Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Program Eliminasi TBC di Pati Masih Hadapi Kendala, Banyak Warga Kontak Erat Menolak Diterapi

Penanganan Tuberkulosis (TB/TBC) di Kabupaten Pati menghadapi sejumlah kendala, antara lain munculnya penolakan warga yang menjadi kontak erat penderi

net
ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM, PATI -- Penanganan Tuberkulosis (TB/TBC) di Kabupaten Pati menghadapi sejumlah kendala, antara lain munculnya penolakan warga yang menjadi kontak erat penderita untuk mendapat Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT), hingga banyaknya kader yang tidak aktif.

Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Pati, Joko Leksono Widodo mengatakan, TPT mestinya diberikan kepada orang di sekitar penderita positif TBC yang kontak erat.
Namun, hal itu susah dilakukan, karena yang diobati adalah orang yang sehat. Selain itu, penolakan juga banyak terjadi lantaran jangka waktu terapi boleh dibilang tidak sebentar, yakni mencapai 6 bulan.

"Kadang ada penolakan, tidak sakit, tidak positif TBC, kok diobati. Padahal, program ini agar tidak terular. Apalagi, menurut penelitian, delapan sampai 10 orang di sekitar (penderita TBC-Red) akan tertular," katanya, dalam rapat koordinasi program eliminasi Tuberkulosis, di Ruang Kembangjoyo Setda Kabupaten Pati, pekan lalu.

Joko menuturkan, banyaknya kader dari komunitas penanggulangan TBC, yakni Mentari Sehat Indonesia (MSI) yang tidak aktif juga jadi kendala. Padahal, keberadaan mereka diyakini bisa sangat membantu dalam pencegahan TBC.

"Masalahnya, ada yang aktif dan ada yang tidak. Kalau yang aktif biasanya dia tulus, tidak punya pekerjaan lain yang mengganggu, artinya ada waktu luang. Biasanya dia awet," ujarnya.

Dia menambahkan, pertimbangan finansial menjadi satu alasan utama banyaknya jumlah kader tidak aktif. Misalnya di Batangan dan Juwana. Joko menyatakan, diukur dari penghasilan, di sana bekerja di sektor perikanan lebih menjanjikan secara finansial ketimbang menjadi kader.

"Jadi tenaga tukang rajungan sehari bisa dapat ratusan ribu, sementara kader cuma Rp 60 ribu. Tapi itu secara material. Kami harap masyarakat masih punya niat baik, tulus menjadi kader seperti di kecamatan-kecamatan lain," ucapnya.

Lewat pertemuan itu, Joko berharap bisa mengevaluasi dan mengoordinasikan kebijakan pencegahan dan penanggulangan TBC bersama komunitas MSI. "Bagaimana penanggulangan TBC tidak hanya melibatkan petugas kesehatan, melainkan juga kader, utamanya kader MSI," tuturnya.

Ia berujar, penanggulangan TBC tidak bisa dianggap remeh. Apalagi, temuan kasus di Pati masih cukup tinggi. Angka meninggal dunia dalam waktu setahun masih ratusan. Ia berharap pada 2025 angka itu bisa turun setidaknya separuhnya.

Kader mundur

Koordinator Program TBC Yayasan MSI Kabupaten Pati, M Yasir Al Imron tidak memungkiri banyak kadernya yang "muntaber" alias mundur tanpa berita, setelah dilatih, sehingga mereka tidak menjalankan program.

"Kader yang sudah kami latih sejak 2015 ada sekitar 150 orang, yang aktif sekarang tinggal sekitar 50-60 orang," bebernya.

Sebagai solusi, dia menambahkan, dalam waktu dekat, yakni pada Maret, pihaknya bakal melatih sekitar 30 kader baru. Selain itu, pihaknya juga bakal mengadopsi sistem kader bayangan.

"Seperti di kabupaten lain, misal di satu kecamatan ada dua kader yang aktif, ditambah kader di bawahnya sebagai kepanjangan tangan," jelasnya.

Imron menyatakan, keaktifan kader sangat penting. Apalagi tugas pada 2024 tidak bisa dibilang mudah. Pihaknya mendapat target untuk menginvestigasi semua pasien TBC, baik temuan rumah sakit, klinik, maupun puskesmas, dengan jumlahnya mencapai sekitar 500 kasus.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved