Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pelimpahan Kasus PPDS Undip

Ngerinya Perundungan di PPDS Anestesi Undip, Junior Habiskan Hampir Rp 1 M Demi Tugas Senior

Kasus dugaan pemerasan dan perundungan yang terjadi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
Tribunjateng/Iwan Arifianto.
TAK AJUKAN KEBERATAN - Zara Yupita Azra satu dari tiga terdakwa kasus dugaan pemerasan dan perundungan pada program PPDS Anestesi Undip Semarang mengikuti persidangan di PN Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Ketiga terdakwa tidak mengajukan keberatan atau eksepsi dalam sidang perdana tersebut. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus dugaan pemerasan dan perundungan yang terjadi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Senin (26/5/2025).

Tiga terdakwa dihadirkan dalam sidang perdana yang digelar secara terpisah.

Mereka adalah Zara Yupita Azra, yang merupakan senior dari korban Aulia Risma Lestari, serta dua pejabat akademik Fakultas Kedokteran Undip, yaitu Kepala Program Studi Anestesiologi, Taufik Eko Nugroho, dan Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi, Sri Maryani.

Dalam sidang pertama, Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani didakwa melakukan pemerasan terhadap korban selama menjalani pendidikan spesialis.

Keduanya menjalani proses hukum dengan dakwaan pidana sesuai pasal pemerasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sementara itu, sidang kedua menghadirkan Zara Yupita Azra sebagai terdakwa tunggal dengan tuduhan melakukan intimidasi disertai ancaman kekerasan terhadap korban.

Aksinya diduga memperparah tekanan psikologis yang dialami korban selama mengikuti program pendidikan tersebut.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika membacakan dakwaan terhadap ketiga terdakwa.

Dalam dakwaan terhadap dua terdakwa Taufik dan Sri Maryani, jaksa menyebut, perbuatan para terdakwa adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 368 ayat 2 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Para tersangka dijerat pasal  tersebut lantaran diduga telah melakukan pungutan biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta peorang.

Aksi pungutan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah selama pengumpulan dan pemanfaatan dana BOP tersebut.

Biaya resmi PPDS anestesi dan terapi intensif unimed telah ditetapkan dalam keputusan Rektor Unimed Nomor 483/UN7.TP/HK/2022, sehingga tindakan keduanya disebut merupakan pungutan liar (pungli).

TAK AJUKAN KEBERATAN - Zara Yupita Azra satu dari tiga terdakwa kasus dugaan pemerasan dan perundungan pada program PPDS Anestesi Undip Semarang mengikuti persidangan di PN Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Ketiga terdakwa tidak mengajukan keberatan atau eksepsi dalam sidang perdana tersebut.
TAK AJUKAN KEBERATAN - Zara Yupita Azra satu dari tiga terdakwa kasus dugaan pemerasan dan perundungan pada program PPDS Anestesi Undip Semarang mengikuti persidangan di PN Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Ketiga terdakwa tidak mengajukan keberatan atau eksepsi dalam sidang perdana tersebut. (Tribunjateng/Iwan Arifianto.)

"Terdakwa dr. Taufik Eko Nugroho secara konsisten menyatakan bahwa setiap residen atau mahasiswa PPDS semester 2 ke atas wajib membayar iuran BOP sampai dengan sebesar kurang lebih Rp 80 juta per orang," ujar Sandhy.

Sandhy melanjutkan, uang tersebut diklaim untuk memenuhi  keperluan proposal tesis, konferensi nasional, ujian CBT (ujian komputer), jurnal reading dan publikasi ilmiah serta kegiatan lainnya.

Para mahasiswa PPDS lintas angkatan sejak tahun 2018-2023 sebenarnya merasa keberatan, tertekan dan khawatir atas iuran yang diwajibkan oleh terdakwa Taufik Eko Nugroho.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved