Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Adelia Putri Rahayu Memerangi Stereotip Penyandang Disabilitas

Penyandang disabilitas merupakan orang-orang yang mengalami keterbatasan dalam hal interaksi fisik, kognitif, mental, intelektual maupun emosional

istimewa
Adelia Putri Rahayu, Mahasiswa Akuntansi Sektor Publik Politeknik Harapan Bersama 

Oleh : Adelia Putri Rahayu
Mahasiswa Akuntansi Sektor Publik Politeknik Harapan Bersama

Penyandang disabilitas merupakan orang-orang yang mengalami keterbatasan dalam hal interaksi fisik, kognitif, mental, intelektual maupun emosional, serta sensorik dengan berbagai hambatan yang dapat menghalangi untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat dengan kemampuan yang berbeda.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, jumlah penduduk penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta orang.

Berdasarkan hal tersebut, penyandang disabilitas memiliki hak-hak asasi manusia yang tertulis dalam UU Nomor 19 Tahun 2011 yang berisi “penyebaran pandangan jika para penyandang disabilitas harus dianggap setara dengan masyarakat lainnya”.

Namun, masih banyak penyandang disabilitas yang mengalami diskriminasi, stigma, dan stereotip negatif dari masyarakat.

Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan, peluang, dan hak-hak mereka sebagai penyandang disabilitas. Sejalan dengan itu, sebagai upaya memerangi stereotip terhadap penyandang disabilitas, diperlukan upaya meningkatkan pola pikir masyarakat.

Hal tersebut dikarenakan pola pikir positif dapat mendorong masyarakat untuk lebih menunjukkan empati, simpati, dan dukungan terhadap penyandang disabilitas dalam perkembangan dan berkontribusi lebih kepada masyarakat.

Kurang tepatnya pemahaman masyarakat mengenai penyandang disabilitas (difabel), dapat berdampak pada banyaknya stigma yang menggambarkan bahwa para difabel keberadaannya lebih dianggap sebagai merugikan orang lain.

Sebagai contoh penyandang disabilitas seringkali dianggap sebagai individu yang menggantungkan hidupnya pada orang lain, Jika masyarakat seringkali enggan untuk melakukan aktivitas secara bersamaan dengan difabel, dapat diketahui bahwa masyarakat tersebut masih kurang pemahaman terhadap penyandang disabilitas.

Penyebarluasan informasi mengenai toleransi kepada difabel di media sosial menjadi salah satu solusi yang tepat untuk masyarakat, khususnya Gen Z.

Melalui penyebaran informasi tersebut, masyarakat dapat lebih mudah memperoleh informasi tentang difabel dan memahami kondisi mereka.

Hal ini dapat membantu masyarakat dalam mengetahui ragam penyandang disabilitas, hak penyandang disabilitas, dan pemenuhan atas hak-hak penyandang disabilitas.

Diharapkan masyarakat dapat menerapkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari, seperti lebih bisa menerapkan sikap toleransi dan selalu berpikir positif bahwa difabel bukanlah manusia yang derajatnya lebih rendah dan berkekurangan.

Penyebaran informasi melalui media sosial sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.

Langkah yang dapat dilakukan yaitu diantaranya membagikan postingan berupa foto maupun video kepada masyarakat umum tentang cara berinteraksi, memberi dukungan, serta berkolaborasi dengan influencer dan tokoh publik.

Dengan berkolaborasi dengan influencer dan tokoh-tokoh yang diidolakan Gen Z, informasi dan pesan yang disampaikan bisa tersebar lebih cepat dan luas di media sosial.

Dengan langkah tersebut, diharapkan masyarakat khususnya Gen Z memiliki empati dan merangsang pola pikir yang lebih positif dan toleran, serta menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah difabel.

Berdasarkan hal itu, pola pikir positif, tepat untuk diterapkan sebagai upaya untuk memerangi stereotip terhadap penyandang disabilitas karena dapat menghindari pemikiran absolut yang dapat membatasi kemampuan seseorang untuk melihat sisi positif dari suatu keadaan.

Selain itu, dengan pola pikir positif dapat membantu seseorang untuk lebih memusatkan perhatian pada aspek-aspek positif dari penyandang disabilitas, seperti kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas tertentu, ataupun melihat kelebihan-kelebihan mereka yang tidak semua orang miliki.

Dalam hal tersebut, pola pikir positif dapat membantu memerangi stereotip terhadap penyandang disabilitas serta meningkatkan budaya inklusi dan toleransi sesama manusia.

Berdasarkan permasalahan dan solusi yang sudah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa menerapkan pola pikir positif tepat digunakan sebagai upaya memerangi stereotip terhadap penyandang disabilitas.

Dalam hal tersebut, pola pikir positif dapat membantu memerangi stereotip terhadap penyandang disabilitas serta meningkatkan budaya inklusi dan toleransi sesama manusia.

Namun, meski tepat untuk diterapkan, dalam upaya meningkatkan pola pikir positif dan edukasi masyarakat melalui media sosial masih perlu diperhatikan.

Hal itu berkaitan dengan aksesibilitas informasi, metode komunikasi yang efektif, dan platform media sosial yang paling sering digunakan dalam penyebaran informasi tersebut. Terpenuhinya beberapa hal tersebut, tentu dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadap penyandang disabilitas yang diharapkan dapat tercipta suasana yang lebih harmonis bagi semua orang. (*)

Baca juga: OPINI Eko Budihartono : Memahami Fondasi Kuat untuk Membangun Aplikasi Modern

Baca juga: OPINI: Pentingnya Perangkat Lunak Desain Teknik

Baca juga: OPINI RIZQI MUTIARA NURANI : Lahan Sawah Beralih Menjadi Tambak, Akibat Banjir Rob Demak

Baca juga: Opini Frans Sudirjo : Tren Pemasaran Digital

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved