READERS NOTE
Mencegah Maraknya Tawuran Remaja
Tawuran menjadi hal yang meresahkan masyarakat. Apalagi bila ada korba luka atau meninggal dunia. Maka keluarga juga akan merasa kehilangan. Pihak sek
Mencegah Maraknya Tawuran Remaja
Oleh Evanjelina Agracia Geong
Magister Psikologi Unika Soegijapranata
BPS mengungkapkan tahun 2014 persentase kasus tawuran sebesar 0,4 persen desa/kelurahan dan naik menjadi 0,65 % pada tahun 2018. Turun di tahun 2021 menjadi 0,22 % , dikarenakan adanya pandemi Covid-19. KPAI juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2017 persentase kasus tawuran 12,9?n naik tahun 2018 menjadi 14 % .
Tawuran menjadi hal yang meresahkan masyarakat. Apalagi bila ada korba luka atau meninggal dunia. Maka keluarga juga akan merasa kehilangan. Pihak sekolah juga malu bila anak didiknya terlibat tawuran.
Seperti perilaku turun temurun. (Basri, 2015). Maraknya aksi tawuran menjadi keresahan dunia pendidikan maupun masyarakat luas. Menurut Santrock, tawuran merupakan salah satu bentuk penyimpangan dan perilaku kriminalitas yang dilakukan oleh remaja yang tidak dapat diterima secara sosial.
Tawuran antar pelajar merupakan suatu kondisi dimana dua kelompok siswa melakukan aksi perkelahian secara fisik yang disertai dengan cacian dan merendahkan kelompok lawan. Kartono menambahkan bahwa tawuran merupakan bentuk dari perilaku menyimpang yang dilakukan remaja yang kemudian dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Tawuran yang dilakukan oleh para pelajar tidak hanya dipandang sebagai bentuk kenakalan remaja, namun juga sebagai tindakan kriminalitas karena tidak hanya menyerang kelompok lawan tetapi juga dapat merusak fasilitas umum dan dapat menimbulkan adanya korban jiwa.
Apalai remaja yang terlibat tawuran menggunakan senjata tajam seperti celurit, pisau lipat, dan lain sebagainya. Hal inilah yang kemudian dapat menimbulkan adanya korban jiwa. Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak, di tahun 2011 terdapat 339 kasus tawuran antar pelajar yang memakan korban jiwa sebanyak 82 korban.
Eksternal dan Internal
Tawuran yang terjadi antar remaja disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang ada dalam diri remaja antara lain karena terjadi kesalahan dalam mengadopsi nilai-nilai yang ditemui. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya bertumbuh dan berkembang.
Erik Erikson berpendapat bahwa hidup seseorang merupakan urutan dari konflik psikososial, dan salah satu bentuk konflik yang dilalui remaja adalah krisis identitas. Huriati menambahkan bahwa ketika mengalami
krisis identitas, seorang remaja cenderung untuk menunjukkan perilaku destruktif yang berkaitan dengan kenakalan remaja.
Remaja yang gagal dalam mengembangkan identitas diri akan berbalik pada pengembangan perilaku yang menyimpang seperti melakukan tindakan kriminal atau menutup diri dari masyarakat. Dalam hal ini, remaja merupakan masa seseorang mencari jati dirinya, sehingga seseorang akan banyak mengadopsi nilai dari lingkungan pergaulannya.
Remaja cenderung akan mendapat tekanan untuk meniru norma yang dianut teman sebayanya agar memperoleh penerimaan dalam kelompok. Hal ini juga berkaitan dengan besarnya pengaruh konformitas dalam lingkungan pergaulan. Santrock mengatakan bahwa konformitas terjadi ketika seseorang mengikuti perilaku orang lain karena adanya tekanan baik secara nyata atau hanya sebatas bayangan mereka.
Konformitas yang negatif akan membawa remaja pada perilaku yang menyimpang dan salah satunya adalah tawuran. Tawuran bisa terjadi kapanpun tidak harus pada saat libur sekolah. Apalagi bila diperkuat oleh solidaritas teman, maka akan terjadi pembalasan. Rasa takut terhadap penolakan dari kelompok membuat seorang remaja melakukan apapun agar memperoleh penerimaan dari kelompoknya.
Emosi Labil
Usia remaja cenderung memiliki emosi meledak-ledak, sulit dikendalikan, dan masih labil. Sehingga ketika dihadapkan dengan candaan yang bersifat mengejek, remaja akan cenderung meresponnya dengan emosi yang berapi-api dan dapat menyebabkan perkelahian hingga tawuran.
Selain itu, tidak berfungsinya peran orang tua sebagai contoh yang baik menjadi salah satu penyebab terjadinya kenakalan remaja. Peran orang tua dalam kehidupan sosial anak semakin berkurang dan tergantikan oleh temannya.
Di era digital yang pesat saat ini membuat banyak tersebarnya provokasi dalam media sosial, para remaja yang tidak dapat mengelola emosinya, mereka cenderung mudah terpengaruh terhadap perkembangan media sosial sehingga dapat mempengaruhi sifat dan perilaku mereka dalam bertindak.
Psikoedukasi
Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya tawuran dikalangan remaja. Pertama, program psikoedukasi. Psikoedukasi merupakan program yang dilakukan dengan tujuan memberikan informasi edukatif kepada masyarakat mengenai sesuatu guna mempengaruhi kesejahteraan psikologis masyarakat.
Program psikoedukasi dapat diberikan kepada siswa, guru, orang tua, serta pelaku pemerintah yang bekerja pada kementerian pendidikan. Sekolah juga dapat melakukan kegiatan diskusi bersama orang tua siswa terkait meningkatkan keberfungsian keluarga.
Keberfungsian suatu keluarga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu menyusun standar aturan bagi anak, memberikan reward atas pencapaian anak, menjelaskan batasan suatu perilaku dikatakan benar atau salah beserta alasan logis, berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak dengan tujuan menghargai dirinya dan lingkungan.
Memberikan ruang untuk remaja dapat mengekspresikan diri. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sebagai wadah untuk mengembangkan potensi dan mengekspresikan diri. Sebagai contoh, ekstrakurikuler bela diri merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat berperan besar dalam
mengurangi kenakalan remaja.
Siswa yang tidak dapat menggunakan potensinya cenderung akan terancam gagal masa depannya, sebaliknya siswa yang dapat menggunakan potensi dirinya memiliki peluang yang besar untuk sukses di masa depan.
Terakhir, menyediakan layanan bimbingan dan konseling. Guru bimbingan konseling dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling berdasarkan perkembangan serta kebutuhan siswa dan disesuaikan dengan permasalahan yang sedang dihadapi murid.
Layanan yang diberikan dapat bersifat preventif atau pencegahan. Tugas seorang guru bimbingan konseling adalah memberikan pengetahuan serta pemahaman mengenai norma-norma sosial, budaya, hukum, dan agama agar menumbuhkan karakter siswa yang positif. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.