Sidang Korupsi Mbak Ita
Terbongkar Ternyata Indriyasari Perintahkan Stafnya Bakar Buku Catatan Iuran Kebersamaan Hindari KPK
Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan
Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu (Mbak Ita) dan Alwin Basri.
Salah satu saksi dalam persidangan, Syarifah, yang merupakan pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, mengungkap bahwa barang bukti berupa buku catatan keuangan internal telah dimusnahkan.
Buku tersebut berisi catatan penerimaan dan pengeluaran uang dari Iuran Kebersamaan, yakni iuran yang dikumpulkan dari pegawai Bapenda yang menerima bonus insentif upah pungut pajak setiap tiga bulan.
Dari praktik ini, dana yang terkumpul bisa mencapai sekitar Rp4 miliar per tahun.
Menurut keterangan Syarifah dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin (7/7/2025), buku tersebut awalnya disimpan dengan rapi, namun kemudian dimusnahkan setelah informasi keberadaan iuran itu terendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dimusnahkan atas perintah Bu Indriyasari," jelas Syarifah di depan Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi.
Syarifah mengatakan, pemusnahan barang bukti buku catatan itu dilakukan antara rentang waktu Desember 2023 atau Januari 2024.
Tujuan pembakaran itu untuk menghilangkan jejak bukti pemotongan insentif pajak pegawai Bapenda.
"Saya memusnahkannya dengan cara dibakar," paparnya.
Syarifah yang merupakan bendahara iuran kebersamaan itu mengaku, tidak mengetahui soal setoran uang iuran kebersamaan tersebut ke Mbak Ita atau Alwin.
"Saya tidak tahu," katanya.
Pernyataan sebaliknya diungkapkan saksi Yulia Adityorini yang mengaku mengetahui permintaan uang Rp300 juta dari Mbak Ita.
Dia menyebut, akibat permintaan itu sejumlah pegawai dikumpulkan Indriyasari untuk membahas tambahan permintaan tersebut.
"Saya tidak tahu detail permintaan karena keburu dipindah menjadi Kabid (Kepala Bidang) di DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kota Semarang,” paparnya.
Saksi lain di persidangan, Bambang Prihartono mengamini pernyataan dari saksi Yulia Adityorini bahwa Indriyasari mengumpulkan sebanyak empat orang termasuk dirinya untuk membahas permintaan Mbak Ita.
"Saya juga mendengar ada pengembalian uang dari Alwin dan Mbak Ita tetapi saya uang itu ke mana saya tidak tahu," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, suasana ruang sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, memanas saat digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).
Ketegangan muncul setelah Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, memberikan kesaksian.
Mbak Ita pun menanggapi dengan nada sinis dan menyebut sidang kali ini penuh drama.
“Karena saksi ini banyak lupanya, maka saya ingatkan.
Saudara saksi datang ke tempat saya, dengan gaya seperti ini.
Lalu saksi bilang, ‘Ibu ini ada tambahan operasional seperti yang saya berikan ke Pak Hendi (mantan Wali Kota sebelumnya).
Jadi ini ada uang Rp300 juta,’” ujar Ita.
Menurut Ita, nominal Rp300 juta itu berasal dari inisiatif Indriyasari sendiri, bukan permintaan dari dirinya.
Ia juga mengaku pernah mendengar ada dana untuk pihak lain seperti Sekda dan DPRD, tapi menegaskan, “Saya bilang saya enggak ada urusan.”
Perbedaan kesaksian antara terdakwa dan saksi membuat Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, meminta klarifikasi.
Namun Indriyasari tetap teguh pada keterangannya.
Ita pun meminta waktu bicara dan kembali menegaskan bahwa persidangan kali ini terasa penuh drama.
“Sidang yang penuh drama kayaknya hari ini, ya,” celetuknya di hadapan majelis hakim.
Ita berdalih bahwa saat menjabat sebagai Plt Wali Kota, ia belum sepenuhnya memahami aturan tentang pembagian insentif.
Bahkan, ia mengaku tak pernah menerima salinan SK soal insentif saat masih menjadi Wakil Wali Kota.
Ia juga membantah telah meminta uang saat Indriyasari datang meminta tanda tangan SK tambahan penghasilan pegawai.
Dalam persidangan, Ita menyatakan baru mengetahui bahwa suaminya turut menerima uang dari iuran kebersamaan saat hendak mengembalikan uang tahap kedua.
Sebagai informasi, iuran kebersamaan merupakan dana yang dikumpulkan secara patungan oleh para ASN Bapenda usai menerima TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) atau insentif.
Dana itu biasanya dipakai untuk kegiatan internal.
Besarannya mencapai tujuh kali gaji plus tunjangan setiap triwulan, dan diberikan juga kepada wali kota, wakil wali kota, sekda, serta pihak lain yang membantu pemungutan pajak dan retribusi, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 69 Tahun 2010.
Menurut catatan, total iuran tersebut mencapai Rp800 juta.
Dalam sidang sebelumnya disebutkan, Rp300 juta diberikan kepada Mbak Ita dan Rp200 juta kepada Alwin Basri.
“Saya sudah kembalikan Rp900 juta pada tahap pertama.
Nah, saat ingin mengembalikan Rp300 juta lagi karena ada yang tertinggal, baru saya tahu ternyata suami saya juga menerima uang itu,” ucap Ita.
Ia mengklaim suaminya hanya menerima Rp600 juta dari iuran itu.
Maka, uang yang dikembalikan dalam bentuk 87 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura yang diserahkan ke Indriyasari diyakini sudah sesuai dengan jumlah yang diterima keduanya.
“Saya sudah kembalikan semuanya Rp1,2 miliar. Bagian Pak Alwin Rp600 juta, sesuai yang disampaikan,” tambah Ita.
Ita juga membantah pernah mengancam Indriyasari atau staf lain terkait permintaan uang.
Dia mengaku tak tahu-menahu jika suaminya beberapa kali bertemu dengan Indriyasari.
“Saya bahkan enggak tahu saksi pernah beberapa kali ketemu suami saya.
Di rumah pun dia enggak pernah cerita ke saya.
Padahal itu rumah saya,” katanya.
Sementara itu, Alwin sendiri membantah menerima Rp1 miliar.
Ia mengaku hanya menerima Rp600 juta, masing-masing Rp200 juta sebanyak tiga kali.
Menurutnya, uang itu digunakan untuk operasional kegiatan TP-PKK dan Dekranasda.
Namun, Indriyasari tetap pada keterangannya. Ia menyebut total uang yang diberikan ke Alwin mencapai Rp1 miliar, dengan rincian: Rp200 juta pada Juli, Rp200 juta pada September, Rp300 juta pada Oktober, dan Rp300 juta pada November. (Iwn/Rad)
Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi |
![]() |
---|
Sopan Hingga Punya Keluarga, Ini 6 Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Vonis Lebih Ringan ke Mbak Ita |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Mbak Ita dan Alwin Basri Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding |
![]() |
---|
Ini Alasan KPK Belum Periksa Indriyasari Bapenda Semarang, Mbak Ita Merasa Dijebak |
![]() |
---|
Sidang Tanggapan Pembelaan Mbak Ita & Suami, Jaksa Minta Hakim Tetap Vonis Ita 6 Tahun Alwin 8 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.