Berita Semarang
Angka Mengkhawatirkan Kasus Kekerasan Terhadap Anak, Unicef Tekankan Pentingnya Pencegahan
Tercatat pada 2022 ada sebanyak 4.683 kasus, kategori perlindungan khusus anak 2.133 kasus, sementara kategori pemenuhan hak 190 kasus
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Anak-anak tak luput dari bahaya yang mengintai, salah satunya kekerasan yang bisa terjadi di ruang-ruang digital di era Digitalisasi yang berkembang pesat.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak untuk lindungi anak, mulai dari lingkungan keluarga hingga sekolah yang merupakan lingkup terdekat anak-anak sehari-hari.
Spesialis Perlindungan Anak UNICEF Indonesia Astrid Gonzaga Dionisio mengatakan, tren kasus kekerasan terhadap anak selama ini melibatkan orang-orang terdekatnya sebagai pelaku.
Oleh karena itu kata dia, menciptakan lingkungan yang aman dan protektif menjadi langkah penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, guru, hingga masyarakat sekitar.
“Penting lingkungan yang protektif dan aman, yakni dari orang-orang yang terdekat dengan anak seperti keluarga, orang tua, guru, dan juga teman-temannya,” kata Astrid pada dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema ‘Perlindungan Anak dalam Ruang Digital’ secara daring, Rabu (19/6/2024).
Astrid di sisi itu menekankan pentingnya pemahaman dan tindakan nyata dalam mencegah kekerasan terhadap anak di dunia digital melalui berbagai strategi dan pendekatan yang melibatkan semua pihak.
"Pertama kita bisa mengacu pada undang-undang yang dibuat oleh pemerintah, khususnya yang relevan saat ini adalah UU tentang kekerasan seksual. Undang-undang ini memberikan kerangka hukum yang penting untuk melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk yang terjadi di dunia digital," ujarnya.
Menurutnya, tidak ada satu tempat di negara manapun yang tidak terjadi kekerasan terhadap anak. Perbedaannya, setiap negara memiliki sistem pelaporan dan penanganan yang komprehensif.
“Sistem pelaporan dan penanganan yang tuntas itulah yang perlu kita adopsi," kata Astrid.
Di Indonesia, sistem pelaporan sudah diejawantahkan dalam wujud hotline SAPA 129 dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di lebih dari 300 kabupaten dan kota.
Namun khusus UPTD PPA, berdasarkan monitoring dan evaluasi pihaknya bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (disingkat Kementerian PPN/Bappenas), Astrid menyebut masih ada pekerjaan rumah dari segi kualitas pelayanan dan aksesibilitas.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari daerah hingga pusat," jelas Astrid.
Di samping itu, dalam upaya mencegah kekerasan terhadap anak, UNICEF juga menginisiasi kampanye #JagaBareng yang mengajak semua pihak untuk saling peduli dan menjaga anak-anak, baik secara langsung maupun melalui perilaku digital.
"Kampanye ini melibatkan unsur anak-anak, orang tua, dan guru. Fokusnya adalah pada basic parenting, yaitu bagaimana kita memeriksa keadaan anak dan mendengarkan apa yang mereka katakan," terang Astrid.
Sementara itu, untuk menghadapi tantangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), UNICEF mengkampanyekan hastag #ThinkBeforeYouClick.
Ngeri! 38 Nyawa Melayang Akibat Bencana di Jateng Sepanjang Tahun 2025 |
![]() |
---|
Wali Kota Semarang Menyoal Nasib Orangtua Bocah JES di Gajahmungkur: Pokoknya Harus Bantu |
![]() |
---|
Biaya Pendidikan Jadi Penyumbang Inflasi di Jateng! Segini Biaya Masuk Sekolah dan Harga Seragam |
![]() |
---|
Alasan Sejumlah RT Menolak Dana Operasional, Wali Kota Semarang: "Mungkin Mereka Punya Kas Banyak" |
![]() |
---|
Gandeng Akademisi 5 Negara, FIB Undip Bahas Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.