosok perintis kemerdekaan dan penggerak nasionalisme.

Sepak terjangnya semasa hidup di antaranya yaitu pernah aktif di Laskar Hizbullah di Kudus.

Pada era agresi militer di wilayah Pegunungan Muria merupakan salah satu sasaran serangan saat agresi militer pertama.

Menurut Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Kudus, Abdul Jalil, KHR Asnawi merupakan sosok penggerak dan perintis perlawanan kala itu.

“Pilihan kami adalah penggerak nasionalisme, masuk dalam kategori perintis kemerdekaan,” kata Abdul Jalil yang juga sebagai wakil ketua tim peneliti dan pengkaji pengajuan gelar pahlawan nasional KHR Asnawi.

Baca juga: Banjir di Demak Belum Juga Surut, Sudah 1.542 Jiwa Telah Dievakuasi Ke Kudus

Baca juga: Bhayangkari Polres Kudus Serahkan Bantuan Korban Banjir Karanganyar Demak

Perlawanan atas penjajah sudah ada di dalam diri KHR Asnawi sejak masih belajar di Makkah.

Dari sana dia aktif sebagai komisaris Sarekat Islam (SI) Makkah pada 1912.

Sepulangnya dari Makkah, dia menjadi penasihat SI di Kudus pada 1916.

“Saat di Kudus menjadi penasihat SI waktu itu ketua SI Kudus Haji Djoepri seorang pengusaha rokok kretek,” kata Abdul Jalil kepada Tribunjateng.com, Minggu(11/2/2024).

Saat KHR Asnawi menjadi tokoh SI Kudus sempat terjadi pergolakan antara pribumi dan etnis Tionghoa.

Sebelumnya agar tidak terjadi insiden yang sarat akan konflik sara tersebut KHR Asnawi telah mengirim surat kepada salah seorang letnan dari keturunan Tionghoa.

Isi suratnya yaitu agar rombongan pawai Twa Pek Kong tidak melintas di jalan yang saat itu digunakan untuk keperluan perluasan Masjid Menara Kudus.

Namun surat itu tak diindahkan, akhirnya konflik pun terjadi.

Konflik itu bagi Jalil merupakan bagian dari kebijakan politik kolonial yang menganaktirikan pribumi.

Kebijakan yang menempatkan pribumi sebagai kelompok terendah pun akhirnya mendapat perlawanan.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved