Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Berlangsung Alot, Mediasi Sengketa Lahan PT LPI vs Petani Pundenrejo Pati Tidak Temukan Titik Temu

Bupati Pati Sudewo memediasi pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa lahan di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.

TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal 
MEDIASI SENGKETA TANAH - Bupati Pati Sudewo, di Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (28/5/2025), memberikan keterangan pada wartawan usai memediasi pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tanah di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu. 

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Bupati Pati Sudewo memediasi pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa lahan di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.

Mediasi dilakukan di Kantor Bupati Pati, Rabu (28/5/2025).

Dalam mediasi ini, Sudewo menghadirkan pihak Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun), Pabrik Gula Pakis Baru atau PT Laju Perdana Indah (LPI), dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati.

Baca juga: Sengketa Lahan Berkepanjangan di Pati, Petani dan PT LPI Saling Lapor Polisi

Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi serta Dandim Pati Letkol Inf Jon Young Saragi juga turut menghadiri mediasi ini.

"Kedua belah pihak menyampaikan segala sesuatunya. Semua saya beri kesempatan berbicara secara tuntas. Pihak BPN juga memberikan pandangan atas status tanah," kata  Sudewo.

Namun, menurut dia, dalam kesempatan mediasi ini, belum ada titik temu yang tercipta. Kedua belah pihak yang berseteru, yakni Germapun dan LPI, sama-sama bersikeras akan pendirian mereka.

"Masih berselisih. Namun ini proses yang harus dilalui. Keputusannya seperti apa, itu nanti. Karena kali ini memang belum ada titik temu. Namun kami akan berupaya maksimal agar pada masa mendatang ada titik temu," kata Sudewo.

Dia menambahkan, meski belum ada keputusan terkait penyelesaian sengketa lahan, kedua belah pihak sepakat untuk menjaga situasi kondusif di Kabupaten Pati.

"Jangan sampai di luar kontrol. Ada tindakan anarkis yang mengganggu keamanan dan membuat citra Pati tidak baik. Seolah-olah Pati tidak kondusif. Padahal hanya satu titik di Pundenrejo," ujar Sudewo.

Dia mengatakan, tidak boleh ada lagi kejadian seperti perusakan rumah petani yang terjadi beberapa waktu lalu. Semua pihak harus menahan diri.

Untuk diketahui, pada 7 Mei 2025 lalu, rumah petani di Pundenrejo dirusak oleh sekelompok orang yang belakangan diakui oleh LPI bahwa mereka merupakan karyawan perusahaan.

Warga melaporkan PT LPI ke polisi atas kejadian itu. Sebaliknya, PT LPI juga melaporkan warga atas dugaan perusakan tanaman tebu.

PT LPI bersikukuh tanah yang disengketakan tersebut adalah hak mereka untuk mengelolanya sebagai lahan pembibitan tebu. Mereka juga mengklaim memiliki kelengkapan dokumen yang sah.

Sebaliknya, pihak Germapun bersikukuh bahwa tanah tersebut harus dikembalikan pada mereka. Bagi mereka, tanah tersebut adalah lahan pertanian warisan leluhur yang telah mereka kelola berpuluh-puluh tahun. Germapun juga meyakini bahwa LPI sudah tidak punya hak mengelola tanah tersebut karena masa perizinan mereka sudah habis.

Terkait aksi saling lapor tersebut, Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi mengatakan bahwa proses hukumnya akan tetap berjalan.

Namun, peluang perdamaian melalui restorative justice tetap terbuka.

"Jika nantinya ada titik temu dan kedua belah pihak saling mencabut laporan, nanti ke depan kita tunggu prosesnya," jelas dia.

Perwakilan Germapun, Muhammad, mengaku belum puas dengan hasil mediasi hari ini.

Sebab, bupati belum bisa memberi keputusan sesuai harapan mereka, yakni agar tanah dikembalikan pada mereka sebagai sumber penghidupan.

Dia berharap, nantinya bisa dilakukan audiensi lagi.

Menurut Muhammad, petani selama ini merasa resah karena pihak LPI terus menakut-nakuti dan mengintimidasi mereka.

Germapun berkomitmen tidak akan mencabut laporan kepolisian terkait kasus perusakan rumah.

"Tidak akan kami cabut laporannya. Proses hukum lanjut terus. Karena mereka sewa preman untuk mengintimidasi kami. Padahal pemerintahan Pak Prabowo sekarang premanisme harus dibasmi, tapi nyatanya di Desa Pundenrejo masih ada premanisme dan saya merasakan sendiri dan jadi korban sendiri," kata dia.

Muhammad menuturkan, tanah yang dipersengketakan saat ini dikuasai LPI.

Padahal, menurutnya, izin Hak Guna Bangunan (HGB) yang sebelumnya dikantongi sudah habis masa berlakunya.

"Mereka mengajukan izin baru, berkasnya juga sudah dikembalikan oleh BPN," kata dia. 

Pihak LPI menolak ketika hendak dimintai keterangan oleh wartawan usai mediasi.

Namun, sebelumnya perusahaan pernah memberikan pernyataan terkait persoalan ini.

LPI tidak menampik bahwa pihak merekalah yang merobohkan rumah petani di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.

Namun, mereka beralasan bahwa tindakan tersebut mereka lakukan karena tanah tempat rumah itu berdiri merupakan milik mereka.

"Perusahaan dulu membeli tanah tersebut dengan akta jual beli yang sah dari PT BAPPIPUNDIP pada 16 Februari 2001," jelas perwakilan dari PT LPI, Pramono Sidik, kepada wartawan, Sabtu (10/5/2025).

Tanah berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut kini hendak digunakan oleh pihak perusahaan untuk pembibitan tanaman tebu.

Dia menyebut, peristiwa yang menimbulkan kehebohan beberapa waktu lalu merupakan tindakan spontan dari karyawan demi bisa menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan perusahaan.

"Jadi kemarin itu memang semuanya karyawan kami dari PG Pakis Baru. Sebelum melakukan tindakan tersebut, kami juga sudah berkomunikasi, melakukan pendekatan persuasif, kepada beberapa warga Pundenrejo. Kami meminta mereka agar meninggalkan lahan tersebut karena akan kami gunakan kembali," jelas Pramono.

Menurut dia, ada warga yang bersedia membongkar bangunannya secara mandiri. Kepada warga tersebut, pihaknya memberikan tali asih atau bantuan sejumlah uang.

"Ada juga salah satu warga yang mengakui bahwa tanah tersebut memang milik PT LPI karena itu tidak bersedia diberi tali asih. Dia menghendaki tidak membongkar sendiri, namun oleh pihak kami," ucap dia.

Mengenai narasi yang beredar bahwa PT LPI mengirim preman bayaran, Pramono membantahnya.

Dia menegaskan, yang melakukan pembongkaran adalah karyawan mereka.

Menurut Pramono, sebetulnya pihak perusahaan sudah lama memiliki kesepakatan dengan warga yang mendirikan bangunan di sana.

Baca juga: Eko Sewa Ormas GRIB Jaya untuk Bongkar Pagar Seng di  Tanah Bekas Sengketa Milik KAI

"Sebetulnya mereka ini sewa. Makanya bangunannya itu semipermanen. Kesepakatannya, ketika dari pihak perusahaan akan menggunakan kembali, mereka menyerahkan. Mereka memang sudah lama di situ. Sewanya per tahun," jelas dia.

Dia menuturkan, dari total 12 bangunan semipermanen di lahan tersebut, saat ini masih delapan yang berdiri.

"Mungkin kemarin ketika di lapangan ada yang tidak mengetahui situasinya, sehingga suasana jadi tidak kondusif," kata Pramono ketika ditanya mengapa sampai terjadi perlawanan oleh warga.(mzk)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved