Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Warga Gunungpati Kaget, Lahan Turun-Temurun Kini Bersertifikat atas Nama Pemkot, Ini Kata Pemkot

Warga Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Semarang digegerkan dengan lahan seluas 11 ribu hektare tiba-tiba muncul sertifikat atas nama Pemkot

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
GEGER LAHAN - Tangkap layar akun @abibudhipriyono. Warga Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang digegerkan dengan lahan seluas 11 ribu hektare tiba-tiba muncul sertifikat atas nama Pemkot pada tahun 2022. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Warga Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang digegerkan dengan lahan seluas 11 ribu hektare tiba-tiba muncul sertifikat atas nama Pemkot pada tahun 2022.

Tanah tersebut berada di kawasan Hutan Tinjomoyo dan diklaim telah dimiliki warga secara turun-temurun berdasarkan bukti Letter C.

Peristiwa ini mencuat ke publik setelah akun TikTok @abibudhipriyono mengunggah video yang memperlihatkan sejumlah warga berkumpul di lokasi lahan.

"Tanah milik warga Sukorejo Gunungpati, tiba-tiba berubah menjadi milik Pemkot," tulis akun @abibudhipriyono.

Saat dimintai keterangan, pemilik video yang merupakan Ketua Gerakan Jalan Lurus Garda Masyarakat Tertindas (GJL Gamat) RI Kota Semarang, Budi Priyono, mengungkap persoalan ini bermula saat warga hendak mendaftarkan tanahnya melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2021.

Namun, permohonan rekomendasi dari kelurahan tidak pernah diberikan.

"Awalnya warga mengajukan permohonan sertifikat lewat PTSL. Tapi lurah tidak mau memberikan rekomendasi.

Tiba-tiba tahun 2022 muncul sertifikat atas nama Pemkot, dan tanah warga masuk di dalamnya," kata Budi.

Menurutnya, warga yang merasa haknya dilangkahi sempat mencoba melakukan mediasi.

Namun, menurut Budi, Pemkot selalu mendorong warga untuk menempuh jalur hukum. 

"Dari warga ini mengajukan mediasi, tapi berapa kali menurut Pemkot dari warga selalu diarahkan untuk gugatan," tegas Budi.

"Warga ini kan orang desa, nggak paham hukum. Takut kalau harus ke pengadilan. Maka mereka datang ke kami untuk minta pendampingan," sambungnya.

Budi menjelaskan, dasar kepemilikan warga adalah Letter C yang tercatat sejak puluhan tahun silam dan menjadi bukti penguasaan turun-temurun.

Namun, pihak kelurahan disebut enggan mengeluarkan surat keterangan desa (SKD) saat diajukan warga.

"Tanpa alasan yang jelas. Jadi intinya tidak mau memberikan karena informasinya mau dijadikan fasum, tapi itu kan masih hutan. Letter C-nya itu sudah 1990-an kalau nggak salah," jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved