Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

KKN dan PBAK: Benang Merah yang Terputus di Tengah Jalan

KKN dan PBAK sejatinya memiliki keterkaitan erat dalam membentuk karakter dan kapasitas mahasiswa, benang merah di antara keduanya seolah terputus

Editor: Editor Bisnis
ist
Prof. Dr. M. Hizbul Muflihin. M.Pd Guru Besar Administrasi Pendidikan UIN Saizu Purwokerto & Pemerhati Organisasi 

 

Oleh: Prof. Dr. M. Hizbul Muflihin. M.Pd
Guru Besar Administrasi Pendidikan UIN Saizu Purwokerto & Pemerhati Organisasi

KKN dan PBAK sejatinya memiliki keterkaitan erat dalam membentuk karakter dan kapasitas mahasiswa. Namun, kini benang merah di antara keduanya seolah terputus dan tak tersambungkan dalam ikatan yang kuat dan jelas.

Mahasiswa baru terjun ke perkuliahan yang tanpa bekal kesiapan psikhis, sosial dan emosional yang matang, bisa jadi akan  mengalami sedikit kebingungan dalam menghadapi dunia kampus yang sangat berbeda dengan dunia sekolah. 

Apalagi KKN, mereka dihadapkan pada satu tuntutan untuk mampu membuat program kerja yang harus dilaksanakan  dan terkadang tidak dimintakan tinjauan kritis dari tokoh masyarakat  atau perangkat desa, dan  realitas  saat KKN mahasiswa membutuhkan lebih dari sekadar teori dalam ruang kuliah, namun perlu bekal ilmu berorganisasi.

Kelahiran dan Hakikat KKN

Kuliah Kerja Nyata (KKN) bukan program baru dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia. Keberadaannya memiliki dasar hukum yang kuat, yakni UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

KKN dimaknai sebagai perwujudan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pengabdian kepada masyarakat.

Dengan bobot 4 SKS, KKN diharapkan melahirkan mahasiswa yang benar-benar mampu bekerja nyata di tengah masyarakat. Mahasiswa tidak hanya sekadar “turun desa”, tapi harus menjadi katalisator perubahan, pemimpin program, dan penggerak masyarakat.

Sayangnya, di lapangan, mahasiswa kerap dianggap hanya pandai teori dan tak membawa kontribusi nyata. Hal ini terjadi karena kurangnya persiapan sejak dini dalam membentuk karakter dan kapasitas sosial mahasiswa.

Mahasiswa Baru dan Dinamika Dunia Kampus

Masuk ke dunia kampus menjadi titik awal perubahan besar dalam hidup mahasiswa. Mereka dihadapkan pada sistem akademik yang kompleks, struktur kurikulum yang padat, serta tuntutan capaian kompetensi sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL). 

Namun sayangnya, meskipun aspek akademik telah dirancang begitu matang, persiapan dalam aspek sosial, emosional, dan kultural sering kali terabaikan, karena lebih tergiring pada dunia pembelajaran di kelas demi mencapai nilai yang tinggi dan lupa kelakk akan berhadapan dengan masyarakat (KKN).

PBAK: Pintu Masuk yang Masih Simbolik

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) idealnya menjadi ruang awal mahasiswa untuk beradaptasi dengan dunia kampus. Namun, pelaksanaannya kerap sarat formalitas dan upacara panjang, yang belum menyentuh substansi kebutuhan mahasiswa baru.

Mulai dari baris-berbaris sejak subuh, larangan membawa kendaraan, hingga atribut seragam, semua menjadi simbol disiplin. Padahal, yang lebih dibutuhkan adalah bekal keterampilan wawasan akademik dan soft skills dalam berorganisasi yang pasti suatu saat setelah lulus akan kembali berbaur dengan masyarakat. 

Jika PBAK dikemas secara substansial dengan pembekalan sistem pembelajaran, manajemen waktu, pengenalan dunia organisasi, dan simulasi problem solving maka proses transisi mahasiswa baru menjadi lebih kuat dan PBAK menjadi lebih bermakna dan dirasakan manfaatnya untuk menghadapi bukan saja perkulaiahan tetapi juga dunia organisasi.

Bahkan, bila PBAK dilaksanakan tiap akhir pekan selama dua hari secara tematik, akan memberi ruang refleksi, menggali potensi seni dan olahraga, serta membangun pondasi karakter mahasiswa sejak awal.

Mahasiswa Kupu-Kupu, Matuk, dan Meteor

Setelah PBAK usai, mahasiswa menjalani kehidupan kuliah yang memunculkan tiga tipikal:

1.    Matuk (Mahasiswa Kutu Buku) yang tekun mengejar IP tinggi dan menjadikan buku sebagai sahabat.

2. Kupu-Kupu (Kuliah-Pulang) yang hanya hadir untuk mengisi presensi lalu pulang.

3. Meteor (Mahasiswa Organisasi) yang aktif dalam dinamika kampus dan organisasi.

Tipe Meteor inilah yang kerap memiliki keunggulan saat KKN karena terbiasa bekerja dalam tim, menyusun program, serta menggerakkan komunitas. Keaktifan di organisasi juga membentuk daya pikir kritis, kepercayaan diri, serta kemampuan manajerial yang sangat berguna di masyarakat.

Tugu KKN: Bangunan Indah yang Membutuhkan Fondasi Kuat

KKN bukan sekadar program wajib, tetapi tonggak penting bagi mahasiswa dalam mempraktikkan semua pembelajaran yang didapat di kampus. Namun, keberhasilan KKN sangat ditentukan oleh kesiapan mahasiswa secara mental, sosial, dan kompetensi. Kesiapan ini tidak bisa dibangun mendadak menjelang KKN, melainkan harus dibina sejak awal masa studi.

Organisasi mahasiswa (ORMAWA) bisa menjadi ruang pelatihan awal yang efektif. Di sinilah mahasiswa belajar menyusun program, memimpin tim, dan memahami dinamika sosial. Kampus pun seharusnya memberi insentif moral dan kelembagaan untuk mendorong mahasiswa terlibat aktif dalam organisasi.

Kampus akan mendapatkan dua manfaat sekaligus: mahasiswa yang siap terjun dalam KKN dengan program yang membumi, serta SDM unggul yang bisa mewakili kampus dalam event regional, nasional, bahkan internasional.

Saatnya Menyambung Benang yang Terputus

KKN dan PBAK sejatinya tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Keduanya harus dirancang terintegrasi dalam grand design pendidikan karakter mahasiswa. 

PBAK harus memberi pondasi awal yang kokoh, sementara organisasi mahasiswa menjadi laboratorium sosial yang berkelanjutan, dan KKN menjadi ujian akhir integratif dari semua pembelajaran.

Jika benang merah ini kembali disambung, bukan mustahil mahasiswa akan tampil sebagai agen perubahan yang sesungguhnya bukan hanya di atas kertas, tapi nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved