Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pantura

Ruang Tangkap Pesisir Pantura Menyempit Ekonomi Nelayan Kelimpungan

Nelayan tradisional di pesisir pantai utara (Pantura) Jawa Tengah semakin kesulitan melaut karena ruang tangkap menyempit.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
istimewa
RUANG TANGKAP - Sejumlah nelayan Pantura melakukan diskusi Selamatkan Pesisir Jawa dari Krisis di Kampung Nelayan Tambakrejo, Semarang Utara, Kota Semarang,  Kamis (27/2/2025). Diskusi tersebut di antaranya membahas soal tangkapan nelayan yang mengusut akibat berbagai aspek di antaranya masifnya proyek infrastruktur. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Nelayan tradisional di pesisir pantai utara (Pantura) Jawa Tengah semakin kesulitan melaut karena ruang tangkap menyempit.

Mereka kian terdesak dengan berbagai proyek infrastruktur yang dilakukan di pesisir pantura di antaranya jalan tol di pesisir Semarang-Demak dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang.

Nelayan Roban Timur,  Desa Sengon, Kabupaten Batang, Usman Riyadi mengungkapkan, hasil tangkap ikan di wilayahnya merosot tajam selepas mulai adanya aktivitas  PLTU Batang.

Dia yang menjadi buruh nelayan harian hanya diupah Rp50 ribu per hari akibat tangkapan turun.

Sebaliknya, sebelum adanya PLTU, dia dibayar hingga Rp100 ribu perhari lantaran tangkapan melimpah.

Kondisi itu dialami pula oleh 200an nelayan lainnya di kawasan tersebut.
"Saya tidak punya perahu sendiri jadi ikut sama teman. Kami berangkat subuh pulang pukul 14.00 WIB, karena tangkapan terbatas sehari hanya diberi upah Rp50-Rp60 ribu," katanya saat diskusi Selamatkan Pesisir Jawa dari Krisis di Kampung Nelayan Tambakrejo, Semarang Utara, Kota Semarang,  Kamis (27/2/2025).

Menurut Usman, nelayan semakin kesulitan melaut di wilayah pesisir pantura Batang karena di sana banyak aktivitas kapal tongkang muatan batu bara.  Selain itu ada aktivitas inlet air PLTU atau penyedotan air untuk kebutuhan PLTU.

Kawasan itu juga menjadi wilayah larangan nelayan untuk menangkap ikan. Sebelumnya, kawasan itu merupakan wilayah konservasi yang melimpah berbagai hasil tangkapan seperti ikan bawal, udang dan jenis ikan lainnya.
"Nelayan tidak diperbolehkan menangkap di situ dengan alasan keamanan. Padahal dahulu bebas," terangnya.

Kondisi yang sama dialami oleh ratusan nelayan di Tambakrejo, Kota Semarang. Nelayan di kawasan ini ruang tangkapnya terancam oleh proyek tol Semarang-Demak dan aktivitas pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

"Nelayan di kawasan kami sebenarnya ada 100an orang, sekarang tinggal segelintir yang masih menekuni sebagai nelayan tangkap. Lebih dari 80 persen mereka beralih menjadi  pembudidaya kerang hijau atau rumpon," ujar nelayan Tambakrejo, Dani Rujito.

Dani menyebut, pekerjaan nelayan di kampungnya lama kelamaan menjadi terkikis dan jumlahnya semakin menurun.

Hal itu diakibatkan nelayan kesulitan beradaptasi dengan kondisi yang ada.

Nelayan ketika melaut ikan sudah tidak ada di pinggiran laut karena ada banyak aktivitas infrastruktur.

Namun, ketika nelayan harus semakin ke tengah maka harus mengubah ukuran perahunya, peralatan tangkapnya, dan mesin perahu.

"Jadi nelayan harus butuh modal sampai lebih dari Rp20 juta," katanya.
Tak heran, kata Dani, nelayan Semarang akhirnya memilih beralih menjadi pembudidaya kerang. Pekerjaan ini menjadi alternatif di tengah kondisi tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved