Opini
Mengawal Peta Jalan Vokasi 2045
KADIN merumuskan empat fase pengembangan vokasi hingga 2045: Foundation, Acceleration, Expansion, dan Excellence.
Penulis: Adi Tri | Editor: galih permadi
Oleh : Ginanjar Wiro Sasmito
(Wakil Ketua Komite Tetap Pendidikan Vokasi – KADIN Indonesia / Dosen Sekolah Vokasi Universitas Harkat Negeri)
INDONESIA saat ini tengah berada di fase krusial sejarah pembangunan nasional. Transformasi ekonomi menuju negara maju pada 2045 membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan yang relevan, produktif, dan adaptif. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya penguatan pendidikan vokasi sebagai strategi dalam menekan angka kemiskinan dan mendorong inklusi ekonomi. Pendidikan vokasi tidak lagi dipandang sebagai jalur alternatif, tetapi sebagai pilar utama untuk meningkatkan daya saing nasional.
Kendati demikian, kondisi pendidikan vokasi di Indonesia saat ini masih dihadapkan pada tantangan yang serius. Data terbaru BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) masih tetap menjadi yang tertinggi di antara seluruh jenjang pendidikan. Ketidaksesuaian kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri, serta keluhan industri atas minimnya tenaga terampil, mencerminkan adanya kesenjangan keterampilan (skills mismatch) yang menghambat pertumbuhan sektor industri dan mempersempit peluang kerja bagi lulusan SMK.
Dalam dinamika itulah Peta Jalan Vokasi Industri 2045 yang disusun KADIN Indonesia hadir sebagai dokumen strategis. Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, peta jalan ini menempatkan industri sebagai pusat dalam ekosistem vokasi. Industri bukan hanya pengguna lulusan, tetapi juga ikut menyusun kurikulum, mengirim instruktur, menyediakan tempat magang, hingga berperan dalam sertifikasi. Pendekatan demand-driven ini sejalan dengan praktik vokasi / industrialisasi terbaik dunia, seperti: Jerman, Jepang, dan Singapura.
KADIN merumuskan empat fase pengembangan vokasi hingga 2045: Foundation, Acceleration, Expansion, dan Excellence. Targetnya jelas yaitu membangun sistem vokasi yang menghasilkan 100 persen lulusan siap kerja pada 2045 dan menempatkan Indonesia sebagai penyedia tenaga terampil regional di kawasan Asia Pasifik. Transformasi ini tentu tidak hanya menyasar lembaga pendidikan, tetapi juga regulasi, tata kelola, dan pembiayaan vokasi.
Di sisi lain, Kementerian PPN / Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) melalui visi Indonesia Emas 2045 menempatkan pembangunan SDM sebagai faktor determinan dalam mendorong keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mencapai status negara maju, produktivitas tenaga kerja Indonesia harus melompat drastis. Transformasi teknologi, digitalisasi, dan ekonomi hijau memerlukan talenta baru, mulai dari mekatronik, energi terbarukan, otomasi, hingga teknologi kesehatan. Lulusan vokasi menjadi aktor utama dalam ekosistem industri masa depan tersebut.
Selain kebutuhan domestik, pasar tenaga kerja internasional membuka peluang besar. Pemerintah melalui Menko PMK menyampaikan bahwa Indonesia perlu mempersiapkan tenaga terampil untuk pasar global, bukan hanya dalam skala kecil, tetapi sebagai strategi nasional. Jepang, Jerman, Korea Selatan, hingga sebagian negara Timur Tengah saat ini menghadapi defisit tenaga terampil akibat penuaan penduduk dan problem demografi yang angkanya terus menurun. Dalam hal ini, Indonesia tentu dapat mengisi kekosongan tersebut jika mampu menyiapkan SDM yang memiliki kompetensi berstandar internasional. Ekspor tenaga terampil bukan hanya meningkatkan devisa, tetapi juga membangun reputasi Indonesia sebagai pusat talenta global.
Meski memiliki roadmap yang ambisius, revitalisasi vokasi tidak akan berhasil tanpa reformasi regulasi yang menyeluruh. Industri masih dihadapkan pada proses birokrasi panjang dan berbelit-belit dalam penyelenggaraan magang. Kurikulum di banyak SMK maupun Politeknik masih dipandang lambat dalam mengikuti perkembangan teknologi. Lembaga sertifikasi belum sepenuhnya kredibel di mata industri. Peralatan praktik-pun tidak selalu sejalan dengan kebutuhan dunia kerja. Karena itu, pembaruan regulasi menjadi kritik yang sering disuarakan oleh para pelaku industri.
Peta jalan KADIN mengusulkan pembentukan National Vocational Education Council dan Provincial Vocational Boards untuk menyatukan berbagai kebijakan lintas kementerian dan daerah. Orkestrasi kelembagaan ini menjadi vital mengingat sistem vokasi selama ini terfragmentasi. Penyatuan kebijakan juga diperlukan agar standarisasi kurikulum, sertifikasi, dan pemetaan kebutuhan industri dapat berjalan seragam di tingkat nasional.
Reformasi pembiayaan juga harus diperkuat. Vokasi membutuhkan investasi besar untuk peralatan modern dan peningkatan kompetensi instruktur. Insentif fiskal, seperti super tax deduction untuk perusahaan yang terlibat dalam pelatihan, harus benar-benar dijalankan. Skema public–private partnership perlu diperluas agar industri terdorong menanamkan investasi jangka panjang dalam ekosistem vokasi.
Di luar aspek kelembagaan dan regulasi, persepsi publik juga perlu diubah. Pendidikan vokasi masih sering dipersepsikan sebagai jalur yang tidak prestisius dan sering dijadikan alternatif setelah jalur akademik. Padahal, lulusan pendidikan vokasi yang ideal memiliki prospek kerja lebih cepat, terutama dalam sektor teknologi, manufaktur, dan ekonomi hijau. Upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan vokasi memerlukan komitmen dan intervensi mendalam dari pemerintah dan parlemen untuk menghadirkan kebijakan yang afirmatif. Selain itu, mutu lembaga pendidikan, kualitas pengalaman magang, dan kejelasan jalur karier juga harus diperkuat secara simultan.
Transformasi vokasi tidak dapat dipandang sebagai isu pendidikan semata, melainkan agenda strategis nasional yang menentukan orientasi masa depan Indonesia. Bonus demografi yang akan mencapai puncaknya dalam satu dekade ke depan hanya akan memberikan dividen jika diikuti dengan peningkatan kualitas SDM. Jika tidak, Indonesia berpotensi stagnan dalam middle-income trap.
Peta jalan yang dirumuskan KADIN telah memberikan kerangka arah yang jelas. Pemerintah telah menegaskan komitmennya, dan industri pun menunjukkan kesiapan untuk berperan lebih besar. Namun keberhasilan hanya akan tercapai jika kolaborasi dijalankan dengan konsisten dan penuh dedikasi. Indonesia membutuhkan tenaga terampil untuk menggerakkan roda pembangunan nasional dan menjawab tantangan global.
Pada akhirnya, mengawal vokasi berarti mengawal masa depan Indonesia. Transformasi ini harus dipandang serius untuk diwujudkan, karena bangsa yang maju bukan hanya ditopang oleh sumber daya alam yang melimpah, akan tetapi juga oleh kemampuan manusianya untuk beradaptasi, berinovasi, dan memimpin perubahan. Menuju 2045, vokasi adalah jembatan untuk mewujudkan mimpi Indonesia sebagai negara maju yang berdaulat, sejahtera, dan berdaya saing.
Universitas Harkat Negeri
Universitas Harkat Negeri Tegal
Berita Universitas Harkat Negeri
tribunjateng.com
aditri
| Kartu Zilenial dan Tantangan Implementasi Program Kepemudaan |
|
|---|
| Memperkuat Program Speling sebagai Model Baru Layanan Spesialistik Berbasis Inklusi |
|
|---|
| Membangun SDM dan Literasi Digital: Arah Baru Jawa Tengah |
|
|---|
| Aksesibilitas dan Kolaborasi: Dua Pilar Strategis Pendidikan Jawa Tengah |
|
|---|
| Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani: Gerbang Baru Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251117_Ginanjar.jpg)