Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Kasus Kematian Dokter Aulia

Setelah Dokter Aulia Risma Meninggal, Taufik Perintahkan Mahasiswa PPDS Undip Ganti Handphone

Isi rekaman tersebut di antaranya soal perintah Taufik kepada para mahasiswa PPDS untuk mengganti handphone

Editor: muslimah
TRIBUNJATENG/Iwan Arifianto
SAKSI AHLI - Ahli Digital Forensik, Buyung Gede Fajar saat menjadi saksi ahli kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari di di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (16/7/2025). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Sidang terkait kasus pemerasan dan perundungan yang berujung meninggalnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dokter Aulia Risma Lestari berlanjut.

Rabu (16/7/2025) di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, hadir saksi Ahli Digital Forensik, Buyung Gede Fajar.

Ia menyebut ada temuan tindakan pemerasan dan pengancaman dari sejumlah alat  bukti.

Baca juga: Perintah Taufik setelah Kematian Dr Aulia Risma Mahasiswi PPDS Undip Viral: Sembunyikan Barang Bukti

Buyung dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi ahli yang telah melakukan ekstraksi data dari barang bukti berupa sebanyak 24 handphone dan satu keping DVR Pro berisi tiga rekaman suara.

"Kami diminta penyidik Polda Jateng untuk memeriksa barang bukti tersebut mengenai perkara tindak pidana pemerasan. Ada temuan (tindak pidana) itu di barang bukti tersebut," jelas Buyung. 

Dari 24 handphone tersebut, Buyung menemukan soal Pasal Anestesi dari handphone milik Nur Akbar Fauzi yang melakukan percakapan di WhatsApp dengan Akbar Fauzi.

Buyung memastikan meskipun namanya mirip dua orang ini merupakan sosok yang berbeda.

Dalam percakapan itu disebutkan pasal anestesi meliputi

  1. Senior selalu benar,
  2. Jika senior salah kembali ke pasal 1 ,
  3. Hanya ada kata iya dan siap ,
  4. Yang enak hanya untuk senior ,
  5. Bila junior dikasih enak tanya kenapa,
  6. Jangan pernah mengeluh karena senior pernah mengalami,
  7. Jika masih mengeluh siapa suruh masuk anestesi.

Sementara soal aturan PPDS berupa, residen tidak boleh berkelahi, narkoba dan selingkuh.

"Aturan lainnya handphone dilarang off harus on 24 jam, chat WhatsApp harus segera respon, dan telpon harus diangkat maksimal senior telpon sebanyak 3 kali," tutur Buyung membacakan temuannya.

Selain itu, Buyung mengungkap pula temuan dari handphone merek Realme milik dari Dokter Deslia.

Secara umum informasi di dalamnya berupa isi pesan WhatsApp dari terdakwa Taufik Eko Nugroho eks kepala Prodi PPDS Undip.

Pesan tersebut Taufik memerintahkan Deslia untuk mengumpulkan bendahara PPDS di perpustakaan kampus.

"Ada sebanyak tiga pesan WhatsApp tanggal 25 bulan 2 tahun 2023 pukul 11.00 dari sampai dengan pukul 13.00,"

Masih dari handphone Deslia, Buyung menemukan pula pesan Deslia dengan Mbak Mar atau terdakwa Sri Maryani eks staf administrasi di Prodi PPDS Anestesi Undip.

Isi pesan terkait  permintaan uang  dengan biaya sebesar Rp 50 juta.

"Total ada sebanyak12 pesan tertanggal 23 Agustus 2022 dari pukul 09.20 WIB sampai 09.23 WIB," terang personel Bidang Laboratorium Forensik Polda Jateng itu.

Tak hanya handphone, Buyung melakukan identifikasi tiga rekaman suara dengan nama file suara Pengarahan Dekan Taufik dengan durasi file pertama 6 menit 50 detik , file kedua 8 menit 27 detik dan file ketiga 6 menit 50 detik.

Isi rekaman tersebut di antaranya soal perintah Taufik kepada para mahasiswa PPDS untuk mengganti handphone dan bersikap tidak tahu ketika dipanggil penyidik Polda Jateng dalam kasus tersebut.

"Kalau ditanya buktinya bilang saja ganti handphone. Atau tidak menjawab karena punya hak diam," terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika membacakan dakwaan terhadap ketiga terdakwa.

Dalam dakwaan terhadap dua terdakwa Taufik dan Sri Maryani, jaksa menyebut, perbuatan para terdakwa adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 368 ayat 2 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Para tersangka dijerat pasal  tersebut lantaran diduga telah melakukan pungutan biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp 80 juta peorang.

Sementara terdakwa Zara Yupita Azra yang merupakan senior dari korban Aulia Risma Lestari, dituntut pasal 335 ayat 1 KUHP (ancaman kekerasan). (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved