Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Curhat Tukang Sampah Semarang: "Buat Apa Dipisah Kalau di Akhir Jadi Satu Lagi?"

Di banyak sudut kota Semarang, tempat sampah dua warna makin jamak terlihat hijau untuk sampah organik, kuning untuk anorganik. 

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM/REZANDA AKBAR D.
DUMP TRUK SAMPAH - Di tempat pembuangan sampah Tanahmas, semua sampah baik organik dan anorganik dijadikan satu,  untuk nantinya diangkut oleh dump truk sampah dan dibawa ke TPA Jatibarang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Di banyak sudut kota Semarang, tempat sampah dua warna makin jamak terlihat hijau untuk sampah organik, kuning untuk anorganik. 

Pemandangan itu sekilas memberi harapan akan sistem pengelolaan sampah yang lebih tertata dan berkelanjutan. 

Tapi harapan itu, kata Nur Colis, aktivis lingkungan dari WALHI Jawa Tengah, hanya bertahan sampai di permukaan.

Baca juga: Karena Alasan Ini, Pemkab Batang Tolak Permintaan Pemkot Pekalongan Buang Sampah di TPA Randukuning

“Meski tong sampah di tempat-tempat umum sudah dipisah, nyatanya begitu diangkut, semua dicampur lagi,” ujarnya dikutip Tribunjateng, Senin (21/4/2025).

Dia sudah terlalu sering melihat truk-truk pengangkut sampah mengosongkan dua tong berbeda ke dalam satu bak yang sama.

Colis menyebut kondisi ini sebagai bentuk kegagalan sistemik. 

“Sebetulnya percuma. Sia-sia saja masyarakat yang sudah disiplin memilah sampah kalau dari hulunya dipisah tapi di hilir tetap dicampur. Sistemnya masih belum berubah.”

Di beberapa negara Asia, dia mencontohkan, pemisahan jenis sampah bukan cuma urusan tempat sampah. 

Truk pengangkut dibagi dalam beberapa kompartemen organik, anorganik, bahkan khusus untuk limbah elektronik atau bahan berbahaya. 

“Dari awal sampai akhir tetap terpisah. Bukan cuma simbolik,” katanya.

Bagi aktivis seperti Nur Colis, ini bukan sekadar soal sampah, tapi soal kepercayaan publik terhadap sistem. 

“Kalau orang sudah capek-capek misah tapi terus-terusan lihat truk datang dan nyampur lagi, lama-lama mereka berhenti. Bukan karena nggak peduli, tapi karena merasa dibohongi," tuturnya.

Di tingkat paling bawah, orang-orang seperti Gunawan yang akrab disapa Gogon adalah saksi sekaligus pelaku dari sistem yang timpang ini. 

Setiap pagi, dia mendorong sepeda roda tiga dengan bak besar di depan, mengelilingi perumahan Tanahmas. 

Dia tahu betul bahwa beberapa warga sudah mulai memilah sampah mereka, tapi upaya itu berhenti di tangan pengangkut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved