Pelajar Semarang Tewas Ditembak
Aipda Robig Menangis di Sidang, Ayah Korban Penembakan: "Kamu Masih Bisa Lihat Anak, Saya Tidak"
Aipda Robig Zaenudin kecewa tidak mendapatkan dukungan dari Brigjen Pol Veris Septiansyah saat menjadi saksi ahli dalam kasus penembakaran pelajar.
Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Aksi Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Robig Zaenudin yang melakukan empat kali tembakan terhadap pengendara dinilai melanggar standar operasional prosedur (SOP).
Namun aksi koboi tersebut justru dinilai Aipda Robig adalah hal yang wajar.
Bahkan saksi ahli dari Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum (Karobankum Divkum) Mabes Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah tidak memihaknya di persidangan.
Baca juga: "Anak Saya Dulu Bangga Ayahnya Polisi" Aipda Robig Nangis di Sidang Penembakan Pelajar Semarang
Robig dalam pernyataan pembelaan atau pledoi pun kecewa dengan saksi ahli yang tidak membelanya dalam sidang lanjutan kasus penembakan tiga pelajar Semarang dengan korban meninggal dunia Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO) di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (15/7/2025).
Robig menilai, seharusnya sebagai sesama anggota polisi Veris Septiansyah lebih memahami atas tindakan penembakan yang dilakukan dirinya.
Bukan malah menyudutkannya.
"Keterangan saksi ahli Veris Septiansyah tidak profesional. Saya kecewa dengan keterangan tersebut yang mana saudara saksi ahli seharusnya lebih memahami tindakan yang saya ambil," kata terdakwa Robig Zaenudin membacakan pledoinya di depan Ketua Majelis Hakim Mira Sendangsari.
Robig menyebut, keterangan saksi ahli yang menyudutkan dirinya yakni soal penembakan peringatan tidak memenuhi kondisi yang diatur dalam Pasal 15 ayat 1 Peraturan Kapolri (Perkap) Kapolri Nomor 1 tahun 2009.
"Apakah hal itu atas penilaian tanpa tekanan atau mencari posisi aman karena faktor viralnya perkara ini baik sebelum maupun selama proses persidangan," ucap Robig mempertanyakan.
Sebaliknya, Robig mengklaim, tindakan dirinya telah sesuai aturan diatur dalam Perkap Nomor 8 tahun 2008, Perkap Kapolri Nomor 1 tahun 2009, Perkap Kapolri Nomor 1 /X/2010. Hal itu lantaran dirinya sudah mengarahkan tembakan peringatan ke arah jam 11.
"Tembakan peringatan dalam perkap ada dua pilihan yaitu ke udara dan tanah. Rekaman CCTV menunjukkan tembakan peringatan ke arah jam 11," klaim Robig.
Dalam kejadian itu, Robig juga mengaku tidak mengetahui para korban adalah anak-anak dan jumlah mereka lebih dari empat orang.
"Yang saya tahu mereka bawa senjata tajam yang melanggar hukum dan ketertiban umum, mereka juga tak mengindahkan teriakan saya polisi," bebernya.
Sebagaimana diberitakan, Karobankum Divkum Mabes Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah mengungkap, tindakan terdakwa Aipda Robig dalam melakukan penembakan dalam peristiwa tersebut tidak ada satupun alasan yang bisa dibenarkan, Senin (2/6/2025)
Sebab, melihat kondisi Robig ketika kejadian seharusnya tidak perlu menembak sampai empat kali.
"Cukup sekali (tembak). Kalau ada yang kabur bisa menggunakan tindakan lainnya," ujarnya dalam persidangan.
Veris melanjutkan, sebelum melakukan penembakan juga sudah diatur dalam SOP bahwa petugas perlu memetakan situasi di antarnya jumlah orang yang dihadapi.
Semisal satu sampai dua orang bisa dilakukan pencegahan bukan penembakan.
Sebaliknya, jika lebih dari itu, maka anggota itu harus melaporkan terlebih dahulu.
Namun, ketika anggota dalam situasi yang memerlukan untuk melakukan penembakan maka harus menyatakan diri sebagai anggota Polri.
Kemudian bukan langsung menembak ke arah target melainkan harus ada tembakan peringatan.
"Kalaupun terdakwa mendapatkan ancaman lalu secara langsung mengeluarkan tembakan tanpa melalui SOP, itu tidak mungkin dibenarkan," terangnya.
Veris menambahkan, melihat reka ulang kejadian penembakan tidak ada temuan tersangka dalam keadaan harus melakukan pembelaan.
Hal itu karena para korban tidak melakukan penyerangan.
"Korban hanya ingin melintas," terangnya.
Menangis di Ruang Sidang
Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Robig Zaenudin menyampaikan nota pembelaannya dalam sidang lanjutan kasus penembakan tiga pelajar Semarang dengan korban meninggal dunia Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO) di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (15/7/2025).
Pengajuan nota pembelaan Robig dilakukan selepas dirinya dituntut 15 tahun hukuman penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pledoi Robig terdiri dari dua berkas meliputi dari kuasa hukumnya sebanyak 194 lembar halaman.
Sementara untuk pledoi pribadinya, Robig mencurahkanya ke dalam 16 lembar.
Kendati berkas terpisah, kedua nota pembelaan itu memiliki kesimpulan yang saling berkaitan.
Dalam pembelaan tersebut, Robig membacakan secara pribadi di depan Ketua Majelis Hakim Mira Sendangsari.
Robig mengungkap, akibat kejadian itu keluarganya mengalami tekanan sosial dan psikologis yang luar biasa.
Kondisi itu diterima keluarganya akibat pemberitaan media baik media sosial maupun media online yang menyudutkan dirinya.
Dampak itu dialami terutama terhadap dua anaknya yang masing-masing berusia 8 tahun dan 4 tahun.
"Anak-anak saya dulu bangga ayahnya adalah anggota polri. Selepas kejadian ini, rasa bangga itu runtuh," jelas Robig.
Kondisi serupa, lanjut Robig, dialami pula oleh istri dan ibunya. Terlebih, ibunya kini sudah berusia senja.
"Istri saya sekarang tak hanya mengurus kebutuhan rumah tangga melainkan pula harus mendapatkan tekanan sosial dan psikologis," terangnya.
Ketika membacakan berkas pleidoi tersebut, Robig sempat menangis.
Akibat tak bisa melanjutkan membaca berkas pledoi, Robig lantas meminta kuasa hukumnya Bayu Arief Anas Ghufron untuk melanjutkannya.
Kesimpulan dari pledoi tersebut, Robig meminta dihukum seadil-adilnya dan keringanan hukuman. Selain itu, dia meminta maaf kepada keluarga Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO).
Menanggapi nota pembelaan tersebut, ayah kandung Gamma, Andi Prabowo mengatakan, seberapapun Robig sedih akibat anaknya yang mendapatkan tekanan mental akibat tindakannya, Robig masih bisa bertemu dengan anaknya.
Sebaliknya, Andi meminta Robig berkaca kepadanya yang sudah kehilangan Gamma akibat mati ditembak.
"Robig masih bisa melihat anak meskipun di penjara, sedangkan saya sudah tidak bisa melihat anak saya. Sampai sekarang saya juga masih sakit (hati) dan menangis kalau mengingat anak (Gamma)," bebernya seusai persidangan.

Menyakiti Keluarga Korban
Kuasa Hukum Terdakwa Robig Zaenudin, Bayu Arief Anas Ghufron mengatakan, penembakan yang dilakukan Aipda Robig merupakan tindakan diskresi sebagai anggota Polri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13 dan Pasal 18.
Tindakan tersebut juga seusia dengan pasal 49 ayat 1 KUHP terkait pembelaan terpaksa (noodweer) sebagai alasan pemaaf atau alasan yang menghapuskan pidana.
Menurut Bayu, pembelaan itu berdasarkan fakta persidangan yang diketahui terdakwa Robig melakukan penembakan karena melihat tiga motor membawa senjata tajam cocor bebek (corbek) sepanjang 1,5 meter berwarna merah dan celurit warna biru untuk menyerang pemotor Vario putih.
Ketika target itu lepas, ketiga motor itu berhadapan dengan terdakwa lalu salah satu saksi mengangkat senjata.
"Oleh karena itu, terdakwa ada ancaman sehingga mengambil tindakan sebagai anggota Polri," bebernya.
Bayu menyebut, terdakwa Robig melakukan penembakan sebanyak empat kali. Penembakan dilakukan dalam rentang waktu selama empat detik.
Namun, dia mengklaim, sebelum melakukan penembakan terdakwa sudah berteriak sebagai anggota Polri ketika jarak antara korban dan terdakwa sekitar 8 meter.
"Tembakan dilakukan empat kali dari senjata api jenis revolver, satu tembakan pertama ke atas arah jarum jam 11, satu detik kemudian tembakan kedua, tembakan ketiga dan keempat jaraknya sama satu tembakan perdetik. Jarak tembak 1,4 meter, kena panggul sebelah kanan Gamma," terangnya.
Bayu membantah tembakan terdakwa terhadap korban adalah tembakan mematikan.
Menurutnya, tembakan mematikan menyasar di bagian kepala, dada dan perut.
Sementara tembakan dari Robig ke korban mengenai panggul.
"Banyak aspek penyebab korban meninggal dunia salah satunya lambatnya perawatan medis," tudingnya.
Kematian Gamma, lanjut Bayu, berdasarkan keterangan ahli bedah dari Rumah Sakit Tugu yang membaca rekam medik dari korban Gamma menyebutkan jika kondisi terkena luka tembak di bagian panggul seharusnya langsung dibawa ke ruang tindakan bukan justru dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).
"Dari tiga motor korban dan teman-temannya, awalnya di tempat kejadian (Kalipancur) korban berada di urutan pertama, tapi di titik kumpul di Pos Kamling Pusponjolo motor korban berada di urutan terakhir mungkin mereka berputar-putar dulu sehingga korban banyak kehilangan darah ditambah di rumah sakit malah dibawa ke IGD," terangnya.
Kesimpulan dari nota pembelaan itu, Bayu meminta Robig dibebaskan. Sebab, dalam kejadian tersebut tidak ada mens rea atau niat jahat dari Robig untuk melakukan tindakan tersebut.
Robig tidak pernah didakwa dalam kasus lain. Terdakwa juga merupakan anggota polisi berprestasi.
Selain itu, terdakwa juga telah menyesal dan kooperatif dalam kasus ini.
"Robig juga tulang punggung keluarga dan suami sekaligus Ayah dari dua 2 orang anak," paparnya.
Menanggapi pledoi tersebut, Kuasa Hukum Keluarga Gamma, Zainal Abidin Petir menyebut nota pembelaan yang diajukan terdakwa menyakitkan bagi keluarga korban.
Terdakwa dalam pledoinya menyatakan bahwa tindakannya memiliki alasan pembenaran dengan menggunakan pasal 49 ayat 1 KUHP.
"Perbuatan terdakwa dibenarkan dan ada alasan pemaaf. Nah, ini sungguh menyakitkan," kata Petir.
Padahal, lanjut Petir, fakta persidangan sudah memaparkan secara jelas tindakan terdakwa Robig Zaenudin melakukan penembakan dengan alasan untuk menyelamatkan diri maupun orang lain sudah terbantahkan di fakta persidangan.
Hakim ketika itu sudah mengkonfirmasi ke Robig mengapa ketika dalam kondisi tersebut Robig tidak menghindar agar tidak ada korban jiwa atau melaporkan ke polisi lainnya yang lebih berwenang.
"Pada bagian ini, Robig dalam persidangan tidak bisa menjawab," paparnya.
Petir juga membantah soal pledoi terdakwa yang melakukan penembakan dalam jarak 1,4 meter tidak menyebabkan kematian.
Petir menyebut, dari keterangan dokter forensik yang melakukan autopsi peluru ditembakkan dari jarak dekat mengenai panggul kanan Gamma lalu tembus ke pembuluh darah besar di panggul kiri.
"Pembuluh darah besar ketika sudah kena, ya sudah korban tidak mungkin bertahan lama, maksimal bertahan 1 jam. Kan gitu keterangan dari dokternya," jelasnya.
Dengan kondisi seperti itu, Petir menyayangkan pledoi tersebut malah menyalahkan dokter rumah sakit yang menangani Gamma dan para teman Gamma yang membawa ke rumah sakit. Padahal ketika itu, para teman Gamma susah payah membawa Gamma sampai ke rumah sakit.
"Kalau pengin cepat menyelamatkan korban mestinya setelah ditembak korban langsung diboncengkan oleh terdakwa. Hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa," ucap Petir.
Baca juga: "Saya Minta Seumur Hidup" Ayah Gamma Tanggapi Tuntutan Jaksa ke Aipda Robig
Dari poin-poin pembelaan yang diajukan terdakwa, Petir menilai seluruh pembelaan itu tidak berdasar. Mereka membuat pledoi hanya sekedar asumsi.
"Sebaliknya, unsur pidana dari terdakwa sudah terpenuhi dari ada korban mati yakni anak di bawah umur yang punya prestasi. Kami meminta terdakwa dihukum sesuai dengan tuntutan atau mungkin ultra petita, vonis hukuman di atas tuntutan," terangnya.
Sementara, jaksa meminta waktu selama satu minggu kepada Majelis Hakim untuk menanggapi pledoi tersebut. Jaksa akan memberikan tanggapannya pada Selasa 22 Juli 2025. (Iwn)
Pelajar Semarang Tewas Ditembak
Semarang
Robig Zaenudin
Gamma Rizkynata Oktavandy
Veris Septiansyah
Terus Melawan, Robig Pembunuh Pelajar Semarang Tak Terima Divonis 15 Tahun Penjara, Ajukan Banding |
![]() |
---|
Dua Nasib Berbeda, Robig Resmi Dipecat dari Polri Sedangkan Kombes Irwan Duduk Tenang di Lemdiklat |
![]() |
---|
Kenapa Polda Jateng Ngotot Belum Pecat Robig Pembunuh Pelajar? Nafasku Masih Setengah Lega |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Bakal Ajukan Banding Vonis 15 Tahun untuk Robig Pembunuh Pelajar Semarang |
![]() |
---|
Air Mata Andy Pecah Selepas Robig Divonis 15 Tahun Penjara: Sesuai Harapan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.