OPINI
Menggugah Kesadaran Global: Menuju Pendidikan Bahasa Inggris yang Multikultural dan Interkultural
Penggunaan buku pelajaran Bahasa Inggris dalam pembelajaran memberikan dampak yang cukup besar bagi siswa.
Oleh : Nur Syafa’ah, M.Pd.
Menggugah Kesadaran Global: Menuju Pendidikan Bahasa Inggris yang Multikultural dan Interkultural di Indonesia

TRIBUNJATENG.COM - Persepsi masyarakat tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa Asing selalu dikaitkan dengan keterampilan berbicara yang menyerupai penutur asli Bahasa Inggris (native-speaker). Seseorang biasanya dianggap kompeten dalam berbahasa Inggris, jika dalam pengucapannya sangat mirip dengan penutur aslinya, tidak hanya pelafalannya saja, namun lengkap dengan dialek dan aksen yang diproduksi oleh penutur asing.
Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa guru bahasa Inggris masih memandang pentingnya peran native-speaker dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Salah satunya Nurhayati, dkk. 2021 menyatakan bahwa masih pentingnya peran native – speaker sebagai fasilitator bagi guru – guru bahasa Inggris karena sebagai model bagi guru untuk mengembangkan kompetensi dan professionalisme dalam mengajar Bahasa Inggris. Padahal, seharusnya sebagai guru professional dalam bidang studi tertentu, haruslah sudah memiliki kompetensi tersebut.
Penggunaan buku pelajaran Bahasa Inggris dalam pembelajaran memberikan dampak yang cukup besar bagi siswa. Menurut beberapa penelitian analisis buku pelajaran bahasa Inggris, masih banyak ditemukan unsur – unsur budaya dan variasi kebahasaan yang berkiblat pada English-speaking countries, khususnya America. Pada buku – buku yang diterbitkan dalam kerangka kurikulum merdeka tentunya sudah banyak memuat konten budaya yang lebih multicultural. Namun, dalam variasi kebahasaan yang disajikan masih kental dengan variasi bahasa native- speaker.
Global demand pembelajaran bahasa Inggris saat ini sudah bergeser, tidak lagi harus berkiblat pada native – speakerism. David Crystal, seorang ahli bahasa dari Inggris menyatakan bahwa variasi bahasa Inggris yang diproduksi oleh bukan penutur aslinya merupakan konsekuensi bahasa Inggris menjadi Bahasa Global. Terutama variasi Bahasa Inggris yang digunakan dinegara – negara bekas jajahan Inggris, seperti India, Malaysia,Singapura, Afrika Selatan, dll. Fenomena ini menyebabkan kepemilikan Bahasa Inggris sudah bukan lagi milik penutur asli Bahasa Inggris, namun menjadi milik masyarakat global. Untuk itu, dalam rangka mempersiapkan generasi Indonesia sebagai Global citizen, maka kecakapan komunikasi dalam Bahasa Inggris yang mendukung “native-speakerisme” sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan dalam konteks global.
Bagaimana sebaiknya membawa paradigma ini kedalam pembelajaran Bahasa Inggris di kelas yang baik agar siswa siap menghadapi tantangan global ?
1. Penerapan Pembelajaran Interkultural
Menurut Vivian Cook, pembelajaran interkultural berarti siswa dapat berinteraksi dengan budaya yang berbeda dan menghargai keberagaman budaya. Ia berpendapat bahwa pendidikan bahasa Inggris harus berfokus pada multikulturalisme dan interkulturalisme agar siswa dapat memahami dan beradaptasi dengan perbedaan budaya. Konsep pembelajaran ini memiliki beberapa fitur yang dapat membantu mengatasi masalah pendidikan bahasa Inggris di Indonesia, diantaranya mengakui bahwa pembelajaran bahasa asing mencakup pemahaman lebih dari satu bahasa dan budaya. Siswa menggunakan setidaknya dua sistem bahasa dan budaya saat belajar bahasa Inggris. Ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan jati diri dan identitas mereka dengan mencerminkan bahasa Indonesia, budaya Indonesia, dan pengalaman belajar sebelumnya.
Mengintegrasikan budaya lokal ke dalam kurikulum bahasa Inggris adalah salah satu aplikasi pembelajaran ini. Misalnya, guru dapat memilih teks atau materi yang mencerminkan kisah-kisah lokal atau tradisi budaya Indonesia. Selain itu, guru bahasa Inggris memiliki peran penting dalam membantu siswa memahami budaya yang berbeda. Buku – buku pembelajaran Bahasa Inggris saat ini pun sudah banyak mengadopsi penerapan pembelajaran interkultural ini. Sihombing, 2022 melakukan penelitian analisis konten budaya dalam buku pelajaran Bahasa Inggris untuk SMA kelas 10 yang menyatakan bahwa muatan budaya lokal dalam buku pelajaran masih mendominasi, kemudian diikuti oleh budaya negara bahasa target dan budaya internasional. Hal ini membuktikan bahwa sudah ada perhatian dari pemerintah untuk mengintegrasikan budaya lokal Indonesia dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
2. Penerapan Pembelajaran Multikultural
Pembelajaran multikultural sebenarnya tidak jauh berbeda dari interkultural. Namun dalam segi konteks, pembelajaran interkultural biasanya dilakukan dalam konteks lokal dan regional, seperti komunitas yang berbeda budaya atau kelas. Pembelajaran multikultural biasanya dilakukan dalam konteks global, seperti kurikulum yang berfokus pada keberagaman budaya dan identitas sosial, dengan tidak hanya fokus pada interaksi budaya lokal saja namun juga memperhatikan porsi budaya internasional dan juga memperhatikan input variasi bahasa inggris yang diberikan kepada siswa. Misalnya dalam memilih dan mengembangkan materi ajar tidak hanya berkiblat pada variasi Bahasa Inggris native-speaker (British, American, Australian) saja. Namun, guru juga memberikan eksplorasi materi variasi bahasa Inggris oleh penutur international. Contohnya, penutur bahasa Inggris India, Singapore, Afrika, Cina, Vietman, dan Indonesia. Sehingga siswa memiliki khasanah bahasa Inggris yang bervariasi dan bisa saling menghargai satu sama lain.
3. Penyusunan bahan ajar yang mendukung pembelajaran multikultural.
Bahan ajar dalam hal ini buku pelajaran yang digunakan, belum sepenuhnya mengadopsi pembelajaran multikultural yang memandang bahasa Inggris sebagai bahasa global. Dalam segi variasai Bahasa Inggris yang disusun dalam buku ajar, sebagian besar masih berkiblat pada Bahasa Inggris native speaker. Untuk itu, perlu menjadi pertimbangan para pengembang kurikulum dan praktisi pendidikan untuk mengintegrasikan keseimbangan porsi variasi Bahasa Inggris secara global. Selain itu, media yang ditampilkan harus beragam, seperti video, gambar, atau cerita yang menampilkan budaya dan latar belakang yang berbeda. Misalnya, menampilkan video penutur Bahasa Inggris dari India, kemudian mengidentifikasi variasi “Indian-English” dari segi tata bahasa, aksen, dialek, dan kosa kata.
Pemberdayaan Kader Kesehatan Jiwa: Menopang Caregiver dan Membangun Kemandirian Ekonomi |
![]() |
---|
Komik Audio Visual, Cara Kreatif Guru Tingkatkan Literasi Numerasi Siswa |
![]() |
---|
Layanan Digital Tingkatkan Kepatuhan Pajak, DJP Dorong Wajib Pajak Beradaptasi |
![]() |
---|
Sudah Seberapa Soedirman Kah Kita? Refleksi Sudirman Said di Tanah Kelahiran Jenderal Soedirman |
![]() |
---|
PGSD dan Era Digital: Mencetak Generasi Kritis, Kreatif, dan Kolaboratif |
![]() |
---|