Liputan Khusus
Ada 1.508 Kasus Kanker Serviks Tahun 2024 di Jateng, Ini Upaya Pencegahan Oleh Pemprov
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Berdasarkan penelitian pada tahun 2020,
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Satu di antara jenis kanker berbahaya adalah kanker serviks. Yaitu kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher rahim.
Kanker ini umumnya berkembang perlahan dan baru menunjukkan gejala ketika sudah memasuki stadium lanjut. Oleh sebab itu, penting untuk mendeteksi kanker serviks sejak dini sebelum timbul komplikasi serius.
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Berdasarkan penelitian pada tahun 2020, ada lebih dari 600.000 kasus kanker serviks dengan 342.000 kematian di seluruh dunia.
Di Indonesia, kanker serviks menempati peringkat kedua setelah kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak terjadi dari seluruh kasus kanker pada tahun 2020. Tercatat ada lebih dari 36.000 kasus dan 21.000 kematian akibat kanker ini.
Sedangkan data di Jawa Tengah sebagaimana tercatat di Dinkes Provinsi Jateng, ada 1.508 kasus kanker serviks di tahun 2024. Angka tersebut juga berubah setiap tahunnya. Data dari Dinkes Provinsi Jateng, selama 4 tahun terakhir mencapai 7.516.
Pada 2021 ada 1.599 kasus, 2022 meningkat mencapai 2.440 kasus. Sedangkan pada 2023 kasus kanker serviks di Jateng ada 1.969 kasus. Dan di tahun 2024 kuartal I tercatat 1.508 kasus.
Angka Kematian Tinggi
Dari catatan Dinkes Provinsi Jateng, angka kematian dari ribuan kasus kanker serviks mencapai 2,4 per 100.000 penduduk.
Dari hal tersebut, Pemprov Jateng berupaya menekan angka kasus kanker serviks. Caranya, memasifkan pelaksanaan vaksinasi di tingkat dasar atau para pelajar.
Pemprov juga mencanangkan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Agustus ini. Dengan target pelaksanaan vaksinasi mencapai 95 persen di 35 kabupaten kota.
Diterangkan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Irma Makiah, vaksinasi yang digelar menyasar ke siswa kelas I, II, V dan VI SD.
Ia merinci, untuk siswa kelas I akan mendapatkan vaksin measles rubella dan difteri tetanus. Sementara untuk siswa kelas II dan V akan mendapatkan vaksin tetanus difteri (TD) Khusus kelas V dan VI akan mendapatkan vaksin Human papillomavirus atau HPV.
"Vaksinasi tersebut rangkaian program BIAS dan dikhususkan untuk siswa SD kelas V dan VI," ucapnya, Senin (12/8/2024).
Beberapa waktu lalu, Irma juga menuturkan HPV diberikan untuk mencegah kanker serviks. Di mana Pemprov Jateng telah menetapkan sasaran prioritas yaitu siswa SD kelas V dan VI. Dalam pelaksanaannya, Irma mengatakan tahun 2024 merupakan tahun ke dua.
"Menurut kami imunisasi HPV efektif mencegah kanker serviks, kami berharap masyarakat bisa memanfaatkan BIAS yang digelar Agustus ini,” terangnya saat mengisi kegiatan Training of Trainer Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Imunisasi HPV di Kota Semarang, beberapa waktu lalu.
Irma juga mengatakan, kanker serviks menjadi penyakit mematikan di beberapa daerah termasuk Jateng.
Meski demikian rasio kematian akibat kanker serviks bisa ditekan melalui vaksinasi.
"Untuk menekan angka kanker serviks di Jateng, ia menuturkan semua pihak harus bergerak bersama," katanya.
Data dari Dinkes Provinsi Jateng, capaian imuniasi dasar lengkap di Jateng belum memenuhi target.
Meski target Dinkes Provinsi Jateng pada Juli menargetkan program imuniasi mencapai 50 persen, namun realisasi di lapangan hanya 40 persen.
Irma berujar penyebabnya berbagai faktor dari kurungan kesadaran orang tua sampai layanan di daerah yang sulit diakses. "Dari hal tersebut Dinkes terus melakukan evaluasi termasuk cakupan usia yang belum mendapatkan vaksinasi," imbuhnya.
Bertahan 4 Bulan
Septiana Koestanti (35) meninggal dunia setelah mengidap kanker serviks. Septi divonis kanker serviks pada bulan April dan meninggal pada 29 Juli 2024. Artinya, dia 4 bulan melawan kanker yang ada di tubuhnya.
Perempuan yang akrab disapa Septi itu awalnya tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami kanker serviks. Awalnya, perut Septi membesar seperti ibu hamil.
Hal itu diceritakan oleh Kustifah (55), ibunda Septi ditemui wartawan TribunJateng.com di kediamannya di Ngablak Kidul, Muktiharjo Kidul, Kota Semarang.
"Awalnya perutnya gede seperti orang hamil, tetangga sering tanya apa hamil lagi?" ujar Kustifah, Minggu (11/8/2024)
Dikira Kista
Septi merasa dirinya tidak hamil dan segera memeriksakan diri ke puskesmas. Setelah dirontgen itu, Septi mendapat rujukan ke RSUP Karyadi, Semarang. Setelah diperiksa, Septi mulanya divonis mengalami kista. Namun setelah itu, Septi divonis mengidap kanker serviks stadium 3.
"Awal diperiksa itu mulanya kista, lalu jadi kanker serviks," ujar. Kustifah mengatakan tubuh anak sulungnya itu tiba-tiba kurus. "Setelah itu tubuh anakku jadi kurus kering," katanya.
Pada bulan Mei 2024, Septi mendapat tindakan operasi pengangkatan induk telur. Setelah itu, Septi dijadwalkan melakukan terapi sinar sebanyak 25 kali. Namun, pada terapi sinar ke-8, tubuh Septi tiba-tiba melemah.
Kemudian, dokter saat itu menyarankan agar Septi dilakukan tindakan kemoterapi. Selang beberapa hari, Septi merasakan sesak nafas. "Waktu mau dijadwalkan kemoterapi, tiba-tiba anakku sesak nafas," ujar Kustifah.
Menjalar ke Paru
Lantaran keluhan sesak nafas yang dialami Septi, dokter kemudian melakukan pengecekan. Hasil rontgen paru-paru Septi sudah 90 persen bewarna putih.
Ternyata, kanker serviks tersebut sudah menjalar hingga merusak paru-paru. Lantaran hal itu, jadwal kemoterapi ditunda dan diprioritaskan untuk pemulihan paru-paru. Pihak keluarga sepakat mengikuti saran dari dokter.
Pada tanggal 25 Juli 2024, Septi merasakan seluruh tubuhya sakit dan lemas hingga tidak ada nafsu makan. Septi merasakan sesak nafas yang luar biasa.
"Waktu sesak nafas itu, kami langsung cari tabung oksigen, selama di rumah pakai oksigen. Harga per tabung oksigen Rp 50 ribu, sehari habis 3 kali," ujar Kustifah.
Pihak keluarga Septi berupaya agar Septi terus semangat melawan kanker serviks yang dideritanya. Namun, pada Minggu pagi, 29 Juli 2024, Septi merasa badannya sangat lemas dan nafasnya begitu berat.
"Emang tanggal itu ada jadwal pengobatan ke Karyadi, jadi kita naik taksi online ke sana, tapi badan anakku sudah dingin, nafasnya berat," ujar Kustifah.
Malam harinya, Septi merasakan lapar yang luar biasa dan minta makan.
"Aku suapin, tapi suapan ketiga anakku nggak nguyah, tiba-tiba badannya diam, dan alat rumah sakit yang terpasang di jantung bunyi, ternyata anakku meninggal dunia," ujar Kustifah tak kuasa menahan air mata bercucuran. Septi meninggalkan 2 anak yang masih berusia 8 tahun dan 4 tahun. (bud/eyf/waw/tim lipsus/tribun jateng cetak)
Kenapa Kanker Serviks Membahayakan? Ahli Kanker Sarankan Wanita Telah Menikah Rutin Skrining Berkala |
![]() |
---|
Liputan Khusus: Kanker Serviks Bisa Dicegah dengan Vaksin HPV |
![]() |
---|
LIPUTAN KHUSUS : Kanker Serviks Ancam Kaum Hawa, Ada 1.508 Kasus Kanker Serviks Tahun 2024 di Jateng |
![]() |
---|
Apindo Nilai Praktik Dumping China Merusak Pasaran Produk Lokal, Pemprov Pertemukan UKM dan Buyer |
![]() |
---|
Hasil Penelurusan, Pakaian dan Alas Kaki Produk China Lebih Laris di Jateng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.