Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Potensi Energi Terbarukan RI Capai 3.687 GW, Modal Utama Menuju Energi Bersih

Indonesia dianggap memiliki potensi besar dalam memperkuat ketahanan energi nasional, dengan cadangan energi terbarukan mencapai 3.687 gigawatt (GW).

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUN JATENG/IDAYATUL ROHMAH
POTENSI ENERGI BERSIH - Koordinator Kelompok Kerja Hukum, Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yoga Marantika saat menjadi narasumber dalam pelatihan media bertema “Energi Bersih – Potensi, Bisnis Proses, dan Outlook” yang digelar Pamerindo Indonesia bersama Lientera, dan Radian Teknologi Global (RTG) secara daring, Sabtu (28/6/2025). (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah) 

Distribusi pengembangan EBT dalam RUPTL ini juga mengikuti sebaran potensinya. Pulau Sumatera direncanakan mendapat alokasi 9.841 MW pembangkit, Kalimantan 3.456 MW, Sulawesi 7.687 MW, serta Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara sebesar 2.303 MW.

Sementara wilayah Jamali, yang merupakan pusat konsumsi listrik nasional, diproyeksikan akan mengembangkan kapasitas terbesar, yakni 19.643 MW dari pembangkit EBT dan 7.956 MW dari sistem penyimpanan energi.

Yoga memaparkan, jenis EBT yang akan dimanfaatkan dalam periode ini antara lain tenaga air, angin, surya, panas bumi, serta biomassa, biogas, dan tenaga sampah.

Bahkan untuk jangka panjang, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berkapasitas 500 MW juga direncanakan mulai masuk pada tahun 2032.

Tantangan Pengembangan EBT

Namun demikian, Yoga menegaskan bahwa transisi energi bersih bukan tanpa tantangan.

Salah satu tantangan tersebut adalah kebutuhan investasi yang sangat besar, terutama untuk membangun infrastruktur yang dapat menghubungkan sumber-sumber EBT—yang sebagian besar berada di daerah terpencil atau tersebar—dengan pusat-pusat konsumsi energi.

Untuk mendukung target tersebut, sebutnya, investasi yang dibutuhkan di sektor EBT mencapai Rp1.682,4 triliun. Pemerintah juga menargetkan penciptaan 760.000 green jobs serta penurunan emisi karbon hingga 129,5 juta ton CO₂.

“Energi terbarukan umumnya bersifat on-site. Tidak seperti batubara yang bisa diangkut ke mana saja, panas bumi misalnya, harus dimanfaatkan langsung di lokasi wilayah kerja. Maka dari itu, dibutuhkan jaringan transmisi yang kuat dan investasi besar agar energi ini bisa sampai ke demand,” jelasnya.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah mendorong pembaruan kebijakan yang mendukung iklim investasi di sektor EBT.

Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025 tentang pedoman perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) antara pengembang listrik swasta (IPP) dan PLN. Regulasi ini secara khusus disusun untuk menyelaraskan kebijakan kelistrikan dengan prinsip energi hijau.

“Dulu, skema PJBL untuk EBT sama halnya dengan pembangkit fosil. Sekarang sudah ada kekhususan, tentunya sebagai upaya untuk mengakselerasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang lebih masif,” tambah Yoga.

Tak hanya dari sisi regulasi, aspek keekonomian, pendanaan, kesiapan industri dalam negeri, serta penerimaan sosial juga disebutkan menjadi fokus perhatian.

Penguatan industri lokal juga didorong agar sejalan dengan kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor EBT.

Kementerian ESDM, dalam hal ini menerbitkan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2025 yang mengatur lebih lanjut mengenai TKDN untuk sektor EBT. Aturan ini ditujukan untuk mempercepat pengembangan industri nasional yang mendukung pemanfaatan EBT secara optimal.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved