Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Makan Bergizi Gratis : Stimulus Ekonomi Riil yang Bisa Mengancam Konsumen

Makan Bergizi Gratis : Stimulus Ekonomi Riil yang Bisa Mengancam Konsumen

Penulis: Adi Tri | Editor: galih permadi
Istimewa
Imam Hasan, Dosen Program Studi D-3 Akuntansi, Universitas Harkat Negeri Tegal. 

Oleh: Imam Hasan (Dosen D-3 Akuntansi, Universitas Harkat Negeri)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah merupakan salah satu terobosan ambisius dalam upaya memperbaiki kualitas gizi masyarakat, khususnya anak-anak usia sekolah. Tujuannya sangat mulia: mencegah stunting, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menciptakan generasi yang lebih sehat. Namun, di luar dampak kesehatan dan sosialnya yang positif, MBG juga membawa dampak ekonomi yang sangat luas, bahkan mengandung efek multiplier yang cukup signifikan terhadap berbagai sektor produksi dan konsumsi.


MBG menghidupkan banyak lini ekonomi sekaligus. Kebutuhan pasokan bahan pangan dalam skala besar mendorong perputaran produksi di sektor pertanian, peternakan, perikanan, hingga logistik. Para petani dan pelaku UMKM penyedia bahan pangan berpotensi mendapatkan pasar baru yang stabil dan berkelanjutan. Aktivitas di dapur MBG juga menyerap tenaga kerja lokal dan menggerakkan aktivitas ekonomi daerah. Dari sisi fiskal dan makro, MBG sejatinya adalah stimulan konsumsi sektor riil.


Namun, seperti kebijakan dalam skala besar lainnya, MBG juga memicu respons pasar. Di sejumlah daerah, harga bahan pokok mengalami kenaikan, khususnya komoditas seperti beras, telur, minyak goreng, dan sayur-mayur. Kenaikan ini sebagian besar dikaitkan dengan meningkatnya permintaan dari dapur MBG. Ini adalah bentuk demand-pull inflation, di mana lonjakan permintaan menarik harga ke atas. Tapi di lapangan, bukan hanya soal permintaan saja, ada juga potensi praktik mark-up oleh pedagang atau spekulan yang mencoba mengambil keuntungan dari program ini.


Di sinilah muncul tantangan kebijakan. Jika tidak dikelola dengan baik, MBG berisiko menekan konsumen primer, yakni masyarakat umum yang bukan penerima manfaat langsung program ini, tetapi tetap membeli bahan pangan yang sama di pasar terbuka. Kenaikan harga yang tidak terkendali akan menurunkan daya beli masyarakat kecil, yang pada akhirnya bisa memicu ketimpangan akses pangan bagi yang kesulitan membeli karena harga terlampau tinggi.


Pemerintah perlu hadir lebih aktif, bukan hanya dalam pelaksanaan program, tetapi juga dalam mengelola dampak pasar yang ditimbulkan. Pertama, perlu dipertimbangkan kebijakan penetapan harga maksimum (ceiling price) untuk komoditas pangan strategis di pasar, guna melindungi konsumen dari tekanan harga akibat lonjakan permintaan sektoral. Kedua, untuk menjamin stabilitas pasokan dan pemerataan nilai ekonomi, jalur distribusi bahan MBG perlu diarahkan agar membeli langsung dari petani atau pasar primer. Rantai distribusi yang lebih pendek akan mengurangi margin spekulatif, sekaligus memastikan petani memperoleh harga jual yang lebih layak.


Jika dua kebijakan ini berjalan selaras, yakni perlindungan harga di pasar dan pemangkasan jalur distribusi, maka MBG dapat menjadi kekuatan ekonomi yang tidak hanya pro-kesehatan, tetapi juga pro-konsumen dan pro-produsen (petani). Program ini akan berdampak ganda: meningkatkan kualitas gizi sekaligus membangun ekosistem pangan nasional yang lebih adil dan berkelanjutan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved