Berita Semarang
Kisah Ardianto Datang Saat Bocil, Kini Kembali Sebagai Ayah Beli Layangan di Toko Maganol Semarang
Ardianto (36) menggandeng tangan kecil anaknya, Arsy, yang berusia enam tahun. Keduanya berhenti di depan sebuah toko
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muh radlis
Harganya pun merakyat, mulai dari seribu hingga dua ribu rupiah per layangan, tergantung ukuran dan kualitas.
Tapi menjaga toko seperti ini tak pernah mudah.
Benang dan layangan rentan rusak bila salah simpan.
Musuh utama mereka adalah air dan kutu bambu.
Bahkan pernah satu tahun penuh, angin layangan tak kunjung datang.
“Tapi ya tetap kita buka.
Tahu-tahu anak-anak mulai main dan toko kami mulai ramai lagi,” katanya sambil terkekeh.
Kini, di usia senjanya, Mulyono tak tahu apakah ada yang akan melanjutkan toko ini.
Anak sulungnya sudah tiada.
Anak yang lain belum tentu berminat.
Tapi ia tak memaksakan.
"Kalau ada yang mau nerusin, ya syukur.
Tapi semua kan nggak bisa dipaksakan," ucapnya lirih.
Namun Maganol tak semata-mata tentang siapa yang akan menjaga kunci toko.
Ia adalah tentang musim-musim yang datang dan pergi, tentang anak-anak yang belajar terbang lewat layangan.
Di tengah gempuran permainan digital, Toko Layang Layang Maganol berdiri seperti jangkar waktu mengikat kenangan, menjaga tradisi, dan mengajarkan bahwa ada hal-hal yang tetap indah justru karena tak berubah. (Rad)
Ngeri! 38 Nyawa Melayang Akibat Bencana di Jateng Sepanjang Tahun 2025 |
![]() |
---|
Wali Kota Semarang Menyoal Nasib Orangtua Bocah JES di Gajahmungkur: Pokoknya Harus Bantu |
![]() |
---|
Biaya Pendidikan Jadi Penyumbang Inflasi di Jateng! Segini Biaya Masuk Sekolah dan Harga Seragam |
![]() |
---|
Alasan Sejumlah RT Menolak Dana Operasional, Wali Kota Semarang: "Mungkin Mereka Punya Kas Banyak" |
![]() |
---|
Gandeng Akademisi 5 Negara, FIB Undip Bahas Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.